Ramainya pro dan kontra dengan rencana FDS, kemudian FDS itu dibantah oleh mendiknas, katanya yang dimaksud bukan itu tapi menambah jam sekolah diisi dengan kokurikuler. Ini menurut menteri juga, bahwa penambahan waktu itu untuk merealisasikan orientasi pendidikan berkarakter. Begitu penjelasannya.
Saya gagal paham dengan ini, hubungan antara pendidikan berkarakter dengan menambah jam sekolah. Ini seperti strategi jauh panggang dari api, punya ide tapi tidak punya konsep, ujungnya yang digulirkan adalah trial and error atau coba - coba. Ini bisa dikatakan membuang ayam coklat mengambil ayam putih dari kandang yang sama.
Jadi apa yang akan digulirkan cuma revolusi balik nama. Apa yang dibuat dari bahan yang sama cuma diganti saja namanya. Maka nanti jangan heran hasilnya akan sama.
Hasilnya nanti pasti sama, karena dari kandang yang sama. Melahirkan ada remaja yang petantang petenteng lagi, anak belia dibully diperkosa lagi, guru jadi korban penganiayaan lagi dan seterusnya. Ini bukan doa, yang harus disadari realita hidup itu pasti, bukan kira - kira.
Sebagai contoh sederhana saja tentang ukuran pasti, orang yang memasak pakai feeling. Yang bersangkutan masak, lantas hasil masakan itu ternyata enak.
Nah yang membikin enak itu bukan karena hasil masak dari feelingnya, tapi didalam komposisi bahan yang dimasaknya itu pas. Dan bukan pula karena kebetulan,jika yang masak ini baru pertama kali ia masak. Semua enak tidak enak itu karena komposisinya pas dengan takaran.
Kemudian pada kesempatan lain yang masak pakai feeling bisa saja tidak enak masakannya, apa lagi yang baru masak. Yang bikin tidak enak itu karena komposisinya yang tidak pas dengan takaran yang sesuai selera yang makannya. Bayangkan yang masak seorang master ?
Mungkin tidak enak?
Pernah berpikir kenapa masakannya selalu enak?
Itu yang dimaksud hidup itu pasti bukan kira - kira. Begitu pula dengan pendidikan apa yang akan digulir berangkatnya dari orientasinya sama saja, judulnya saja yang berbeda. Ya akhirnya akan begitu - begitu saja. Tagline saja yang nanti dikedepankan dan itu pula yang selalu dibangga - banggakan.
Menengok rencana mau digulirkannya orientasi pendidikan berkarakter dengan teknik yang dipakai menambah jam kerja. Disini ada 3 dimensi nanti yang bakal terkena implikasi efek, pertama pada anak didik, kedua guru dan orang tua.
Disini kita pertajam kokulikulernya. Nanti baru diurai pendidikan berkarakternya. Lalu hasil yang ditimbulkan dikemudian hari. Kenapa dipisah?
Karena jaka sembung. Antara pendidikan berkarakter dengan teknis extrakul.
Kemudian setelah diurai, kita bahas apa sebetulnya pendidikan harus ada,
Kenapa wajib sekolah dan kenapa lainnya.
Yang harus diingat kenapa orientasinya begitu, karena apa yang dilakukanya, berangkat dari sebab akibat. Bukan dititikberatkan berdasarkan satu pedoman yang jelas.
Kemaren secara aklamasi di tv, 7 parpol, PDIP, PKS, PAN, Gerindra, Demokrat dan PPP, membentuk koalisi besar di Pilgub DKI 2017. Ketujuh partai baru bersepakat dan baru berencana mencari calon melawan bakal calon Ahok yang sudah diusung 3 parpol Hanura, NasDem dan Golkar. Artinya dengan menyiarkan di depan televisi berarti ini aklamasi.
Aklamasi ini seperti kristalisasi dari kegalauan parpol - parpol itu sejak bulan ketiga kemaren walaupun yang melatabelakanginya berbeda. Kemaren masalahnya adalah galau melihat pergerakan tim independen ahok pengumpul ktp.
Oleh karena situasi seperti itu saat itu, hingga membuat wakil ketua Majelis Syuro PKS bersuara, yakni mengusulkan membuat strategi melawan ahok dengan gagasan yang sama, yakni parpol bergabung. Begitu pula dengan PDIP lewat ketua DPD PDI-P DKI Jakarta.
