Masjid Agung Banten berada di Desa Banten Lama, Kecamatan Kasemen, di Kota Serang, Provinsi Banten. Masjid Agung Banten merupakan bukti sejarah peninggalan Kerajaan Banten sebagai kerajaan Islam di Nusantara.
Masjid Agung Banten merupakan salah satu masjid tertua di Nusantara dan merupakan cagar budaya. Bangunan masjid yang telah berusia lebih dari 4 abad ini masih kokoh hingga saat ini.
Sejarah Masjid Agung Banten
Awal mulanya, Kerajaan Banten berada di bawah kekuasaan Kerajaan Demak. Kemudian, Banten melepaskan diri dari Kerajaan Demak.
Masjid Agung Banten dibangun pertama kali pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hassanuddin (1552-1570), putra pertama Sunan Gunung Djati.
Kemudian pembangunan masjid dilanjutkan oleh puteranya, yaitu Sultan Maulana Yusuf, yang menjadi raja kedua Kerajaan Banten.
Pada masa ini, Masjid Agung Banten dibangun dengan gaya Jawa.
Pada masa pemerintahan raja ketiga, Sultan Maulana Muhammad (1580-1596) bangunan ditambahkan sebuah pawestren (ruang untuk shalat wanita).
Menara masjid Agung dibangun pada abad ke 16 atau sekitar tahun 1560. Tujuan dibangunnya menara ini yaitu sebagai tempat untuk mengumandangkan adzan serta tempat untuk memantau keadaan di teluk banten. Menara tersebut dibangun oleh arsitek asal Cina yaitu Cek Ban Cut yang diberi gelar Pangeran Wiradiguna oleh Sultan Ageng Tirtayasa kemudian direnovasi oleh Henrik Lucasz Cardeel dari Belanda pada tahun 1683 dan pada saat itulah masuk pengaruh budaya eropa yang sebelumnya banyak dipengaruhi oleh agama budha yaitu dengan adanya padma (bunga teratai) pada puncak menara. Bunga teratai adalah lambang agama Budha. Sangat terlihat jelas akulturasi budaya yang kuat dalam komplek masjid Agung Banten tersebut.
Menara
Menara masjid Agung Banten terletak di sebelah timur masjid. Menara ini terbuat dari batu bata dengan ketinggian kurang lebih 24 meter, dengan diameter bagian bawahnya kurang lebih 10 meter. Untuk mencapai ujung menara, pengunjung harus melewati 83 buah anak tangga dan melewati lorong yang hanya dapat dilewati oleh satu orang. Dari atas menara ini, pengunjung dapat melihat pemandangan di sekitar masjid dan perairan lepas pantai, karena jarak antara menara dengan laut hanya sekitar 1,5 km. Pada bagian atas pintu terdapat ornamen mirip peluru.
Beberapa ahli berpendapat, pintu masuk menara dianalogikan dengan pintu masuk candi Hindu-Budha. Puncak menara terdapat memolo atau mustaka, dibuat dari tanah liat bakar menyerupai bunga yang sedang mekar. Pengunjung yang ingin naik hingga atas menara, dapat melalui lorong tangga melingkar. Di dalam menara terdapat empat bagian pintu dan bentuknya sama dengan pintu masuk menara. Bangunan menara terbagi atas tiga bagian yaitu kaki, tubuh dan kepala.
Berikut bagian-bagian dari menara tersebut:
- Kaki menara
Bagian kaki menara berupa alas menara (lapik). Lapik berbentuk segi delapan terdiri dari dua lapis. Lapis pertama tingginya 33 cm, lebarnya 2,40 m, dan panjang sisi lapik 5,92 m. Lapis kedua terletak di atas lapik pertama. Tingginya 27 cm, lebar 1,22 m, dan panjang sisi lapik 3,83 m. Lapik ini di lapis plesteran semen pada permukaannya dan di atas terdapat tubuh menara. - Tubuh menara
Bentuk tubuh menara segi delapan dan mengecil pada bagian atasnya serta pada dasar tubuh terdapat pelipit. Pintu masuk ke tubuh menara terdapat di sisi utara berukuran tinggi 188 cm dan lebar 66 cm dengan daun pintu dari perigi besi dan atasnya berupa lengkungan dan di tengah lengkungan tersebut terdapat panil segi empat. Di depan pintu masuk terdapat tangga dengan empat anak tangga dengan pipi tangga berbentuk empat persegi. Dari kiri-kanan pintu terdapat tiga tiang segi delapan. Pada setiap sisi menara sejajar dengan pintu terdapat hiasan empat persegi pangjang (12 buah) berjajar empat-empat ke samping dan tiga ke bawah.
Di antara jajaran yang ke bawah ada bentuk bujur sangkar berjajar tiga-tiga ke samping dan dua ke bawah. Di atas jajaran persegi panjang dalam posisi horizontal, terdapat hiasan tumpal di sekeliling tubuh menara, lubang-lubang yang melingkar seperti spiral, kemudian tumpal lagi, dan terakhir berupa pelipit. - Kepala menara
Kepala menara terdiri dari dua tingkat. Tingkat pertama berbentuk kubah dan mempunyai teras berbentuk segi delapan, berpagar besi disekelilingnya. Pada tingkat ini terdapat pintu yang menghubngkan dengan teras. Tingkat kedua merupakan kubah yang lebih kecil dari kubah tingkat satu, berbentuk bundar.
Di sisi selatan terdapat pintu berukuran tinggi 180 cm dan lebar 44 cm, sedangkan sisi barat kubah terdapat ceruk-ceruk. Pada puncak menara terdapat memolo dari tembikar berwarna merah hati, berbentuk bunga yang sedang mekar dan bersusun dua. Di atas memolo terdapat penangkal petir.
