Friday 10 August 2012

Perjuangan Pejabat Teras Pemerintah dan Organisasi di Olimpiade 2012

Perjuangan Pejabat Teras Pemerintah dan Organisasi di Olimpiade 2012
Olimpiade London 2012 Indonesia pulang dengan hampa medali emas,namun sedikit terobati oleh cabang angkat besi yang menolong nama Indonesia tetap exist ada di papan daftar perolehan medali, sekalipun tertulis di ururtan sekian – sekian, rasanya segan untuk menuliskan peringkatnya. Seperti kemaren dalam tulisan kemaren lalu atas hasil ini, menanti bagaimana para pengurus koni, koi dan menpora menyikapi hasil ini. Dan kemaren – kemaren mereka satu persatu keluar dari peraduannya memberikan tanggapannya di beberapa media. Dan seperti yang sudah diduga pula sebelumnya, biarpun masing – masing isi pernyataannya itu berbeda, namun tetap sama, tidak jauh dari pernyataan sekedar untuk membentengi diri dengan macam – macam alasan yang dilampirkan dengan kambing – kambing hitamnya.


Pada awal pertama kali bulutangkis masuk dalam cabang yang diperlombakan di Olimpiade, kalau tidak salah sekitar tahun 1992.Kala itu adalah kesempatan besar bagi Indonesia bisa masuk kedalam daftar jajaran negara yang mendapatkan medali dan lagu Indonesia raya bisa berkumandang megah di dengar oleh seluruh dunia. Mengingat pada saat itu pemain – pemain bulutangkis kita kebanyakan mereka adalah jawaranya dan merata, putra dan putri, terutama dengan adanya Susi Susanti, menjadikan peluang kita menjadi begitu besar untuk mendapatkan medali emas. Tak ayal lagi sebelum bertanding penulis sudah yakin, kalau mereka, pejuang – pejuang bulutangkis bakal mempersembahkan medali emas. Hasilnya pas seperti yang diperkirakan sebelumnya. Walau sedikit meleset dikira Ardi B W atau Joko S yang bakal mempersembahkan medali ternyata Alan Budikusma bersanding dengan pasangan sejatinya Susi Susanti. Ini adalah kado terindah bagi Indonesia.


Berbeda dengan satu dasa warsa terakhir, waktu di olimpiade China 2008. Saat itu mungkin saja kita semua lebih banyak bersandar pada doa dibanding rasa yakin itu sendiri, walaupun akhirnya harapan itu dijawab oleh Taufik Hidayat. Ketika Taufik mendapatkan emas, Taufik adalah satu – satunya pemain yang merasakan mungkin estafet langsung bagaimana suasana para pemain yang pernah malang melintang menjadi juara, seperti Alan Budikusuma, Joko Suprianto, Ardi BW dkk. Oleh karena virus mereka dalam kepiawayannya menepuk kock maka jadi tidak heran kalau Taufik masih bisa mengharumkan nama Indonesia mempersembahkan medali emas.


Dan kali ini, di Olimpiade London 2012, lebih parah lagi. Jauh sebelumnya malah kita seakan sudah menduga hasilnya tidak akan menggembirakan, walaupun masih ada diselip-selipkan harapan – harapan. Cuma isi harapannya itu ini lebih condong adanya satu keajaiban, bukan berdasarkan realita. Bahkan sebelum pertandingan dimulai pun, mungkin kita semua sulit sekali untuk memperbesar keyakinan didalam dada, apalagi bersandar dengan doa sekalipun. Hal itu wajar terjadi pada siapa saja, mengingat kita sudah digambarkan itu oleh hasil dari prestasi sebelumnya. Dimana dengan ikhlas hati rela prestasi Indonesia di bidang olahraga kian melorot. Terutama bulutangkis, dimana terakhir bukan sekedar lepasnya Piala Thomas Cup, tapi juga melaju ke final saja menjadi sulit. Jangan pula menyebut cabang sepakbola, di ujung kepalanya sudah berkepala dua, ibarat tubuh berkepala dua apa bukan itu termasuk mahluk yang cacat?