Saat itu pun Pengamat politik Universitas Padjajaran (Unpad), memberi ide hal yang sama, sekalipun latar belakangnya bukan karena tim pengumpul ktp untuk Ahok, tapi tekanannya pada masalah figure. Sedikit banyak ide itu telah memberikan andil pengaruh pada parpol - parpol tersebut.
Dan terbukti kemudian, kemaren mereka realisasikan. Kesepakatan itu seolah sedang menguburkan Sandiago Uno juga H.Lulung yang sebelumnya sudah wara - wiri, mempromosikan diri bakal maju. Situasi ini pun juga seperti membikin Yusril gigit jari.
Sedangkan diluar situasi politik yang terus meramaikan media, tiba - tiba saja muncul bakal calon baru dari benar - benar jalur independen, yakni Noorsy. Ichsanuddin Noorsy ternyata cuma blow up saja kalau mengklaim telah terkumpul 600rb KTP, karena kenyataannya cuma sedikit saja yang bisa dikumpulkan. Ujungnya Noorsy gagal maju.
Sekarang tinggal 7 parpol yang kemaren bersepakat yang belum menentukan balonnya ( bakal calon ). Sandiago Uno tidak mungkin lagi diusung sebagai bakal calon Gub DKI 2017, karena di situ ada PDI-P bergabung, itu rules mereka. Nah! Kalaupun Sandiago Uno tetap akan diusung, tentunya sebagai balon wagub bisa saja. Dibelahan lain, Gub Jatim belum ada kepastian. Jadi belum ada balon gubernurnya.
Itulah konstalasi politik saat ini di Ibukota. Jika kita lihat konstalasi politik ini berdasarkan satu sudut ahok dan lawan ahok saja, maka bisa kita lihat atau kita plot komposisi parpol diantara kedua kubu tersebut. Ini supaya jelas, tidak terjebak kedalam permainan politik picisan itu, yang selama ini terus saja kerjanya selalu membohongi rakyatnya.
Kebohongan seperti sudah jadi gaya hidup, enteng diucapkan sudah pada tebal muka. Contohnya lihat saja Noorsy, Noorsi ini jika bicara mengamati situasi selalu begitu berapi - api. Tapi kemaren saja berbohong, mengklaim terkumpul 600rb ktp ternyata hanya belasan ribu ktp.
Bicara bohong itu entah noorsy yang berbohong atau tim pengumpul ktpnya yang berbohong. Tapi intinya adalah berbohong. Dan bicara bohong itu seperti diamini, sebelas dua belas para pendoa di medsos yang minta di amini doa yang pengen dia tulis atau minta di like dan lain sebagainya. Kongruen dengan sindikat pengemis yang menadahkan tangan di jalan minta belas kasihan.
Semua terus berusaha mengelabui, saling mengelabui. Itu mereka lakukan demi duit. Dedemit duit ini sudah merasuk sukma mereka, sekalipun mulutnya fasih bicara ayat, bicara Sang Pencipta, bicara nilai yang benar.
Yang demikian inilah telah membikin hidup terus jadi budak duit dari segala lapisan. Kita saksikan kembali apa yang terjadi sekarang, permainan politik dengan 7 parpol bersatu, dan yang lucu tidak diwakili deklarasi itu oleh ketumnya masing - masing.
Lalu sekarang dimana koalisi merah putih kemaren yang mereka deklarasikan?
Ada yang tahu???!
Aklamasi 7 parpol kemaren, jika dilihat secara kasat mata 7, memyimak obrolan mereka dari salah satu kader PDI-P, bahwa dibaliknya adalah persoalan etika ahok yang kurang santun bicara.
Santun ini bukan cuma milik budaya jawa saja, santun itu budaya milik semua orang beretika di dunia dimana saja berada. Lihat donald trump, ceplas - ceplosnya bikin risau para petinggi USA. Terus apa Paus di Vatikan slengehan bicara?
Apa dalai lama bicaranya kaya preeman?
