Laman

Wednesday, 8 March 2023

Perjuangan siswa Dusun Sarah Raja demi menimba ilmu di sekolah

Perjuangan siswa Dusun Sarah Raja demi menimba ilmu di sekolah

Perjuangan siswa Dusun Sarah Raja demi menimba ilmu di sekolah














Ridho dan teman-temannya masih bocah terpaksa menelan rasa takut naik perahu menyeberangi sungai besar agar bisa bersekolah. Sementara bidan Ayu harus melayani pasien di lantai Polindes lantaran tidak ada kursi.





Tidak semua anak-anak mempunyai kemudahan untuk mengakses pendidikan, terutama bagi mereka yang tinggal wilayah terpencil, seperti anak-anak di Dusun Sarah Raja, Desa Lubok Pusaka, Kecamatan Langkahan, Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh. Ada satu syarat untuk mereka diizinkan bersekolah, yaitu mereka wajib pandai berenang! Mengapa? Karena perjalanan menuju sekolah cukup berbahaya bagi seumur mereka, siswa harus melalui sungai yang besar dan deras.







Di Dusun Sarah Raja, Desa Lubok Pusaka, Kecamatan Langkahan, Kabupaten Aceh Utara, tidak ada Sekolah Dasar (SD). Anak-anak warga dusun terpencil itu naik perahu untuk belajar di SD Dusun Sarah Gala, Gampong Sah Raja, Kecamatan Pante Bidari, Kabupaten Aceh Timur. Mereka calon penerus masa depan bangsa yang belum mendapatkan akses pendidikan layak dan mudah. Bocah-bocah tersebut harus berjuang keras, susah payah, dan berisiko besar untuk dapat mengenyam pendidikan dasar.


Sarah Raja terletak di perbatasan Aceh Utara dengan Aceh Timur dalam kawasan hutan belantara. Sebagian masyarakat dusun itu sehari-hari berkebun untuk menyambung hidup.


Menuju Sarah Raja harus menggunakan perahu menyeberangi Krueng (Sungai) Arakundo dari Dusun Bidari, Desa Lubok Pusaka, dengan waktu tempuh lebih satu jam.


Pada hari Rabu, 01 Februari 2023, siang, portalsatu.com dan seorang jurnalis lainnya berangkat dari Lhoksukon, Ibu Kota Aceh Utara, melewati jalan Kecamatan Cot Girek ke Lubok Pusaka, berjarak sekitar 30 kilometer.


Tiba di Dusun Bidari, di bibir Krueng Arakundo, tampak Camat Langkahan, Ramli Jazuli, Keuchik (Kepala Desa) Lubok Pusaka, Sulaiman S., Ketua Tuha Peut Lubok Pusaka, Abdul Wahab, Imum Mukim Rampah Langkahan, Janni, dan sejumlah personel Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) III Wilayah Aceh dan Badan Kesatuan Pengelolaan Hutan (BKPH) Uring.


Ridho dan empat bocah SD lainnya bersama Durani dan ibu salah satu anak sekolah itu naik perahu dari Alue Sepoy Dusun Sarah Raja, Langkahan, Aceh Utara, untuk mengarungi Sungai Arakundo ke Sekolah Dasar di Sarah Gala, Aceh Timur, Kamis, 2 Februari 2023. Foto: portalsatu.com/Fazil



Mereka sudah menyiapkan satu perahu panjang 15 meter dan lebar lebar 1,5 meter. Rombongan 17 orang satu persatu meloncat ke dalam perahu untuk mengarungi sungai menuju Sarah Raja. Camat Langkahan dan Mukim Rampah tidak ikut bersama tim tersebut.


Berangkat dari Dusun Bidari sekitar pukul 16.20 WIB. Sepanjang perjalanan menjelajahi sungai tampak pemandangan alam asri. Terlihat pula aktivitas warga berkebun. Sejumlah warga mengangkut tandan buah segar (TBS) kelapa sawit menggunakan sampan yang dipasang jaring di kanan-kiri agar tidak tercebur ke dalam sungai besar itu. Ada juga warga naik perahu membawa pulang bahan kebutuhan pokok–yang dibeli dari pasar Lubok Pusaka–ke rumahnya di Sarah Raja.


Setelah mengarungi Krueng Arakundo, untuk sampai ke Sarah Raja harus melewati anak sungai Alue Sepoy sekitar 1 kilometer. Perahu ditumpangi rombongan tadi menepi di sungai mungil tersebut, sekitar pukul 17.40 WIB. Rombongan itu disambut Kepala Dusun Sarah Raja, Zulkifli, yang kemudian mengajak mereka ke sebuah balai untuk beristirahat hingga bermalam di sana.


Kedatangan tim KPH III Wilayah Aceh dan BKPH Uring ke kawasan hutan tersebut untuk mengecek lokasi yang akan diusulkan Camat Langkahan melalui Pemkab Aceh Utara kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan agar menjadi wilayah Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA).


Sebelum tidur, sebagian anggota tim itu menyeruput kopi bersama warga di kios kecil. Siulan burung dari hutan memecah kesunyian malam yang menyelimuti Sarah Raja.







“Di Sarah Raja ini sudah ada orang tempati sejak sebelum Indonesia merdeka. Pada masa itu bukan Dusun Sarah Raja namanya, tapi Desa Ketok. Namun, seiring berjalannya waktu ada perubahan nama menjadi Dusun Serah Raja pada tahun 1953, bukan Sarah Raja. Tetapi karena sejak zaman dulu masyarakat di sini lebih familiar menyebut Sarah Raja, sehingga sampai sekarang lebih dikenal dengan sebutan itu. Sedangkan Ketok saat ini juga jadi dusun di Gampong Lubok Pusaka. Tapi, di Dusun Ketok banyak warga yang sudah pindah ke kawasan lain ketika masa konflik Aceh. Kalau tidak salah saya sekarang hanya tiga rumah ditempati warga di Ketok,” kata Razali, pemandu tim, kepada portalsatu.com, saat berbincang malam itu.


Malam semakin larut. Di luar rumah kian gelap. Teramat gelap.


Pada hari Kamis pagi, 02 Februari 2023. portalsatu.com melihat lima anak–tiga di antaranya perempuan–keluar dari rumahnya di Sarah Raja. Mereka akan menumpang perahu mengarungi Alue Sepoy dan Sungai Arakundo ke Sekolah Dasar di Sarah Gala lantaran di Sarah Raja tidak ada SD.


Empat dari lima anak tersebut memakai seragam SD. Satu anak, Ridho, mengenakan kaos dilengkapi penutup kepala warna abu-abu, celana pendek hitam, dan membawa tas sekolah.


“Saya pakai baju sekolah nanti di seberang saja. Kalau saya pakai sekarang nanti cepat kotor saat naik perahu,” ujar Ridho.


Ridho mengaku tidak takut naik perahu karena sudah terbiasa. “Malah senang, karena bisa sekolah,” ucapnya. “Tapi, bagusnya ada sekolah di sini (Sarah Raja),” kata bocah kelas satu SD itu.


Pukul 07.40 WIB, lima murid SD itu bersama seorang juragan perahu dan salah satu orang tua siswa tersebut berjalan melewati kebun cokelat ke lokasi perahu di tepi Alue Sepoy. Sebelum meloncat ke dalam perahu, anak-anak itu melepas sepatunya lantaran pinggir sungai berlumpur. Pukul 07.48 WIB, mereka berangkat ke sekolah menggunakan perahu.


“Ridho, tolong ambil kayu itu untuk mendorong perahu. Kakek mau hidupkan mesin perahu dulu,” ucap Durani (53 tahun), juragan perahu tersebut.


Anak-anak Sarah Raja harus mengarungi Sungai Arakundo sekitar 1 Km menggunakan perahu agar bisa sekolah, karena tidak ada jalan dan jembatan penghubung ke Sarah Gala. Setelah menyeberangi sungai, bocah-bocah tersebut harus berjalan kaki sejauh 800 meter baru tiba di SD Negeri Sarah Gala.


Saban hari sekolah, Durani mengantar anak-anak Sarah Raja ke Sarah Gala. Dia dengan sabar menunggu para bocah itu pulang sekolah pukul 11.00 WIB untuk dibawa kembali menggunakan perahu ke Sarah Raja.








“Beginilah kondisi kami di sini. Anak-anak setiap pagi bersekolah harus menyeberangi sungai. Menggunakan perahu itu harus bayar Rp200 ribu perbulan dari masing-masing orang tua siswa. Kami bayar kepada orang yang mengantarkan anak-anak ke Sarah Gala sebagai pengganti bahan bakar minyak perahu. Saat ini tinggal lima lagi anak-anak Sarah Raja yang sekolah (di SD Sarah Gala). Yang lainnya sudah pindah ke Lhoksukon atau tempat lain,” ujar Srimurni, warga Sarah Raja, Kamis (2/2).


Ibu lima anak tersebut menyebut tidak ada akses lain bagi warga Sarah Raja ke luar dari dusun itu selain menggunakan perahu melintasi Sungai Arakundo. Warga yang ingin berbelanja kebutuhan pokok juga menyeberangi sungai ke Sarah Gala, atau ke Ibu Kota Kecamatan Langkahan.


Masyarakat setempat membutuhkan akses jalan dan jembatan yang layak penghubung Sarah Raja dengan Sarah Gala, dan juga ke pusat Desa Lubok Pusaka. Infrastruktur tersebut paling utama dibutuhkan masyarakat.


[Foto: portalsatu.com/Fazil]



“Memang sudah dibuka lahan untuk jalan dari Sarah Raja ke Lubok Pusaka, tapi masih tanah dasar, belum ada pengerasan, sehingga tidak bisa dimanfaatkan warga. Apalagi perlu jembatan juga untuk melewati anak sungai Alue Sepoy Sarah Raja sebagai penghubung ke jalan tersebut. Jika tidak ada infrastruktur itu sama saja tidak bisa akses,” ujar Srimurni.