Lalu ditengah – tengah suasana yang sepi prestasi dan hampir disemua cabang, masyarakatnya malah dihibur oleh segala tontonan. Mereka dimanjakan oleh berbagai event –event yang tidak lebih sekedar hiburan memuaskan hati, yang itu tidak ada nilainya pada pembinaan bagi atlit secara keseluruhan dalam bingkai program dan pembinaannya, oleh sebab tidak adanya pogram atau bisa dikatakan juga tidak sedikitpun itu akan berdampak pada peningkatan pembinaan kecuali sekedar project pengisi isi dompet eo. Salah satunya ya seperti event sepakbola, terus didatangkan pemain top dan tim – tim sepakbloa spektakuler tingkat dunia. Kesemuanya hanyalah lebih memperjelas atas satu gambaran dari sebuah Negara yang tidak punya arah kecuali hanya sekedar rebutan jatah duit rakyat. Hal ini bisa kita lihat, sederhananya adalah komentar dari para pengurusnya sepulang dari London 2012.


Komentar ketua Koni di beberapa media, bahwa kita kurang persiapan. Nah, kalimat ini kan seakan olimpade itu event dadakan jadi Koni merasa kurang waktu dan dananya. Alhasil pernyataan itu malah menunjukkan kepada kita kalau sebetulnya mereka itu tidak bekerja. Ya karena kan Olimpiade itu sudah merupakan event tetap empat tahun sekali, artinya mungkin seratus tahun sebelumnya sudah tahu kalau 2012 akan ada event olimpiade. Kemudian komentar lanjutannya, bahwa berharap ada perhatian lebih dari pemerintah, disini isinya duit. Kalimat ini pun sama, bahwa mereka itu memang tidak bekerja sama sekali. Dan kalau memang kurang dukungan dana dan tidak sesuai dengan rencana programnya, kenapa pula tetap terus dijalankan dan mengirimkan pemain/atlit kesana?


Bukankah mental seperti ini mental khas dari para pencari project dibanding mental dari seorang pencetak masyarakat berprestasi?


Komentar KONI itu diperkeruh lagi oleh komentarnya bang kumis menpora yang selalu gumasep, katanya tidak sehat kalau hanya bersandar pada bulutangkis. Lalu jauh sebelumnya apa yang sudah dikerjakannya diluar bulutangkis?


Bukankah menjadi menteri bukan sebulan kemaren? Apa terlalu sibuk mencarikan dana untuk partainya sampai – sampai membangun gedung yang tak ada gunya itu menjadi prioritas utamanya?


Yang mana gedung yang kini terbengkalai berkubang duit haram, sama sekali tidak ada gunanya bagi pembinaan dan regenerasi atlit secara berkesinambungan. Satu hal yang perlu digarisbawahi adalah kata Pemuda yang disandang dalam kata menpora itu. Dengan hasil sebagai bukti konkrit dari sebuah kinerja menunjukkan bahwa kinerja menporanya itu hampir dipastikan tidak ada sama sekali. Lalu apa tidak dengan kinerjanya yang sibuk membangun gedung itu malah mendorong para pemuda Indonesia menjadi berprilaku oportunis dibanding pemuda yang siap berprestasi siap mental dan spiritualnya?


Begitulah apa yang kita saksikan dari pernyataan – pernyataan mereka. Dan memanglah tidak tepat juga kalau dikatakan mereka itu tidak bekerja sebab, sebab jelek – jelek begitu mereka sudah bekerja dengan sungguh – sungguh dari kafe ke kafe, hotel ke hotel, dari pemda ke pemda, yang tidak lebih selain glamour juga saresehan biasa yang makan minumnya disana tidak cuma – cuma. Sangat menyolok perbedaannya dengan suasana latihan dan keseharian satu contohnya adalaha dari atlit – atlit angkat besi. Dalam hal ini kita bersyukur masih ada seorang pelatih angkat besi yang punya obsesi besar memajukan olahraga itu.


Terakhir Negara ini membutuhkan orang – orang pekerja keras yang punya obsesi, bukan orang orang yang mengeong mengelus kaki meminta jabatan. Selama memang sampai dengan hari ini tidak memiliki konsep apa – apa dalam bernegara kecuali sekedar berebut jatah dari duit rakyat yang terkumpul dalam pendapatan penerimaan apbn/apbd. Masih sueenengkah dengan suasana seperti ini?


Sebagai penutup, buanglah koruptor di tong sampah organik dan oportunis di tong sampah anorganik


Selamat menyiapkan hidangan sahur dan menjalakan ibadah Shaum.


