Laman

Tuesday, 25 February 2014

Spionase

Spionase
"...The hiden has followed you.. orang yang selalu bersamamu...like shadow in a convex lens "

Ya, bukankah begitu mister Snowden?
 if I'm wrong, dont laugh  out loud ..hehe..

Ramainya berita penyadapan akhir  - akhir ini tidak terlepas peranan Edward Snowden yang memutuskan keluar dan lari untuk mencari tempat perlindungan.  Rusia lawan sepadan USA, jadi tempat ideal untuk berlindung, kemudian mengambil corong toa untuk membocorkan semua yang ia ketahui ke senjuru bumi yang membahana berputar - putar di langit.


Seperti biasa ada pro kontra, itu biasa. Namun satu hal, ini membuka tabir dari fakta yang selama ini telah menjadi data yang tidak ada pembuktiannya, sebaliknya begitu dengan laporan Snowden, bisa menjadi issue jika ia tidak melampirkan datanya. Namun dunia seharusnya berterima kasih pada Edwar Snowden, karena bocorannya setidaknya telah membuat melek dunia (tercermin sikapnya terperanjat ketika mendengar kabar itu), bahwa, technology informatika,  technology cyber, technology perekam bicara, technology maping dan pesawat tanpa awak, sebelum itu menjadi konsumsi masal, telah menjadi bagian dari  alat intelejen. Ketika alat intelejen mulai menggunakan technology baru, maka technology lama diproduksi masal/ bebas digunakan, sayangnya hal penjelasan itu tidak disadari. Sebaliknya yang paling disadari adalah mereka telah disadap, sebatas itu. Dan dalam ruang batasannya, mencuat ledakan sakit hati dan dongkol, yang ditunjukan dengan gesture marah, geram kemudian mencari antinya, laku lagi nih barang (penjual anti sadap), hehe.

Sikap seperti itu contoh sederhananya seperti di negara Indonesia, ketika begitu  mendengar informasi dari Edward Snowden kalau Indonesia disadap lihat saja seperti kebakaran jenggot,, sampai - sampai para tukang duduk  di senayan pun tidak mau ketinggalan, bahkan sampai tercetus mau bertandang ke snowden. mau datang apa cari - cari kesempatan ngutak - ngutik duit apbn buat plesiran (plesure)?..cetusan semodel ini cetusan  para oppotunis bukan cetusan seorang abdi negara.

Dan sikap yang berlebihan yang ditunjukan SBY ketika setelah tahu Australia melakukan penyadapan, ujungnya berakhir dengan tangan menampar muka sendiri. Lihat saja walaupun surat balsan  PM Australia ke SBY  tidak dibeberkan  ke publik, minimal tidak sikap apa - apa terhadap surat yang dilayangkan PM Australia itu. Karena apa pun isi balasan harus ada sikap yang diambil, ini tidak. apa bukan gamang? seperti menentukan sikap pada anak yang disayang dan dimanja tapi nakal, ketahuan nyolong ( mencuri), sikap yang diambilpun pasti setengah jadi ( hati ). Terus apa mau dibawa ke Undang - Undang pencemaran nama baik? UU ini saja ( pencemaran nama baik) sudah bertolak belakang dengan dasar negara ( Pancasila), bagaimana bisa dijangkau untuk lintas negara. oooh, Undang - Undang IT  barangkali? apalagi ini, kelanjutan dari UU pencemaran nama baik. Undang - undang yang tidak membuat bangsa Indonesia pintar. Karena mereka kerjanya membikin pager, cermin buat memantas diri (bukan untuk introspeksi diri) dan membangun singgasana istana. Siapa yang mengotori, atribut - atribut itu, bakal kena UU pencemaran nama baik. Mau Bukti ? lihat saja,  kelojotannya sama ketika seseorang ketahuan disadap dengan ketika seseorang dirundung fitnah. Itulah Bangunan yang dibangun yang membikin bangsa ini tidak pintar dan membentuk karakter bangsa yang tidak mempunyai kematangan berpikir ( dewasa ).

Balik lagi masalah penyadapan, sebagai catatan akhir yang tidak perlu dicatat, "selama agen intelejen disetiap negara masih ada selama itu pula kerja penyadapan akan terus terjadi, orang pintar yang didalamnya otomatis akan terus mengembangkan berbagai technology-nya.".






adios

No comments:

Post a Comment