Kepala Dusun Sarah Raja, Zulkifli, juga menyebut akses jalan yang sedang dibuka dari Sarah Raja ke pusat Desa Lubok Pusaka belum memungkinkan dilintasi warga. “Belum ada pengerasan, ketika hujan tanah dasar itu berlumpur, sehingga tidak bisa dimanfaatkan secara normal,” ungkapnya.


Dia menyebut jumlah penduduk Sarah Raja sebanyak 46 KK atau 250 jiwa. “Tapi, banyak warga yang sudah pindah keluar, karena di sini tidak ada akses jalan, dan fasilitas umum lainnya juga tidak memadai,” ucap Zulkifli.


Zulkifli berharap adanya akses yang singkat dan cepat, baik jalan ke pusat Desa Lubok Pusaka maupun jembatan penghubung Sarah Raja dengan Sarah Gala.


Keuchik Gampong Lubok Pusaka, Sulaiman S., mengatakan kebutuhan sangat mendesak di Dusun Sarah Raja jembatan penghubung ke Sarah Gala. Menurut dia, pada pertengahan tahun 2022, kontraktor membangun fondasi jembatan gantung bersumber dari APBN.







“Pertama dibangun fondasi dasar pada Juni 2022, setelah itu terhenti dua bulan, dan pada Oktober 2022 mereka lanjutkan lagi pekerjaan. Namun, sampai sekarang (Februari 2023) belum rampung jembatan gantung itu. Kita tidak tahu faktor apa kendalanya. Saya juga tidak ingat lagi nama perusahaan rekanan itu. Jika tidak salah itu (proyek jembatan gantung) dana aspirasi salah seorang anggota DPR RI asal Aceh,” tutur Sulaiman.


Sulaiman berharap pemerintah segera menyelesaikan pembangunan jembatan tersebut agar anak-anak Sarah Raja tidak lagi naik perahu ke SD Sarah Gala. “Sangat sedih melihat anak-anak SD setiap hari harus naik perahu menyeberangi sungai besar untuk pergi ke sekolah. Masyarakat Sarah Raja yang ingin berbelanja dan salat Jumat juga harus lewat sungai ke Sarah Gala,” ungkap Sulaiman diamini Ketua Tuha Peut Lubok Pusaka, Abdul Wahab.


“Jika pemerintah tidak membangun jembatan gantung itu sampai selesai, anak-anak Sarah Raja tetap harus menggunakan perahu ke sekolah di Sarah Gala, walaupun itu sangat rawan,” ucap Zulkifli.


Zulkifli dan Srimurni berharap pula pemerintah membangun SD di Sarah Raja, meskipun anak-anak dusun itu yang sekolah jumlahnya tak ramai.


“Bagi anak-anak Sarah Raja yang melanjutkan Sekolah Menengah Pertama harus ke Ibu Kota Langkahan, atau tempat lainnya, karena tidak ada sarana pendidikan di sini,” kata Zulkifli.


Di Sarah Raja ada Pondok Bersalin Desa (Polindes), satu-satunya fasilitas kesehatan bagi masyarakat. Di Polindes itu ditempatkan seorang bidan berstatus honorer.


“Untuk pelayanan kesehatan masyarakat saat ini, Alhamdulillah, ada satu orang yang tinggal di Polindes Sarah Raja. Jika ada ibu melahirkan sudah ada yang menangani. Ini berkat kerja keras Pak Keuchik dalam menempatkan tenaga kesehatan tersebut. Tapi, Polindes ini belum lengkap peralatannya, sehingga terkendala juga. Beberapa tahun sebelumnya, ketika ada ibu-ibu melahirkan terpaksa kita larikan ke Puskesmas Langkahan menggunakan sampan dengan risiko cukup tinggi,” ungkap Zulkifli.


Menurut Srimurni, bidan bertugas di Polindes itu hanya bisa melayani warga yang sakit ringan, seperti demam. “Apabila ibu bidan itu tidak mampu menangani jika ada warga yang sakit berat, harus dibawa ke Puskesmas Langkahan atau rumah sakit, juga naik perahu dengan jarak tempuh yang jauh,” ujarnya.


Bidan Ayu Sandi, Amd.Keb., bertugas di Polindes Sarah Raja sejak September 2022. Kendala selama ini, kata dia, jika ada pasien sakit berat butuh penanganan cepat untuk dirujuk ke Puskesmas Langkahan tidak ada akses jalan yang layak.


“Kalau melalui sungai terkadang tidak selalu ada boat (perahu) yang standby, apalagi saat dibutuhkan mendadak untuk ke Langkahan, jarak tempuh pun sangat jauh. Belum lagi jika musim hujan,” ungkap Ayu.


Kendala lainnnya, Polindes Sarah Raja belum memiliki kursi, meja, tempat tidur pasien, dan timbangan badan pasien. “Selama ini kalau ada pasien, kami duduk di lantai, karena tidak ada kursi,” ucap Ayu.


No comments:

Post a Comment