Adios

Wednesday 8 August 2012

Hari Lebaran

Hari Lebaran

Ciptaan : ISMAIL MARDZUKI





       Setelah berpuasa satu bulan lamanya
       Berzakat fitrah menurut perintah agama
       Kini kita berIdul fitri berbahagia
       Mari kita berlebaran bersuka gembira
       Berjabatan tangan sambil bermaaf - maafan
       Hilang dendem habis marah di Hari lebaran



Minalaidin wal Faidzin
Maafkan lahir dan bathin
Selamat para pemimpin
Rakyatnya makmur terjamin



   Dari segala penjuru mengalir ke kota
   Rakyat desa berpakaian baru serba indah
   Setahu sekali naik trem listrik frai
   Hilir mudik jalan kaki pincang sampai sore
   Akibatnya tengteng selop sepatu terompeh
   Kakinya pada lecet babak belur berabe



Maafkan lahir dan bathin
rang tahun hidup prihatin
Cari wang janganlah bingungin
lah syawal kita nyalamin



          Cara orang kota berlebaran lain lagi
          Kesempatan kini dipake buat berjudi
          Sehari semalam main cekih mabok brendi
          Pulang sempoyongan kalah main pukul istri
          Akibatnya sang ketupat melayang ke mate
          Si penjudi mateng biru, girang si Istri



Maafkan lahir dan bathin
Rang tahun hidup priihatin
Kondangan boleh ngurangin





Sunday 5 August 2012

Tidak Ada Makan Siang Yang Gratis Itu Sampai Juga ke Lapangan

Tidak Ada Makan Siang Yang Gratis Itu Sampai Juga ke Lapangan
Dalam buku - buku motivasi orang diajarkan, salah satunya adalah  "tidak ada makan siang yang gratis". Kalimat ini mungkin bermaksud mendorong orang untuk aktif dalam membangun dirinya menjadi manusia mandiri, bahasa sederhananya getol cari duit. Entah bagaimana seakan itu termakan kedalam alam pikiran setiap orang, sehingga hasilnya hampir disetiap tempat  dijadikan lahan bisnis, tidak ada yang gratis. Sampai untuk sekedar berolaharaga pun, khususnya olahraga yang membutuhkan lapangan khusus, seperti volley, Basket, badminton dan sepakbola, kita harus merogoh kocek, sewa tempat.  Kecuali disedikit tempat di komplek perumahan, sisanya semua sudah menjadi mall dan ruko - ruko.  Tidak seperti dulu, di setiap sore atau pagi di hari libur, kita bisa menyalurkan hobi olahraga dengan bebas ditempat mana saja, lapangan fasilitas milik umum.


Dulu banyak lapangan bebas yang bisa dipakai untuk menyalurkan hobi, baik lapangan rumput luas semodel taman maupun lapangan yang sudah bentuk jadi sebagai arena olahraga, seperti lapangan volley, basket, badminton dan sepakbola. Dan hasilnya dari menyalurkan hobi, kemudian saling berlomba, berkompetisi kecil tingkat lokal, akhirnya tidak sedikit dari sana banyak yang direkrut menjadi pegawai baik negeri maupun swasta karena kemampuannya dalam berolahraga, bukan karena skill keahlian tertentu yang dibutuhkan di perusahaan.

IPerusahaan membutuhkan pegawai yang mampu mengharumkan nama perusahaan dalam event olahraga resmi. Efek lanjutannya di setiap kampung mulai giat berolahraga memanfaatkan betul lapangan yang ada. Ini selain bagus buat kesehatan mereka juga sangat baik bagi mereka, memberi jalan mereka untuk mendapakan pekerjaan.   Sekarang yang seperti ini sudah tidak ada lagi, lapangan sudah identik dengan tidak ada makan siang yang gratis. Semua tempat hampir dipastikan berbayar.

Tulisan ini ingin menggambarkan korelasi antara expectation dan satisfaction dalam berprestasi di bidang olah raga didukung oleh jumlah  SDM yang sangat besar.  Namun jadi  Sangat Ironi, dengan jumlah penduduk, terutama di usia yang siap cetak, antara 8 - 15 tahun,  sulit melahirkan atlit berprestasi. Apalagi cabang sepakbola yang sudah menjadi  olahraga kegemaran masyarakatnya. Sementara banyak  masyarakat terutama orang tuanya sampai terlibat dalam mendorong putra-putrinya dengan merogoh koceknya memasukannya ke tempat pencetakan atlit, berharap putra - putri mereka bisa menjadi atlit kebanggaan, dimana tidak sedikit pula putra - putri ini terpaksa ikut bukan atas keinginannya. ada juga pas memang putra - putrinya senang namun senangnya bukan karena hobi karena ikut - ikutan temannya. Dibelahan lain putra - putri  yang hobi, bisa jadi punya bakat sejak lahir namun orangtuanya miskin, ujungnya bakat itu tenggelam dengan sendirinya yang tak pernah menjadi kilauan permata. Ini adalah dampak dari tak ada makan siang yang gratis yang sudah sampai ke lapangan olahraga , tempat pencetakan alami kelak menjadi bakat - bakat nasional.  siapa yang salah?