Menurut Pijper,20 menara Masjid Agung Banten yang berbentuk segi delapan itu mengingatkan pada bentuk mercusuar, khususnya mercusuar Belanda. Saat ini ada bukti peninggalan mercusuar buatan Belanda di Anyer sebelah barat Serang dari abad ke-19, yakni bangunan mercusuar yang dalam beberapa hal memiliki kemiripan dengan Menara Masjid Agung Banten.
Arsitektur
Bentuk tersebut lazim ditemukan di Negeri Belanda, seperti segi delapan, pintu lengkung bagian atas, konstruksi tangga melingkar seperti spiral, dan kepalanya memiliki dua tingkat. Dari sini, banyak pendapat yang menyimpulkan bahwa pembangunan menara segi delapan dan beberapa tiang penyangga atap masjid yang juga bersegi delapan dipengaruhi arsitektur Belanda.
Arsitektur Masjid Agung Banten menggabungkan ciri khas bangunan Jawa, Eropa, dan China, seperti dikutip dari laman Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.
Masjid Agung Banten direncang oleh tiga arsitektur dari tiga negara. Meliputi, Raden Sepat yang juga membangun Masjid Cirebon dan Masjid Demak.
Kemudian, arsitek asal China yaitu Tjek Ban Tjut yang diberi gelar Pangeran Adiguna serta arsitek asal Belanda, Hendrick Lucaz Cardeel. Ia merupakan seorang Belanda yang melarikan diri dari Batavia (kini Jakarta) kemudian berpihak ke Kerajaan Banten dan dianugerahi gelar Pangeran Wiraguna.
Seperti masjid pada umumnya, bangunan induk Masjid Agung Banten berdenah segi empat, seperti dilansir dari laman Dunia Masjid Jakarta Islamic Centre.
Atap masjid berupa limasan yang terdiri dari lima susun. Masjid ini dilengkapai dengan serambi sebagai tempat makam keluarga Kerajaan Banten.
Kemudian, ada menara yang merupakan ciri khas Masjid Agung Banten yang berada di sisi timur masjid. Sementara di bagian selatan masjid terdapat bangunan yang dinamakan Tiyamah. Bentuknya berupa segiempat panjang dan bertingkat.
Sisi selatan masjid terdapat bangunan yang bernama Tiyamah. Bangunan ini digunakan sebagai tempat musyarawah juga berdiskusi tentang keagamaan khususnya agama islam.
Masjid Agung Banten merupakan bangunan kebanggan masyarakat Banten khususnya Kota Serang. Tiap harinya masjid ini selalu dikunjungi peziarah yang ingin berdoa dan ziarah ke makam-makam Raja Banten dan Keluarga. Masjid ini telah menjadi simbol wisata ziarah Banten khususnya di Kota Serang.
Di dalam masjid juga terdapat mimbar yang besar dan antik penuh hiasan dan warna. Beberapa kalangan mengatakan, tempat khutbah ini merupakan wakaf Nyai Haji Irad Jonjang Serang pada 23 Syawal 1323 Hijriyah (1903 Masehi), sebagaimana tertulis dalam huruf Arab gundul pada lengkung bagian atas muka mimbar.
Selain itu, Masjid Agung Banten juga memiliki paviliun tambahan yang terletak di sisi selatan bangunan inti. Paviliun dua lantai ini dinamakan Tiyamah—berbentuk persegi panjang dengan gaya arsitektur Belanda kuno. Bangunan ini dirancang oleh seorang arsitek Belanda yang bernama Hendick Lucasz Cardeel. Biasanya, acara-acara seperti rapat dan kajian Islami dilakukan di sini.
Banyak lagi hal-hal unik yang terdapat di Masjid Agung Banten ini. Misalnya, umpak dari batu andesit berbentuk labu yang berukuran besar dan beragam pada setiap dasar tiang masjid. Adapun yang berukuran paling besar dengan garis labu yang paling banyak adalah umpak pada empat tiang saka guru di tengah-tengah ruang shalat.
Masjid Agung Banten ini juga menjadi tempat favorit ziarah umat Islam di Jawa. Namun, ada beberapa catatan yang mesti diperhatikan oleh warga sekitar dan Pemda setempat. Misalnya, perlunya penataan kios pedagang agar lebih rapi sehingga tidak merusak pemandangan dan keindahan masjid. Selain itu, perlunya menjaga kebersihan pekarangan masjid. Tentunya, dengan lingkungan yang asri, kios pedagang yang tertata rapi di sekitar Masjid Agung Banteng bisa menjadi salah satu objek pariwisata unggulan Provinsi Banten.
Masjid beberapa bagiannya sudah didesain sedemikian rupa sehingga penampilannya kelihatan lebih indah dan teratur, renovasi Masjid Agung Banten juga merupakan salah satu upaya pengelola untuk menarik minat generasi milenial. Diharapkan para wisatawan muda tertarik mampir untuk beribadah, sekaligus mempelajari situs bersejarah peninggalan Kesultanan Banten ini.
Bangunan masjid yang padukan budaya Hindu-Jawa, Eropa, dan Tiongkok ini sekarang nampak makin cantik lagi dengan kehadiran payung-payung besar, mirip seperti yang ada di Masjid Nabawi Mekah. Selain itu sudah ada deretan taman hijau yang bikin suasana sekitar makin teduh.
Masjid Agung Banten berada di Kawasan Wisata Banten Lama. Jaraknya kurang lebih 10 kilometer dari Alun-alun Serang, tepatnya di Desa Banten, Kecamatan Kasemen. Ke lokasi bisa lebih mudah menjangkau masjid dengan menumpang kendaraan pribadi. Jika ingin lebih praktis, bisa juga memanfaatkan jasa transportasi daring dari Terminal Pakupatan atau sekitar pusat kota.