Laman

Wednesday, 3 March 2021

Kasus Perceraian Tinggi, Ratusan Perempuan di Purwakarta Jadi Janda

Kasus Perceraian Tinggi, Ratusan Perempuan di Purwakarta Jadi Janda

Kasus Perceraian Tinggi, Ratusan Perempuan di Purwakarta Jadi Janda













Kantor Pengadilan Agama Kabupaten Purwakarta. (Foto: Gin/JabarNews).












Faktor ekonomi yang dikarenakan suami tidak menafkahi istri. Penghasilan suami lebih kecil dari istri hingga permasalahan rumah tangga yang berujung perceraian.




Purwakarta - Perceraian di Kabupaten Purwakarta masih terbilang tinggi. Pasalnya, dalam kurun waktu dua bulan terakhir terjadi peningkatan.




Pengadilan Agama Purwakarta mencatat 295 perkara perceraian yang terjadi pada Januari dan Februari 2021 ini. Ratusan perkara tersebut berasal dari kasus cerai talak dan cerai gugat.


"Pada bulan Januari 2021, ada 109 perkara perceraian yang dikabulkan, di antaranya, cerai gugat sebanyak 75 perkara dan 34 perkara Cerai talak," ucap Kepaniteraan Muda Hukum Pengadilan Agama Purwakarta, Hj. Neneng Kesih saat ditemui di Pengadilan Agama Kabupaten Purwakarta, pada hari Rabu, 03/03/2021.


Ia menambahkan, sementara pada Bulan Februari 2021, Pengadilan Agama Kabupaten Purwakarta mengabulkan 186 perkara perceraian yang terdiri dari 149 perkara cerai gugat dan 37 perkara cerai talak.


Baca juga: Puluhan Rumah di Leuwiliang Bogor Hancur Diterjang Puting Beliung.


Baca juga: Ganjil-Ganjil Genap Bogor Dihentikan Selama 2 Pekan.


"Perkara cerai gugat lebih banyak dilakukan pihak pasangan perempuan dibandingkan kasus cerai talak. Faktor yang mendominasi dari kasus gugatan tersebut disebabkan pertengkaran terus menerus dan meninggalkan salah satu pihak," ucap wanita yang akrab disapa Kesih itu.


Tak hanya itu, Ia menambahkan, faktor ekonomi yang dikarenakan suami tidak menafkahi istri. Penghasilan suami lebih kecil dari istri hingga permasalahan rumah tangga yang berujung perceraian.


"Mungkin sedikit-banyak ada korelasinya dengan pandemi Covid-19. Yang dulunya bekerja, produktif sejak pandemi jadi kurang produktif secara ekonomi, dulunya bekerja sekarang tidak, banyak di rumah, yang berdagang jualannya kurang untung karena daya beli masyarakat turun," terangnya.




Dijelaskan Kesih, dalam sidang pertama perceraian, pihaknya berkewajiban melakukan mediasi, namun memang 99 persen dilakukan mediasi. Para pasutri yang mengajukan perceraian sudah bulat ingin bercerai.


Baca juga: Rapid Tes Antigen - Issue Varian Corona disengaja untuk Pandemi bisa diperpanjang.


Baca juga: Peneliti virus corona terbunuh.


“Itu harus dan upaya dari Pengadilan Agama untuk mediasi, namun sejauh ini mereka tekadnya sudah bulat untuk bercerai sehingga sulit untuk menyatukan mereka kembali. Tapi ada juga yang mencabut perkara perceraiannya sehingga mereka rujuk kembali," tutur Kesih

No comments:

Post a Comment