Contoh itu untuk membuktikan bahwa santun itu etika orang beretika didunia, di dunia yang membangun peradaban lebih baik. Dan salah satu yang menyebabkan PDIP-P bikin koalisi lawan ahok, masalah etika. Etikanya ini bukan masalah cara bicaranya, tapi sering menelikung. Satu lagi omongannya inkonsisten.
Tentang menelikung itu, mungkin sebagian masih ingat bagaimana dulu Gerinda bukan cuma dikhianati tapi dilengkapi dengan lampiran kata - kata yang tidak tahu rasa berterima kasih. Hal yang sama pula yang dilakukan ahok terhadap tim sejuta ktp. Hehe.. Sayang meski begitu tim sejuta KTP ada yang masih setia.
Khianat, lawan dari khianat adalah amanah. Jadi jika tidak amanah pasti khianat. Sebaliknya jika khianat jangan pernah bermimpi amanah. Itu saja. Kembali ke konstalasi politik dalam masalah komposisi parpol dua kubu yang mereka rancang sekarang.
Informasi detail, dapat dihubungi di :
Kita lihat kubu 7 parpol disitu ada PDI-P, PAN dan P3 yang menjadi basis inti masuk dalam barisan koalisi Indonesia Hebat..
Sedangkan kubu ahok ada Nasdem dan Hanura, yang juga menjadi basis Koalisi Indonesia Hebat.
Jadi apa yang sedang mereka rancang tidak perlu saya jelaskan secara detail. Dari situ saja sudah terbaca mau digiring ke arah mana. Mereka semua jadi budak duit, budak dari agen dari luar sebagai penggagasnya.
Segitu saja uraian kali ini. Tidak ada yang harus ditakutkan dari ahok, takut disini takut ahok menang di pilgub di tahun besok buat mereka orang parpol yang sudah kalah sebelum bertanding, ujungnya karena galau jadi tidak sadar masuk kedalam satu perangkap.
Agustusan, sebentar lagi... 2016 dikurangi 1945 sama dengan 71 tahun, sudah tua. Sudah habis satu generasi, seharusnya begitu. Masa kini kekinian masa lalu kekinikinian, artinya tidak ada yang berbeda. Kita dihadapkan generasi lalu yang bermimpi besar berbuat kekolotan.
Mimpinya ingin jadi negara nomor wahid di dunia, ingin jadi macan asia. Namun tindakannya selalu menyengsarakan bangsanya. Dari hebohnya penangkapan Santoso, respon terhadap saudara Harris Kontras terus kemaren ke masalah anak belia yang bikin mie merk bikini dan kebelakang heboh terhadap Saskia Gotik yang ke pleset masalah Pancasila dan banyak lagi. Ini saja bagaimana mereka merespon sudah indikasi besar susah maju, bisa dibilang penggambat maju.
Ciri negara maju itu harus punya ketangguhan ekonomi, kekuatan SDM yang unggul, berkualitas dan berkesinambungan, pengelolaan SDA tepat guna. Sedangkan potret yang bisa dilihat hal sebaliknya. Bahkan senang memblow up hal - hal yang sebaliknya, sampai bikin drama demi meraup simpatik. Pertanda haus pujian, mirip dengan heboh diatas tadi, dasarnya adalah haus pujian.
Satu contoh begitu hebohnya menanggapi produk makanan merk bikini. Semua menyerang bukan membina. Seolah semua lembaga yang punya kepentingan berhak dapat pujian sebagai penyelamat bangsa. Itulah mental paternalistik, yang bangga dengan baju seragam, bukan prestasi.
Padahal pembuatnya ini remaja masih belia, belasan tahun, layak dibina bukan dibinasakan. Ia sudah punya kemampuan memproduksi, salah nama layak diberi tahu bukan disodori hukum tapi kasih tahu dan bina. Tidak terdaftar di bppom, ya bppom yang aktif. Jika tidak memenuhi standard, minta mengulang sample baru dari komposisi produk baru. Yang umum tidak begitu, kalau tidak datang sendiri aktif (calon produsenya) kagak bakal ada pemberitahuan buat periksa sample lagi. Inilah mental paternalistik, bukan cari pasar malah jadi juri. Jadi apa faham mereka, para aparat, mengelola konflik?
Rata - rata kan begitu, sebagai dua contohnya, ada air ledeng, listrik cari pelanggan baru?
