Dibalik Jargon The Biggest Democracy Country ternyata ada duri dalam daging pada tatanan Masyarakat Sipil Amerika Serikat.
Pada bulan Juni 2021, Wartawan CNN Donie O'Sullivan berbicara dengan beberapa pendukung mantan Presiden Trump menjelang rapat umum pasca-presiden pertamanya pada hari Sabtu, banyak dari mereka mengatakan kepadanya bahwa mereka sepenuhnya mengharapkan maestro real estat untuk dipulihkan sebelum akhir musim panas dan memperingatkan potensi kekerasan politik di Amerika jika dia tidak.
"Dia tidak kalah, saya tahu dia tidak kalah," kata seorang wanita kepada O'Sullivan, menunjukkan bahwa dia percaya klaim tidak berdasar yang dibuat oleh Trump dan Partai Republik lainnya bahwa penipuan pemilih yang meluas menyebabkan pemilihan yang tidak adil yang menguntungkan Presiden Biden.
Banyak pendukung yang berkumpul untuk rapat umum hari Sabtu di Wellington, Ohio, mengenakan memorabilia dan membawa spanduk dengan slogan-slogan seperti "Trump menang" dan "Biden menyebalkan" dipajang di atasnya.
Sekelompok pendukung Trump ketiga menunjukkan sebelum rapat umum bahwa satu-satunya pesan yang mereka harapkan untuk didengar dari mantan presiden adalah bahwa "dia akan kembali".
Trump dilaporkan telah menekan sekutu di media konservatif dan orang kepercayaan lainnya untuk mendorong klaimnya bahwa pemilihan itu dicuri dan menyarankan dia akan dipulihkan segera setelah Agustus. Tidak ada mekanisme yang memungkinkan pemulihan seperti itu terjadi.
"Dia akan segera kembali, dan kalian akan turun," kata seorang pendukung Trump di Wellington bernama Ron kepada O'Sullivan, yang memicu tawa dari orang lain dalam kelompoknya. "Militer sudah tahu itu penipuan. Dia menang lebih dari 80 persen."
Hari Senin, 27/12/2021, mencuat kembali kekhawatiran, bahwa Amerika Serikat (AS) mendekati perang saudara. Hal ini disampaikan langsung oleh anggota Satuan Tugas Ketidakstabilan Politik CIA, Barbara F Walter.
Dalam bukunya berjudul How Civil Wars Start yang akan dirilis pada Januari mendatang, Barbara mengatakan bahwa perpecahan ini semakin dalam terjadi pasca pilpres 2020 lalu. Ia menyebut ketidakterimaan Donald Trump akan kekalahannya telah meruncingkan polarisasi di Negeri Paman Sam.
"Dan apa yang akan Anda temukan adalah bahwa AS, sebuah demokrasi yang didirikan lebih dari dua abad yang lalu, telah memasuki wilayah yang sangat berbahaya," ujar Profesor Politik Universitas California itu dikutip Guardians, hari Kamis, 23/12/2021.
"AS lebih dekat dengan perang saudara daripada yang ingin kita percayai."
Barbara juga menyebut secara detail bahwa saat ini AS telah melewati tahap "pra-pemberontakan" dan saat ini mungkin telah masuk dalam "konflik terbuka". Ini ditandai oleh kerusuhan di gedung parlemen The Capitol pada Januari lalu.
Lebih lanjut, Barbara juga menjabarkan Pandemi Covid-19 telah membawa beberapa kelompok masyarakat yang rata-rata konservatif semakin anti terhadap pemerintah. Mereka bahkan melakukan perlawanan terhadap kebijakan pandemi yang diluncurkan Presiden Joe Biden.
"Tidak ada yang mau percaya bahwa demokrasi yang mereka cintai sedang menurun, atau menuju perang," ujarnya lagi.
Pada saat yang sama, tiga pensiunan jenderal menulis di Washington Post bahwa pemilihan presiden AS di 2024 mendatang akan memiliki dampak yang sangat berbahaya. Bila kubu Donald Trump, yang gagal dimakzulkan, dapat maju menjadi kandidat kembali, potensi konflik berdarah sangat mungkin terjadi.
"Kami semakin khawatir tentang akibat dari pemilihan presiden 2024 dan potensi kekacauan mematikan di dalam militer kita," tulis tiga jenderal itu.
Pemilu Presiden AS dilakukan November 2020 lalu. Trump sendiri kalah dari Biden di baik pemilihan suara warga maupun elektoral.
No comments:
Post a Comment