Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuhu
Masih dalam bulan sya'ban, seputar budaya di bulan sya'ban bagi sebagian ummat muslim dan berbagai rangkaian sejarah yang melatar belakangi atas dukungan berbagai hadits dan keterangan alQuran.
Dan salah satu yang ramai dibicarakan adalah masalah dipindahkannya arah kiblat dari baitul magdis ke masjidil haraam.
Disini saya hanya ingin mengurai berdasarkan keterangan alQuran, tentunya dalam kaitan ini mengupas s. Baq. Ayat 142, tentang memindahkan kiblat dari baitul maqdis ( al aqsa ) ke masjidil haraam.
Yang menjadi inti disini adalah adanya anggapan bahwa pemindahan kiblat disini atas permintaan nabi Muhammad SAW yang dijawab ALLAH berdasarkan ayat 144 s. Baqarah, dikatakan disana:
"قَدْ نَرَى تَقَلٌَبَ وَجْهِكَ فِى السَّمَاءِ"
Jika dilihat dari keterangan itu seperti benar, bahwa itu adalah jawaban ALLAH atas permintaan nabi Muhammad SAW, karena "naraa" di sana ada subjeknya yaitu "nahnu" = KAMI = ALLAH.
"Sungguh KAMI selalu melihat wajah anda Hai Muhammad menengadah ke angkasa / langit.."
Leterlek artinya seperti itu. Tapi disana dalam terjemahan yang ada sekarang tidak ada makna yang menampilkan arti kata untuk "تَقَلُّبَ". Padahal ini sangat strategis sekali, karena kata "taqalluba" itu juga kata majemuk, bahkan "taqalluba; jadi mudhaf-nya. Dalam kamus diartikan "taqalluban" atau "taqallubun", maknanya sama dengan "nggak bisa diam terus berguling - guling", tandanya dengan kata lain "lagi gelisah" atau bahasa sekarang "galau".
Jadi disana ALLAH melihat kegalauan atau kegelisahan raut wajah Rasul yang menengadah ke angkasa. Lalu kejadian itu dihubungkan saat peristiwa di kala pertama kali Beliau menerima wahyu yang pertamanya, yakni pada satu persoalan yang melatarbelakangi berangkatnya nabi Muhammad SAW ke gua hiro.
Berangkatnya nabi Muhammad SAW ke gua hiro itu diatas satu kegelisah. Ini terjadi ketika setelah beliau menikahkan putrinya siti fatimah dalam satu akad nikah pada penyebutan pernyataan hijab kabul. Dan pada kejadian itu alQuran belum turun.
Dalam akad nikah itu dikatakan;
"Allahumma inni ankahtuka"
dijawab:"Qabiltu".
Kalimat itulah yang membikin nabi Muhammad gelisah. Nabi Muhammad beranggapan, kalimat itu tidak benar tapi Beliau sendiri juga tidak tahu, kalimat yang benar seperti apa.
Diatas kegelisahaan inilah, maka atas restu dari istrinya, siti khadijah, mendorongnya berangkat ke gua Hiro, yang akhirnya turun wahyu pertama s.alaq kepada Nabi Muhammad SAW.
Hal yang sama ( kegalauan Radulullah ) terjadi pada saat Beliau mendapatkan perintah ALLAH, atau mendapatkan jawaban dari ALLAH, atas kegelisahannya, atas kegalauannya "taqalluba" terhadap arah kiblat pada saat itu. Jadi ALLAH menjawab kegelisahaannya, bukan menjawab permintaannya.
Jadi kata taqalluba menjadi bukti bahwa perpindahan arah kiblat ini bukan atas permintaan nabi Muhammad SAW.
Dan tidak ada satu ayat pun di dalam alQuran ditemukan kata atau kalimat yang keluar dari nabi Muhammad yang meminta dipindahkan arah kiblat dari masjidil aqsa ke masjidil haram. begitu pula tidak hadits yang menerangkan nabi Muhammad SAW meminta kepada ALLAH dipindahkan ke masjidil haram.
Kata gelisah / gundah atau dalam kegelisahannya, mengernyitkan dahi sambil menengadahkan wajahnya ke langit sebelum turun instruksi itu dari ALLAH, menandakan disana nabi Muhammad tidak tahu kiblat yang benar itu ke mana ( galau ini terjadi setelah mekah ditaklukan ).
Sementara setiap akan shalat dimana kiblatnya ke baitul maqdis nabi Muhammad selalu menengadah wajahnya ke langit.
Maka akan pas makna yang kongruen dengan bahasanya jika arti "naraa taqalluba wajhika" adalah jawaban ALLAH dari satu perjalanan kegundahan nabi Muhammad tentang arah qiblat yg selama itu berkiblat ke baitul maqdis.
Dan pada kalimat "naraa taqalluna" bukan jawaban langsung atas permintaan. Apa lagi jika ini dikaitkan dari sudut model bahasa disana, dimana kalimat di sana khabariyyah bukan insyaiyah.
Keterangan selanjutnya dalam ayat 144;
"Wa innalladziina uutul kitaaba laya'lamuuna innahul haqqu min rabbihim.."
Ini penegasan ALLAH, kaitkan dengan ayat sebelumnya ayat 136 dan 140.
Dikala itu ada dari mereka sebagiannya ( orang yahudi pada saat itu) menentang perpindahan kiblat tersebut. Sebaliknya sebenarnya mereka sendiri sebetulnya tahu kiblat yang sebenarnya itu ke arah masjidil haram.
Hal ini ditegaskan lagi oleh ALLAH pada ayat 146, bahwa mereka para yahudi, yakni para ahli kitab itu tahu persis setiap detail sunnah para RASUL, tahunya ini seperti bapak yang kenal persis anaknya, tabiat dan fisiknya, " ya'rifuunahu kamaa ya'rifuu abnaa ahum".
Sudah tahu tapi pura - pura tidak tahu, bahkan malah menentang dengan keputusan Rasul. Tentunya perlawanan Yahudi terhadap keputusan Radulullah itu, ada yang melatarbelakanginya atau motivasinya.
Berbagai motivasi yahudi dibalik itu harus di baca dari s. baqarah ayat 102 sampai dengan ayat 165, bahkan akan terbentang jelas jika dimulai dari s.baqarah ayat 60 sampai dengan 165.
Jadi berdasarkan pembuktian ayat - ayat yang disampaikan diatas dapat ditarik kesimpulan:
- Kiblat ke mesjidil haram ( ka'bah ) adalah perintah ALLAH.
- ALLAH menjawab kegelisahan nabi Muhammad, bukan menjawab permintaan nabi Muhammad.
Ini juga sekaligus membuktikan nabi Muhammad SAW sebagai Rasul sebagai pola / ujud dari alQuran yang dibentuk ALLAH melalui malaikatnya. Sebagai Nabi beliau adalah Hamba ALLAH, sama sepertihalnya manusia yang lain. - Perpindahaan kiblat ini membetulkan kiblat ke arah yang sebenarnya sekaligus menyaring mana yang benar - benar mau menjadi hamba ALLAH dan mana yang sekedar pura - pura ( baq.165).
- "DEKATLAH DENGAN ALLAH MAKA ALLAH DEKAT DIHATI KITA..." bag.153... "fadzkuruuni adzkurkum"
Demikian uraiannya.
Semoga uraian ini menambah iman saya.
Wassalamu'alaikum.wr.wb