SMK Negeri 1 Cimahi, Jawa Barat, yang tergabung dalam Tim Altissimo berhasil merancang kandang ayak canggih berteknologi Internet of Things (IoT) sebagai solusi bagi peternak ayam tradisional.
Tim Altissimo yang terdiri dari Mega Arzula Akbar (Software developer), Fajar Nugraha (IoT Engineer), Niswa Fadila (Data Analyst), dan Sekar Sari Ramadhanti (UI Designer), adalah pemenang kedua dari dari Samsung Innovation Campus (SIC) Batch 3 2021/2022 dengan project mereka yang disebut Farm Operating System (FARMOPS).
Naswa Fadila, salah satu personil Tim Altissiomo mengatakan bahwa, dari data dan wawancara yang timnya lakukan dengan peternak, ada beberapa masalah yang dihadapi. Seperti keterlambatan memberikan pakan dan minum secara manual, tingkat mortalitas ternak ayam yang tinggi, suhu kandang yang tak selalu konsisten atau normal, mobilitas peternak ayam yang terhambat, dan tak adanya sumber listrik cadangan pada kandang ayam.
"Oleh karena itu, tujuan FARMOPS ini ialah untuk memaksimalkan mobilitas para peternak tanpa melalaikan pekerjaan utama mereka,” kata Naswa.
FARMOPS terdiri dari tiga sistem utama. Pertama ialah sistem monitoring dan controlling kondisi lingkungan kandang yang dilengkapi dengan sensor pendeteksi suhu dan kelembapan DHT-11. Suhu dapat dikontrol sesuai input yang dimasukkan melalui website FARMOPS. Kedua ialah sistem pemberian pakan dan minum otomatis, yang bekerja sesuai jadwal yang di-input ke dalam website.
Pada FARMOPS juga tersedia sensor ultrasonik untuk mengukur ketersediaan pakan dan air. Jika pakan habis, sistem akan otomatis mengirim pesan kepada supplier. Ketiga ialah sistem pembangkit listrik tenaga surya untuk memastikan FARMOPS dapat lanjut beroperasi meskipun listrik dari PLN tiba-tiba padam. Saat sensor arus tak menemukan aliran listrik pada sumber utama, maka secara otomatis sumber listrik berpindah ke baterai disertai pengiriman notifikasi kepada peternak bahwa terjadi pemadaman listrik.
Dalam proses kreasi rancangannya, tantangan bermunculan. Naswa bercerita tantangan pertama yang dialami ialah pertama coding error. Kendala lain yang dialaminya ialah nilai sensor yang tak terdeteksi.
"Namun hal-hal tersebut sudah dapat kami atasi, melalui SIC bootcamp yang kami ikuti di mana kami seringkali bertanya ketika kelas berlangsung, dari materi yang kami dapatkan, serta mentoring dari pementor yang hebat. Setiap ada hambatan kami konsultasi ke mentor,” kata Naswa Fadila.
Tim Altissimo mengakui besarnya peranan SIC, para mentor, dan berbagai materi yang mereka dapatkan saat mengikuti pelatihan SIC Batch 3 2021/2021 selama kurang lebih 9 bulan, sehingga sukses merancang project yang bermanfaat bagi peternak itu.
Kegiatan ini, kata Naswa, dapat menunjang materi pembelajaran yang mereka dapatkan di sekolah. Dengan SIC, mereka dapat turun langsung ke lapangan untuk menggali materi yang didapat di kelas, terutama seputar IoT. Melalui SIC, mereka juga belajar bahwa dengan eksekusi yang bagus maka ide-ide kreatif yang muncul dapat direalisasikan.
Ke depannya, tim Altissimo berharap FARMOPS ini dapat diimplementasikan dengan dukungan dari berbagai pihak, seperti Dinas Peternakan untuk menyebarluaskan penggunaan FARMOPS, lembaga pendidikan untuk menjadikan FARMOPS sebagai bahan ajar penemuan teknologi dalam bidang IoT di sekolah.
Mereka berencana mengembangkan FARMOPS agar dapat digunakan tak hanya pada peternakan ayam, bisa mendeteksi tingkat amonia di kandang, dapat memberikan campuran vitamin dan obat pada air secara otomatis, mengetahui kondisi kesehatan ayam sebelum dipasarkan, mengembangkan website menjadi aplikasi mobile, menambahkan fitur blog untuk mengedukasi para peternak, serta menambahkan fitur "Buy and sell" yang terhubung dengan platform belanja online.
“Dengan SIC ini kami mendapat ilmu, pengalaman, dan berkenalan dengan banyak orang baru yang keren di luar sana. Semoga SIC dapat lanjut menginspirasi siswa-siswi Indonesia dengan tingkat kompetisi yang tinggi dan dapat menunjang ilmu untuk karier siswa-siswi ini ke depannya, kami mau SIC ini dapat diikuti oleh seluruh siswa, mungkin nanti dapat SMP dan dapat diadakan secara offline,” kata Niswa.
Head of Corporate Citizenship Samsung Electronics Indonesia Ennita Pramono mengatakan timnya mau memperluas jangkauan program ini ke lebih banyak penerima faedah dari guru, siswa, dan sekolah menengah kejuruan maupun Madrasah Aliyah.
"Kami mau lebih banyak guru, siswa, dan sekolah mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapatkan peningkatan skill dan kapasitas mereka. Sejak awal materi-materi SIC dirancang agar sejalan dan dapat diadaptasikan dengan konsep link and match antara lembaga pendidikan vokasi dan industri, sehingga bisa menghasilkan talenta-talenta muda yang mempunyai keterampilan yang relevan dengan kebutuhan industri maupun jadi bekal mereka berwirausaha,” katanya.
Samsung Innovation Campus telah mengadakan pelatihan keterampilan coding, programming, dan IoT, bagi para guru dan siswa SMK serta MA di Indonesia sejak 2019. SIC bekerja sama dengan Skilvul, sebuah platform pendidikan teknologi yang menyediakan konten pelajaran digital skill, dengan menyediakan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan digital sesuai dengan kebutuhan industri yang lanjut berkembang.
Program SIC semakin berkembang dengan sasaran penerima faedah yang lanjut bertambah setiap batch-nya. Mulai dari hanya 4 sekolah (2 SMA, 2 SMK) pada batch 1, naik menjadi 13 SMK pada batch 2 dan akhirnya menjadi 70 sekolah (MA & SMK) pada batch 3. Khusus pada batch 3, program ini diikuti oleh total 3.076 siswa mendaftar program, di mana 1.000 siswa lolos seleksi logic test yang terdiri dari 360 siswa MAN dan 460 siswa SMK yang terbagi ke dalam 250 tim, di mana masing-masing tim terdiri dari 4 siswa.