Hal lain pencanangan expectation pada cabang olahraga tanpa dibarengi gerak terpadu secara vertikal dan horisontal,  secara vertikal ada gerak seirama dari atas kebawah dan dari bawah keatas, secara horisontal banyaknya event lokal yang memasayarakat yang sama banyak dengan event berbayar.  Itu hanyalah Ilusi kalau saya pinjam judul lagunya Anggun C Sasmi, artinya yang demikian hanyalah  mimpi orang - orang tanpa Ilmu, tidak mempunyai konsep dalam skup besar NKRI. Ujungnya bisa kita lihat sendiri, sepakbola hanya ladang bisnis yang tak pernah mampu mencetak kesebelasan yang solid,  begitu pula dengan olahraga basket dan volley.. yang paling miris lagi olahraga bulutangkis..  mungkin ini juga ada hubungan dengan virus flu burung yang sempat membuat unggas hilang dari kandangnya.. barangakali.

Expectation yang dibarengi konsep yang jelas dan kerja nyata tanpa pamrih, bisa menghasilkan beyond ecpectation.. melahirkan beyond satisfactions.. seperti dicabang angkat besi..


Adios

Friday 3 August 2012

Krisis Keteladanan Kepemimpinan

Krisis Keteladanan Kepemimpinan


Terakhir menyaksikan ganda campuran Lilyana Natsir dan Tantowi Ahmad disisa – sisa harapan menepis prasangka dan mungkin boleh dibilang sebagai bentuk kesetiaan dari penonton pada merah putih disisa kemungkinan meraih medali emas.


Ketika tumbang genaplah sudah sebagai bentuk kegagalan dari tidak punya arah yang jelas dari kepemimpinan SBY mengalir ke KONI dan Menpora hinggap di PBSI. Dicederai lagi oleh didiskualifikasi ganda putrinya. Hanya atlit angkat besi yang pulang dengan kepala tegap buah dari pusat pelatihan ditengah kampung, bukan hasil tempaan pelatda apalagi pelatnas. Namun diawal pembuka tulisan ini secara pribadi mengucapkan “selamat pada semua atlit yang berjuang di Olimpiade”.




Dan yang menarik adalah nanti pada saat pulang, mendengarkan bagaimana para pengurus nanti memberikan pernyataan – pernyataannya. Yang bakal menarik itu isi pernyataannya. Karena tidak akan jauh, isinya seperti nyanyian sentimental yang terinfluenze gaya seperti orang no.1 di Indonesia.


Kemudian dalam gayanya itu ditamengi pencarian kambing hitam, bakal menyalahkan factor ini dan itu. Tinggal dikasih nada saja setiap pernyataannya, maka isinya seperti sebuah lagu ratapan ngilu yang menyayat qalbu, yang pantasnya didengarkan oleh telinga sendiri bukan oleh telinga orang lain. Seperti kemaren ketika keputusan dikualifikasi muncul, malah sampai menyalahkan panitianya yang katanya begini dan begitu. Hak panitia meletakkan aturan itu mutlak, ketika menyalahkan panitia ini kan kebiasaan anak kecil membela diri sekenanya sambil tengok sana tengok sini cari dukungan kesalahan.


Lihat bagaimana sikap federasi China, mereka justru sebaliknya, menghujat dan akan melakukan pengusutan terhadap pengurus dan atlit yang melakukan fair play. Sangat kontras dengan pengurus di Indonesia, apalagi pemimpinnya, membela yang salah menonjolkan sikap pandirnya. Dalam kalimat pembukanya tidak pernah terlontar kalimat permohonan maaf bermakna gagal.




Beginilah kalau negara ini di asuh oleh kumpulan tupai dan tikus.


Terakhir, kegagalan kontingan Indonesia mempersembahkan medali emas di Olimpiade London 2012, murni bukan masalah sistim, tapi masalah Krisis Keteladanan Kepemimpinan, bukan krisis Keteladan Pemimpin. Karena kepimpinan ini sifatnya menular, ia adalah teori yang sudah menyatu kedalam sikap. Sedangkan pemimpin adalah orang. Kita tahu, bahwa Pemimpin itu banyak, namun tidak mudah menemukan pemimpin yang berkepemimpinan.

Wednesday 1 August 2012

UU Partai Politik Menempatkan Parpol Semodel Badan Usaha

UU Partai Politik Menempatkan Parpol Semodel Badan Usaha
Tidak salah kalau yang disebut politikus bisa seperti kutu loncat. Itu karena UU Parpolnya pun sudah jauh panggang dari api. Uraian disana secara tidak langsung telah mendefinisikan dengan sengaja partai politik tak ubahnya badan usaha.

