Laman

Saturday 5 November 2022

Anaknya Masuk Sekolah Gratis tapi Ditagih Rp 37 Juta saat Keluar, Orang Tua di Tasikmalaya Minta Perlindungan KPAID

Anaknya Masuk Sekolah Gratis tapi Ditagih Rp 37 Juta saat Keluar, Orang Tua di Tasikmalaya Minta Perlindungan KPAID

Anaknya Masuk Sekolah Gratis tapi Ditagih Rp 37 Juta saat Keluar, Orang Tua di Tasikmalaya Minta Perlindungan KPAID


Rizki Siti Nuraisyah saat mendatangi kantor Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAID) Kabupaten Tasikmalaya, hari Jumat, 04/11/2022. (Foto: Apip/HR Online)






Sebuah yayasan pendidikan di Bandung meminta orang tua siswa yang anaknya keluar dari sekolah sebelum lulus untuk membayar denda sebesar Rp 37 juta.







Orang tua yang diminta untuk membayar denda puluhan juta itu adalah Rizki Siti Nuraisyah yang merupakan Warga Desa Rajapolah, Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya.


Rizki kemudian meminta bantuan pada Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAID) Kabupaten Tasikmalaya agar mereka bisa menjembatani komunikasi dengan pihak yayasan di Bandung.


Permasalahan ini bermula saat rizki mendapat informasi dari tetangganya bahwa ada sekolah gratis milik satu yayasan di Bandung. Ia kemudian memasukan anaknya ke sekolah gratis itu.


“Bilangnya sih gratis. Cuma jika keluar sekolah sebelum tamat belajar, maka akan ada denda. Cuma tidak bilang berapa besaran denda tersebut,” tuturnya, Jumat, 04/11/2022.







Sebelum keluar, ia mengatakan bahwa anaknya sudah 2 tahun sekolah di yayasan yang berada di Bandung tersebut.


Namun karena tidak betah mondok atau sekolah tersebut, membuat anaknya itu sampai sudah 3 kali kabur dari yayasan.


“Ya mungkin anak saya sudah tidak betah dan tidak mau mondok lagi. Bahkan terakhir kemarin kabur dari pondok untuk yang ketiga kalinya dan ketemu. Karena ada yang ngasih kabar, anak saya berada di rumah salah seorang warga,” katanya.


Mengetahui hal tersebut, Rizki pun langsung membawa pulang anaknya ke Tasikmalaya. Sebab menurutnya, jika dipaksa untuk kembali ke pondok tersebut, yang ia takutkan akan kabur lagi.







“Jadi tidak memaksa anak saya untuk tetap bertahan di pondok pesantren tersebut. Saya ingin anak saya tetap sekolah, tetapi di Tasikmalaya,” ucapnya.


Akan tetapi, sambungnya, saat akan keluar dari sekolah tersebut, pihak yayasan mengirim surat denda.


Rizki mengatakan, bahwa dalam surat tersebut, ia harus membayar denda dengan total sebesar Rp 37 juta. Rinciannya, Rp 50 ribu per hari selama 2 tahun atau dari pertama mondok.


Namun, saat ini yang ia fokuskan atau pikirkan adalah bukan membayar denda, melainkan anaknya bisa sekolah kembali di Tasikmalaya.







“Karena kasihan, karena setahun lagi mau ke SMP. Ya mudah-mudahan sekarang bisa masuk ke sekolah yang ada di Tasikmalaya,” ucapnya.


“Untuk itu, tujuan saya datang ke KPAID yaitu meminta tolong agar anak saya bisa sekolah kembali di Tasikmalaya. Soalnya untuk masa depan anak,” pungkasnya.


Sementara itu, Ketua KPAID Kabupaten Tasikmalaya, Ato Rinanto mengatakan, bahwa kedatangan Rizki ke kantornya itu, adalah untuk meminta bantuan.


Adapun permintaan bantuan yang pertama yaitu minta dikomunikasikan dengan pihak yayasan sekolah yang ada di Bandung tersebut.


“Dan yang kedua minta keringanan sanksi atau denda administratif sejumlah Rp 37 juta lebih kepada pihak yayasan,” singkatnya.


HR Online--jejaring Suara.com pun menghubungi pihak yayasan yang ada di Bandung tersebut, untuk mengkonfirmasi terkait orang tua siswa harus bayar Rp 37 juta karena anaknya keluar sekolah.







Akan tetapi, pihak yayasan yang dihubungi sampai berita ini tayang belum bisa menjelaskan.


“Mohon maaf kang, saya lagi nyetir dulu,” katanya sambil mengakhiri teleponnya.

No comments:

Post a Comment