Saturday 18 November 2017

Diskriminasi Model Baru Di Media Sosial

Diskriminasi Model Baru Di Media Sosial



Expersikan dirimu sebebas - bebasnya di dunia maya, itu hanya ada di blog untuk sekarang ini. Karena sekarang dan setahun kali ini ada model diskriminasi gaya baru, itu terjadi di sosial media, semakin banyaknya user, itu dijadikan ladang duit sepihak oleh para provider sosial media.









Kita lihat ramainya kasus spenser dan kessler di twitter dengan pemilik twitter, persoalan supremasi kulit putih melawan tanda contreng dengan background biru. Twitter memandang persoalan nasionalis kulit putih adalah persoalan besar, sehingga Twitter mencabut lambang verifikasi. Jika ini dilihat dengan sadar, tanda icon badge verifikasi itu justru adalah model diskriminasi gaya baru.


Diskriminasi gaya baru ini sangat jelas terlihat, mereka mulai bergeser dari tujuan awal membangun jejaring sosial. Mereka jadikan jejaring sosial sebagai wadah para pesohor sebagai pemikat pengguna sebagai pengekor / pengidola, untuk mendulang duit. Mereka bikin aturan yang longgar persoalan verifikasi bahkan tidak perlu di verifikasi bagi para pesohor.


Para pengekor atau publik yang disebut orang awam, tidak sadar akan hal ini, bahkan sebaliknya seperti malah makin kerasukan dalam perangkap provider sosial media, mereka berlomba untuk bisa diverifikasi accountnya, kemudian dengan aturan harus memiliki teman atau follower banyak, direbut oleh para opportunis penjual follower palsu. Yang paling parah adalah instagram, kemudian diikuti oleh induknya, facebook, mungkin Mark Zuckerberg sudah kesurupan duit lupa saat pertama kali membangun facebook, ketika menjelang pemilu Obama pertama tahun 2008.


Instagram, yang kini trend, dan orang sudah merasa dengan punya account instagram sama dengan sudah keren, beken, perlente. Mereka tidak sadar bahwa mereka orang - orang yang menguntungkan instagram yang mereka sendiri tidak pernah untung. Karena instagram memang tempatnya para pesohor, bukan lagi berbagi photography dan digital image. Para user tidak sadar dijadikaj volunteer terselubung, mereka diberi sugesti teman di facebooknya agar masuk instagram.


Mungkin hanya google plus yang masih netral, kecuali grup yang pemiliknya orang india di google plus, hampir sama jika ownernya tidak suka ia remove atau delete, kedua grup Indonesia. Jadi inilah diskriminasi gaya baru. Dan memang tidak ada yang salah ketika sekolompok orang membikin ikatan kecintaan yang sama, latar belakang yang sama, keyakinan yang sama dan lain - lain. Karena butuh tempat berbagi cerita pengalaman dan penguatan jati diri, dengan kata lain bagian dari hakekat penciptaan sebagai mahluk sosial. Jadi apa yang salah dengan sebagian orang bikin ikatan nasionalis kulit putih?








Mungkin jika ikatan kelompok itu tidak menyakiti atau tidak menyerang pihak lain atau tidak meneriakkan kebencian pada kelompok lain atau memandang sinis pihak yang lain, sebuah ikatan tidak akan menimbulkan riak hingga letupan api dari gesekan lontaran yang terucap, lukisan tangan yang terkanvas, tulisan tangan yang diupdate kemana - mana.


Jadi jika Anda bukan orang tersohor jangan bermimpi untuk dapat account terverifikasi karena ini adalah pemandu diskriminasi yang dibangun pemilik sosial media. Sebalinya jika Anda orang biasa ingin jadi artis, bikinlah hal yang fenomenal nanti juga tanpa mengajukan account Anda terverifikasi.


Berbagai aturan baru ini mungkin orang lupa, tahun lalu para pemilik sosial media dipublikasikan mengeluarkan 90% kekayaannya untul riset kemanusiaan. Ini kesannya humanis. Tapi lihat setelah itu muncul aturan baru itu bagi semua penggunanya. Ini sama dengan yang keluar duit bukan pemilik sosial media, tapi Anda dan saya sebagai penggunanya.


Tuangkanlah apa yang ingin Anda tuangkan, jika ada yang baik yang ingin dibagi bagikanlah untuk masa depan generasi yang lebih baik, tangguh dan berkualitas.

No comments: