Laman

Wednesday, 12 July 2023

RUU Kesehatan disahkan Nakes Siap Mogok Kerja

RUU Kesehatan disahkan Nakes Siap Mogok Kerja

RUU Kesehatan disahkan Nakes Siap Mogok Kerja




Sejumlah organisasi profesi tenaga kesehatan menggelar aksi demonstrasi di depan gedung DPR dan mendesak pembatalan pengesahan RUU Kesehatan Omnibus Law.






Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan telah disahkan menjadi undang-undang (UU) Kesehatan melalui Rapat paripurna DPR RI masa persidangan V Tahun sidang 2022-2023 pada hari ini hari Selasa, 11/07/2023.







Pengesahan Omnibus Law UU Kesehatan dilakukan dalam Rapat Paripurna (Rapur) Masa Persidangan V Tahun Sidang 2022-2023 yang digelar di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, hari Selasa, 11/07/2023. Rapat Paripurna dipimpin langsung oleh Ketua DPR RI Puan Maharani.


Rapat Paripurna pun dihadiri oleh Wakil Ketua DPR Lodewijk F Paulus dan Rachmat Gobel. Dalam rapat tersebut, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin dan sejumlah menteri juga turut hadir.


Pengesahan RUU Kesehatan menjadi UU diawali dengan pembacaan laporan hasil pembicaraan tingkat I atas RUU Kesehatan. Laporan tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi IX DPR sekaligus Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Kesehatan, Emanuel Melkiades Laka Lena.



Nakes Siap Mogok Kerja



Ratusan tenaga kesehatan (nakes) berunjuk rasa di depan gedung DPR/MPR RI, Jakarta Pusat, hari Selasa, 11/07/2023, menolak pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna DPR RI siang ini.


Ratusan tenaga kesehatan yang tergabung dalam sejumlah organisasi profesi ini kembali menyatakan rencana mogok kerja seandainya undang-undang itu disahkan.


Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadhillah menyebut pihaknya sudah berkoordinasi untuk itu.


"PPNI sudah rapat kerja nasional di tanggal 9-11 Juni yang lalu di Ambon. Sudah menyepakati salah satu opsinya adalah mogok nasional," kata Harif kepada wartawan.


PPNI disebut bakal berkoordinasi dengan organisasi profesi tenaga kerja kesehatan lainnya, seperti Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB-IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI).


Organisasi-organisasi itu memang turut menolak keras RUU Kesehatan sejak awal.


Namun demikian, Harif menyebut bahwa aksi mogok kerja nasional itu tak akan diikuti oleh nakes yang berperan krusial.


"Kami sudah sepakati mogok kerja itu, kecuali di tempat-tempat yang critical, seperti ICU, Gawat Darurat, kamar bedah, untuk anak-anak yang emergency itu tidak kita lakukan," tutur Harif.


Omnibus law Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan rencananya akan disahkan menjadi Undang-undang (UU) dalam rapat paripurna hari ini, hari Selasa, 11/07/2023.


Sesuai surat undangan kepada para anggota Dewan bernomor B/288/PW.11.01/7/2023, rapat tersebut terjadwal pukul 12.30 WIB.


Kendati tinggal hitungan jam, sejumlah pihak menganggap pengesahan RUU Kesehatan terkesan terburu-buru, mengingat RUU inisiatif DPR RI ini baru saja dibahas pada tahun lalu.


Pemetaan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) oleh kementerian teknis terkait, yaitu Kementerian Kesehatan (Kemenkes), baru terjadi pada Februari hingga April 2023.



Fraksi Demokrat dan PKS menolak pengesahan RUU Kesehatan?



Anggota Fraksi Partai Demokrat, Dede Yusuf, mengatakan pihaknya keberatan dengan dihapusnya ketentuan mandaroty spending atau ketentuan minimal anggaran kesehatan sebesar 5%.


Menurut Demokrat, hal itu menunjukkan kurang komitmennya pemerintah pada persoalan kesehatan di Indonesia.


Padahal mandatory spending, menurutnya, sangat diperlukan untuk terpenuhinya pelayanan kesehatan dan tercapainya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dalam RPJMN 2022-2024 menjadi 75,45%.


"Demokrat komitmen perjuangkan anggaran kesehatan, kebijakan pro kesehatan minimal 5 persen di APBN, hendaknya bisa ditingkatkan jumlahnya. Namun tidak disetujui dan pemerintah memilih menghapus," tutur Dede Yusuf di ruang sidang Rapat Paripurna DPR.


Isu lain yang menjadi perhatian Demokrat, sambung Dede Yusuf, yakni dibukanya keran 'impor' dokter.


Kata dia, partainya mendukung kemajuan praktik kedokteran dan kehadiran dokter asing tapi harus mengedepankan seluruh dokter Indonesia lulusan dalam negeri dan luar negeri agar diberikan pengakuan yang layak.


Merujuk pada masih adanya persoalan di UU Kesehatan, Demokrat menilai proses penyusunan RUU ini cenderung tergesa-gesa.


Senada dengan Demokrat, anggota fraksi PKS, Netty Prasetiyani, menjelaskan proses penyusunan UU Kesehatan bisa menjadi preseden kurang baik dalam legislasi ke depan.


Pasalnya pembahasan beleid ini dilakukan tergesa-gesa yang mengakibatkan tidak tercapainya meaningful participation.


Catatan lainnya, ujar Netty, adalah ditiadakannya pengaturan alokasi anggaran 5% dalam UU Kesehatan yang mana hal itu "merupakan sebuah kemunduran dari upaya menjaga kesejahatan masyarakat Indonesia".


"Bagi PKS bahwa mandatory spending penting untuk kesediaan pembiayaan kesehatan yang berkesinambungan. Dengan adanya alokasi, jaminan anggaran kesehatan bisa teralokasi secara adil," tegas Netty.


"Karena itu PKS memandang mandatory spending adalah ruh dan bagian terpenting di UU Kesehatan."



Tanggapan Dokter Tifa





Menanggapi pengesahan RUU Kesehatan menjadi UU kesehatan, Dokter Tifa alias Alias Tifauzia Tyassuma mengaku tak ingin berbicaralah jauh soal pengesahan ini.


”Ketika 22 Desember 2020, Presiden secara sewenang-wenang memecat Dr Terawan, dan menggantikannya dengan orang ini, seorang Bankir. Apa pendapat kalian? Kalian tertawa-tawa kan, mencemooh dan melecehkan Dr Terawan,” kata Dokter Tifa dalam unggahannya di Twitter, Rabu, (12/7/2023

































































































No comments:

Post a Comment