Semua senang jika masuk pns,karena ada jaminan. Jaminan ini satu segi menciptakan calo, membuat biaya tinggi buat pelamar jadi pns, segi yang lain membentuk karakter lama, masyarakat paternalistik, yang paling parah pemalas berseragam, kagak kerjapun dapat duit. Surat - surat bisa digadaikan ke bank buat sebagian besar tuntutan gaya hidup.
Orientasi mereka jadi begitu bukan ansih salah mereka, itu karena sudah terbentuk satu budaya seperti itu. Mereka mencontoh seniornya, seniornya nyontek seniornya lagi. Dan ini dibiarkan terus. Kalau pun yang diperbaiki, cuma nyolongnya, nyolong waktu dan duit. Jika ketahuan korupsi, dijebloskan ke sel. Hanya itu yang baru digalakkan, tidak ada orientasi yang membikin semua sdm yang diberdayakan tepat guna tepat sasaran berdasarkan fungsinya.
Agustusan sebentar lagi, mental masih bermental kolot, hanya mengelus dada jika melihat kanan kirinya tidak jelas pekerjaan. Sekali diberi pekerjaan dijadikan alat tukang pukul, tukang kampanye, tukang ngumpulin ktp dan lain sebagainya. Itulah potret perjalanan 71 tahun merdeka. Tidak pernah matang dan dewasa. Kekhasan ketidakmatangan senang puja puji, senang plakat, senang lencana, senang piagam penghargaan.
Itu tergambar, satu contoh, sangat jelas tergambar bagaimana sikap institusi Kepolisian merespon informasi Harris Kontras. Sebaliknya si pembuka informasi pun seperti berlaku sama. Cenderung yang dikedepanan mencari popularitas ditengah masyarakat yang premature dikitari oleh para penyamun.
Hal yang sama, bombardir pemberitaan penangkapan Santoso. Santoso ini militan kecil, bisa ditangkap dengan sedikit serdadu, atau memang sudah keasikan hidup di kafe - kafe jadi susah atau lupa atau tidak tahu lagi bagaimana cara perang gerilya benar. Apa tidak ini jadi kontradiktif dengan berita juara peperangan dengan USA. Bahkan mungkin hidungnya kembang kempis dipuji perwira USA?
Kontradiktif lagi sampai salah sasaran tembak???
Informasi detail, dapat dihubungi di :
Agustusan sebentar lagi, disetiap kampung semua yang berkepentingan sedang cari saweran buat kemeriahan menyambut HUT NKRI. Dari tahun ke tahun potretnya sama, satu sama dengan kenyataan dalam cara pandang, cara mengambil keputusan dan tindakan. Tema dan kenyataan jauh panggang dari api, hal yang sama pula dengan jargon revolusi mental dan nawa cita yang jauh panggang dari api, gagasan tanpa konsep.
Sadar dirilah usia sudah kian senja tanpa satu gerakan revolusi tak akan ada perubahan. Menjebol konsep lama yang tak berkonsep ganti dengan konsep baru. Untuk itu bentuk dulu konsep baru, buat kesepakatan. Dan kompromi itu adalah lubang jebakan. Semua bicara semua bersuara ini penghambat pembangunan, demokrasi kebablasan. Demokrasi diukur menurut isi kepala masing- masing. Ini hanyalah ekses, akibat dari satu konsep yang tidak membumi tidak menjulang ke angkasa.
Negara yang maju adalah negara yang penyelenggaranya siap memberdayakan semua SDM-nya all out, semua komponen bangsa disiapkan untuk bertempur merebut pasar dunia. Bukan model penyelenggara yang suka cari jalan pintas, berhutang demi gengsi yang terlanjur membumbung. Ujungnya jadi boneka agenda kerja dari luar, yang bagaikan hidup diatas rawa. Hingga ajal menjemput.
Senang pujian adalah manusiawi, namun haus pujian adalah ledakan umum pembual.
Kehebatan SATU BANGSA bukan tidak pernah korupsi. Kehebatan SATU BANGSA ada pada Produktivitasnya dan keberpihakan pada BANGSAnya. Satu yang jadi tujuannya mengangkat harkat martabat BANGSAnya menjadi hidup sejahtera dan penuh yakin dan percaya diri.