Disini tidak ingin membeberkan isi UU-nya, pasal demi ayat berikut dengan UU perubahannya. Kalau diurai satu persatu selain bikin pegel tangan juga bukan tempatnya. Sebab tempat untuk menguji kan di kantor MK. Lagian saya bukan bung Yusril, yang menangguk diair keruh. Kenapa?

Karena masalah hukum dan ketatanegaraan di negeri ini bukan hanya satu dua masalah UU. Dan masalah UU Parpol adalah salah satu masalah dari ribuan masalah UU yang masih sudah saling  tumpang tindih tak karuan. Ini yang harus ditertibkan.

Dimana dari semua masalah itu permasalahan besarnya bermuara pada UUD-nya. Karena itu UUD-nya harus ditinjau ulang dan direvisi. Apa sudah ada berlaku, telah membuat cita - cita bangsa yang tertuang didalam "Pembukaan UUD'45" tidak pernah sampai - sampai.

Mungkin ini ada korelasinya, waktu UUD itu susun dan disahkannya, dikerjakan dengan tempo yang sesingkat - singkatnya, tidak dilakukan pengkajian dengan seksama. Hal ini juga barangkali sekedar memenuhi persyaratan berdirinya satu negara, salah satunya harus punya konstitusi.

Kemudian pada perjalanan apa yang dibuat itu (konstitusi) seperti dikeramatkan untuk dirubah. Hingga kini diikuti kesininya mewariskan secara estapet, setiap membuat UU atau peraturan dilakukan dengan tempo yang sesingkat - singkatnya. Ini seperti ujud dari doa dari proklamasi.

Lihat saja meski baru tahun 1999 dilakukan revisi, melahirkan UUD45 yang diamandemen, isi dari bab penjelasan, bukan makin membumi malah dari sudut uraian semakin tidak   menggunakan bahasa hukum. Membuat apa dibaca dari UUD45 yang diamandemen bisa mencerminkan latarbelakang pendidikan dari para pembuat revisinya. Padahal ketika itu sudah banyak pakar hukum senior, apa tidak dilibatkan atau memang tidak sempat dilibatkan karena dikejar kebelet pipis?

Ujungnya membuat yakin ini adalah ujud dari doa proklamasi 1945. Namun jika sekalipun  ini ada pengaruh dari doa proklamasi, setidak - tidaknya tidak kesusu, tergopoh - gopoh menyelesaikannya. Untuk membuat perubahan sebuah konstitusi dan sistim yang sudah jadi dibutuhkan  interval waktu tidak sedikit, kurang lebih 10 tahun.

Sekalipun begitu harus segera melakukan dimulai tahapan pengerjaannya. Tidak seperti kemaren dirubah sekenanya langsung disahkan.

Proses pengkajian dalam cara pandang yang sama sekalipun pandangan berbeda dan proses kerjanya berangkanya pada satu titik pijak tantangan dan jawaban dari segala aspek hidup dan kehidupan bernegara berdasarkan visi, misi, arah dan tujuan dalam setiap menyusun satu UU, apalagi yang dibukukan sebagai kitab, sebelum membuat dan atau merubah. Jika itupun masih punya sekelumit itikad kesungguhan demi bangsa dan seluruh tumpah tanah air.

Dan dari hasil yang dibuat, disahkan yang sekarang berlaku, dapat disimpulkan, bahwa sekalipun dilakukan perubahan pada UUD-nya, itu tidak akan ketemu perbaikan yang benar - benar jitu menjawab persoalan bangsa ini, kalau tidak dilandaskan hati - hati yang memiliki rasa cinta kepada tanah air begitu besar.

Jadi tidaklah salah kalau banyak yang antipati terhadap anggota dewan atau para penyelenggara negara. Itu UU-nya melegalisir maunya nafsu setiap manusia, bukan membatasi dan atau menempatkan fungsi yang benar - benar proporsional berdasarkan rujukan rumusan yang sebenarnya. Ujungnya negara ini tidak akan mampu memerangi KKN siapa pun yang akan duduk menjadi orang no. 1.

Orang - orang juga karena tumpang tindihnya UU, kebanyakan mereka pesimis terhadap siapapun yang akan duduk di dpr dan di pemerintahan, bakal menjawab hidup mereka yang bertebaran hidup di setiap jengkal wilayah NKRI. Oleh karena UUD-nya tadi.