Laman

Wednesday, 6 May 2020

Media Korsel Ungkap Kapal Ikan China Eksploitasi ABK WNI

Media Korsel Ungkap Kapal Ikan China Eksploitasi ABK WNI


Sejumlah warga Indonesia yang menjadi pelaut diduga mengalami praktik eksploitasi dan pelanggaran hak asasi manusia saat bekerja di sebuah kapal ikan China. Mereka diperlakukan dengan buruk di kapal ikan tersebut.




Kondisi ABK WNI ini dilaporkan eksklusif oleh stasiun televisi Korea Selatan, MBC, yang dilansir Rabu (6/5). Perlakuan buruk Pelait China itu tersebut berasal dari laporan sejumlah ABK WNI yang bekerja di kapal tersebut. Namun, mereka tidak menuliskan nama kapal itu.




Mereka menyatakan sejumlah WNI ABK melapor bahwa mereka diperlakukan dengan buruk di kapal ikan tersebut. Yakni bekerja hingga 18 sampai 30 jam, dengan istirahat yang minim.


Menurut WNI lainnya, kondisi kapal sangat buruk sehingga sejumlah rekannya meninggal akibat sakit. Dua ABK WNI lainnya, Alphata (19) dan Sepri (24), juga meninggal di atas kapal.


"Mulanya teman saya merasa kakinya kebas, lalu perlahan kakinya bengkak. Saya mengalami bengkak sampai badan dan sempat susah bernapas," kata WNI lainnya.


Ari kemudian dimakamkan di lautan kedalaman yang tidak diketahui. Janji dari beberapa pelaut yang mati seharusnya mengirim mereka pulang setelah mereka dikremasi. Kolega tidak pernah membayangkan bahwa mayat itu akan dibuang ke laut.


Padahal dalam surat pernyataan yang diteken, kapal harus merapat ke pelabuhan untuk menyerahkan jasad awak mereka yang meninggal dalam kondisi utuh atau dikremasi.


Perlakuan diskrimanisi kainnya, mayoritas pelaut Cina minum air kemasan mineral, tetapi pelaut Indonesia minum air laut dan meminumnya, dan mereka mengatakan bahwa mereka minum air dan jatuh sakit.


Pelaut B Indonesia : "Awalnya, aku tidak bisa minum air laut yang disaring dengan baik. Aku pusing. Kemudian, dahak mulai keluar dari tenggorokanku."


Selain itu, konon ia menderita kerja keras 18 jam sehari.


Menurut WNI lainnya, kondisi kapal sangat buruk sehingga sejumlah rekannya meninggal akibat sakit.


Pemilik kapal juga memaksa mereka bekerja melebihi waktu yang ditentukan.





"Terkadang saya harus berdiri selama 30 jam berturut-turut, dan baru bisa duduk istirahat ketika makanan datang setiap enam jam sekali," ujar WNI tersebut.


Belum lagi bayaran yang mereka terima tidak sesuai dengan kontrak. Yakni hanya sekitar US$120 (sekitar Rp1,8 juta) per bulan.


Menurut pengakuan WNI yang bekerja di sana, kapal tersebut seharusnya menangkap tuna. Namun, mereka juga menangkap hiu untuk diambil siripnya.











































































⚠ Peringatan Covid-19























Update kasus virus corona di tiap negara




No comments:

Post a Comment