Laman

Sunday, 17 December 2023

Hadiri Wisuda UNP, Mahfud Ingatkan 84% Koruptor Lulusan Perguruan Tinggi

Hadiri Wisuda UNP, Mahfud Ingatkan 84% Koruptor Lulusan Perguruan Tinggi

Hadiri Wisuda UNP, Mahfud Ingatkan 84% Koruptor Lulusan Perguruan Tinggi





Menko Polhukam Mahfud Md memberikan orasi pada wisuda Universitas Negeri Padang (UNP) (Foto: Rizky Adha/detikcom)






Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md menghadiri Wisuda periode ke-133 Universitas Negeri Padang (UNP), Kota Padang, Sumatra Barat (Sumbar). Dia memberi orasi ilmiah dalam acara tersebut.







"Pertama, saya mengucapkan selamat kepada para wisudawan dan wisudawati hari ini, selamat telah lulus dari UNP dan wisuda hari ini untuk wisuda yang ke-133," kata Mahfud membuka orasinya yang digelar di Auditorium UNP, hari Minggu, 17/12/2023. Dalam kesempatan itu, Mahfud menyampaikan dua hal kepada para wisudawan. Pertama menurutnya setelah lulus kuliah, ada sebuah laboratorium bernama laboratorium kehidupan yang sesungguhnya.


"Saudara kuliah di sini beberapa tahun punya laboratorium teknik, laboratorium bahasa, laboratorium apalagi, banyak lah laboratorium. Kalau saudara nggak lulus, ya bisa ngulang lagi, ndak lulus lagi ngulang lagi," ungkapnya.


"Saudara, kalau laboratorium kehidupan masyarakat hati-hati, karena kemungkinan ketika anda gagal, akan gagal selamanya. Kalau di laboratorium sini, kampus, maka saudara bisa diulang-ulang, belajar lagi, panggil dosennya, Pak saya belum lulus ini. (tapi) kalau di masyarakat begitu salah, apalagi kalau salahnya fatal, itu akan sulit memperbaiki. Oleh sebab itu, hati-hati saudara melangkah dari kampus ini pada hari ini," sambungnya.


Pesannya yang kedua yaitu bahwa menurutnya, sarjana itu merupakan tanda keahlian di suatu bidang keilmuan. Namun, lanjutnya, menjadi sarjana belum tentu menjadi intelektual.


"Sarjana itu belum tentu intelektual. Dulu Bung Hatta tokoh dari sini yang sangat terkenal, pernah berbicara tentang tanggung jawab kaum intelejensia, di mana di situ mengatakan sarjana itu belum tentu intelek. Kenapa? Sarjana itu hanya keahlian formal, sedangkan intelektualitas itu adalah kemuliaan moral. Jadi, saudara, yang saya katakan tadi saudara akan hidup di tengah masyarakat akan berhasil manakala saudara menjadikan diri sebagai intelek, bukan hanya sebagai sarjana," ungkapnya.


Menurutnya, keahlian sarjana bisa digunakan sebagai pedoman keahlian teknis di bidangnya masing-masing. Namun tidak jarang, kesarjanaan itu bisa digunakan sebagai alat menipu.


"Misalnya saya yang orang hukum, maka banyak profesor hukum, doktor, pengacara, hakim, dan jaksa masuk penjara karena apa, karena dia menggunakan pasal-pasal dengan keahliannya untuk menipu orang. Jadi pasal-pasal hukum itu bisa diperjualbelikan berapa Anda mau. Tapi kalau Anda menjadi seorang intelektual, maka yang bertumpu di hati ini adalah moral. Karena kebenaran bukan ditentukan oleh bunyi pasal-pasal, tapi sebenarnya oleh bisikan hati nurani yang berlandaskan pada moral," jelasnya.


Mahfud kemudian mengatakan bahwa dalam UUD 1945, alinea keempat menyebut bahwa mencerdaskan kehidupan bangsa, bukan hanya mencerdaskan otak manusia dan warga negara.


"Mencerdaskan kehidupan itu artinya mencerdaskan otak dan memuliakan watak, sehingga muncul sikap-sikap intelejensia, intelektual, di dalam kehidupan bangsa dan bernegara. Jadi banggakan ijazah saudara hari ini, tapi landasi dia dengan sikap moral," tuturnya.


Mahfud mengingatkan bahwa dalam Pasal 31 UUD 1945, dikatakan bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi dikembangkan berdasar iman, takwa, dan akhlak.


"Yang menyatakan pengembangan ilmu pengetahuan pendidikan diselenggarakan untuk memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi. Jadi iman, ilmu, akhlak, iptek. Ini yang ada di UUD kita sekarang. Kadang kala banyak orang hanya berpikir ipteknya, tidak memikirkan imtaknya," sebutnya.


Mahfud lalu menyampaikan sebuah data terkait korupsi di Indonesia. Dia mengatakan bahwa 84 persen koruptor merupakan lulusan perguruan tinggi.


"Sehingga apa yang terjadi? Misalnya saudara jangan kaget bila saya katakan lagi, jumlah koruptor di Indonesia itu 84 persen adalah lulusan perguruan tinggi, ini menurut data KPK. Tapi jangan dibalik, 84 lulusan perguruan tinggi itu koruptor, enggak," jelasnya.


"Berapa jumlah koruptor? 1.250 lah kira-kira yang saat ini ditangkap dan diadili, 1.300 mungkin sekarang, karena itu data akhir tahun lalu. 84 persen dari 1.300 itu yan kira-kira 900 orang itu adalah sarjana," sambung dia.


Namun menurut dia, perguruan tinggi tidaklah gagal. Sebab dari lulusan perguruan tinggi sebanyak sekitar 17,6 juta, hanya 900 orang yang menjadi koruptor.


"Artinya perguruan tinggi itu masih baik. Bahwa ingin saya katakan bahwa koruptor itu 84 persen lulusan perguruan tinggi. artinya apa? itu tadi, hanya mungkin pintar otaknya, tapi tumpul wataknya. Coba yang di penjara-penjara itu apa? Profesor, doktor, banyak, pengacara, hakim, jaksa, masuk di situ karena korupsi, pemerasan, dan sebagainya. Di situ dia punya intelektualitas yang tidak seimbang karena yang ada pada dia hanya kecerdasan otaknya, bukan kemuliaan wataknya," ungkapnya.

No comments:

Post a Comment