Pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia yang pesat sebagai tanda tegaknya
kedaulatan Negara. Kedaulatan ini harus di imbangi dengan arah
pembangunan yang jelas bagi terciptanya perputaran ekonomi yang dinamis
dengan memaksimalkan sumber alam dan sumber daya manusianya yang
didalamnya didorong oleh sistim pengupahan yang layak hidup kearah
sejahtera. Jika tidak, Kedaulatan itu hanya sebatas kemerdekaan tinggal
dan berserikat. Mendorong rakyat untuk berkompetisi adalah baik dan
sangat dianjurkan, sebab itu dapat memacu peningkatan kemampuan
potesinya. Namun, membiarkannya berkompetisi tanpa ada pembinaan, arahan
dan kontrol dari pemerintah, memicu terciptanya hukum rimba, manusia
satu dengan yang lain saling bergesekan tak terkendali. Satu tingkatan
kondisi itu dapat menguntungkan pemerintah, mengurangi beban. Tapi pada 3
tingkatan diatasnya, dalam jangka panjang, membuat dinamika ekonomi
menjadi stag, berkutat dilingkaran tertentu. Tentunya ini memberikan
peluang besar bagi terciptanya persaingan yang kian tidak sehat,
menumbuhkan bibit gangster - gangster yang siap membunuh siapa saja. Dan
ini sudah terjadi, contoh - contohnya banyak, Parpol salah satu
gangsters formal. Itu semua adalah hasil dari pembangunan sebelum -
sebelumnya. Dan ujungnya terus terjadi tolak tarik.
Tolak tarik pembangunan sudah pasti menghambat cita - cita Negara, membuatnya tidak pernah menunjukkan peningkatan yang significant, slalu tertinggal 2 langkah dengan negara tetangganya, bahkan oleh negara Vietnam sekalipun. Disamping itu memperburuk norma - norma kaidah hidup yang selaras etika peradaban yang memenuhi harapan kemanusiaan dalam ikatan berbangsa dan bernegara. Kembali muaranya adalah akibat tidak jelasnya arah, tumpang tindihnya pengaturan, hingga mengabaikan jeritan suara rakyatnya.
Bagi Rakyat, negara menjadi rumah tinggalnya. Yang dibutuhkan mereka bukan dibuatkan tempat tinggal, sebab tempat tinggal itu adalah hak asasi. Berdirinya tempat tinggal sepadan dengan kesejahteraannya, artinya ditentukan oleh tingkat kemampuan finansialnya. Kemampuan finansial ditentukan oleh pekerjaannya. Berikan pekerjaan yang diupah pantas layak hidup, bukan alakadarnya diatas belas kasihan (sisthm upah buruh harian/bulanan lepas yang menyayatkan) dan mengukur tingkat pengabdiannya ( sistim upah honorer cpns yang menganiayakan). Sebab itu adalah bagian dari bentuk penyelewang Pemerintah pada Negara, melakukan pembiaran dan pengabaian terhadap satu unsur dari negara, sdm.
Tolak tarik pembangunan sudah pasti menghambat cita - cita Negara, membuatnya tidak pernah menunjukkan peningkatan yang significant, slalu tertinggal 2 langkah dengan negara tetangganya, bahkan oleh negara Vietnam sekalipun. Disamping itu memperburuk norma - norma kaidah hidup yang selaras etika peradaban yang memenuhi harapan kemanusiaan dalam ikatan berbangsa dan bernegara. Kembali muaranya adalah akibat tidak jelasnya arah, tumpang tindihnya pengaturan, hingga mengabaikan jeritan suara rakyatnya.
Bagi Rakyat, negara menjadi rumah tinggalnya. Yang dibutuhkan mereka bukan dibuatkan tempat tinggal, sebab tempat tinggal itu adalah hak asasi. Berdirinya tempat tinggal sepadan dengan kesejahteraannya, artinya ditentukan oleh tingkat kemampuan finansialnya. Kemampuan finansial ditentukan oleh pekerjaannya. Berikan pekerjaan yang diupah pantas layak hidup, bukan alakadarnya diatas belas kasihan (sisthm upah buruh harian/bulanan lepas yang menyayatkan) dan mengukur tingkat pengabdiannya ( sistim upah honorer cpns yang menganiayakan). Sebab itu adalah bagian dari bentuk penyelewang Pemerintah pada Negara, melakukan pembiaran dan pengabaian terhadap satu unsur dari negara, sdm.