Agustusan, sebentar lagi... 2016 dikurangi 1945 sama dengan 71 tahun, sudah tua. Sudah habis satu generasi, seharusnya begitu. Masa kini kekinian masa lalu kekinikinian, artinya tidak ada yang berbeda. Kita dihadapkan generasi lalu yang bermimpi besar berbuat kekolotan.
Mimpinya ingin jadi negara nomor wahid di dunia, ingin jadi macan asia. Namun tindakannya selalu menyengsarakan bangsanya. Dari hebohnya penangkapan Santoso, respon terhadap saudara Harris Kontras terus kemaren ke masalah anak belia yang bikin mie merk bikini dan kebelakang heboh terhadap Saskia Gotik yang ke pleset masalah Pancasila dan banyak lagi. Ini saja bagaimana mereka merespon sudah indikasi besar susah maju, bisa dibilang penggambat maju.
Ciri negara maju itu harus punya ketangguhan ekonomi, kekuatan SDM yang unggul, berkualitas dan berkesinambungan, pengelolaan SDA tepat guna. Sedangkan potret yang bisa dilihat hal sebaliknya. Bahkan senang memblow up hal - hal yang sebaliknya, sampai bikin drama demi meraup simpatik. Pertanda haus pujian, mirip dengan heboh diatas tadi, dasarnya adalah haus pujian.
Satu contoh begitu hebohnya menanggapi produk makanan merk bikini. Semua menyerang bukan membina. Seolah semua lembaga yang punya kepentingan berhak dapat pujian sebagai penyelamat bangsa. Itulah mental paternalistik, yang bangga dengan baju seragam, bukan prestasi.
Padahal pembuatnya ini remaja masih belia, belasan tahun, layak dibina bukan dibinasakan. Ia sudah punya kemampuan memproduksi, salah nama layak diberi tahu bukan disodori hukum tapi kasih tahu dan bina. Tidak terdaftar di bppom, ya bppom yang aktif. Jika tidak memenuhi standard, minta mengulang sample baru dari komposisi produk baru. Yang umum tidak begitu, kalau tidak datang sendiri aktif (calon produsenya) kagak bakal ada pemberitahuan buat periksa sample lagi. Inilah mental paternalistik, bukan cari pasar malah jadi juri. Jadi apa faham mereka, para aparat, mengelola konflik?
Rata - rata kan begitu, sebagai dua contohnya, ada air ledeng, listrik cari pelanggan baru?
Semua senang jika masuk pns,karena ada jaminan. Jaminan ini satu segi menciptakan calo, membuat biaya tinggi buat pelamar jadi pns, segi yang lain membentuk karakter lama, masyarakat paternalistik, yang paling parah pemalas berseragam, kagak kerjapun dapat duit. Surat - surat bisa digadaikan ke bank buat sebagian besar tuntutan gaya hidup.
Orientasi mereka jadi begitu bukan ansih salah mereka, itu karena sudah terbentuk satu budaya seperti itu. Mereka mencontoh seniornya, seniornya nyontek seniornya lagi. Dan ini dibiarkan terus. Kalau pun yang diperbaiki, cuma nyolongnya, nyolong waktu dan duit. Jika ketahuan korupsi, dijebloskan ke sel. Hanya itu yang baru digalakkan, tidak ada orientasi yang membikin semua sdm yang diberdayakan tepat guna tepat sasaran berdasarkan fungsinya.
Agustusan sebentar lagi, mental masih bermental kolot, hanya mengelus dada jika melihat kanan kirinya tidak jelas pekerjaan. Sekali diberi pekerjaan dijadikan alat tukang pukul, tukang kampanye, tukang ngumpulin ktp dan lain sebagainya. Itulah potret perjalanan 71 tahun merdeka. Tidak pernah matang dan dewasa. Kekhasan ketidakmatangan senang puja puji, senang plakat, senang lencana, senang piagam penghargaan.
Itu tergambar, satu contoh, sangat jelas tergambar bagaimana sikap institusi Kepolisian merespon informasi Harris Kontras. Sebaliknya si pembuka informasi pun seperti berlaku sama. Cenderung yang dikedepanan mencari popularitas ditengah masyarakat yang premature dikitari oleh para penyamun.
Hal yang sama, bombardir pemberitaan penangkapan Santoso. Santoso ini militan kecil, bisa ditangkap dengan sedikit serdadu, atau memang sudah keasikan hidup di kafe - kafe jadi susah atau lupa atau tidak tahu lagi bagaimana cara perang gerilya benar. Apa tidak ini jadi kontradiktif dengan berita juara peperangan dengan USA. Bahkan mungkin hidungnya kembang kempis dipuji perwira USA?
Kontradiktif lagi sampai salah sasaran tembak???
Agustusan sebentar lagi, disetiap kampung semua yang berkepentingan sedang cari saweran buat kemeriahan menyambut HUT NKRI. Dari tahun ke tahun potretnya sama, satu sama dengan kenyataan dalam cara pandang, cara mengambil keputusan dan tindakan. Tema dan kenyataan jauh panggang dari api, hal yang sama pula dengan jargon revolusi mental dan nawa cita yang jauh panggang dari api, gagasan tanpa konsep.
Sadar dirilah usia sudah kian senja tanpa satu gerakan revolusi tak akan ada perubahan. Menjebol konsep lama yang tak berkonsep ganti dengan konsep baru. Untuk itu bentuk dulu konsep baru, buat kesepakatan. Dan kompromi itu adalah lubang jebakan. Semua bicara semua bersuara ini penghambat pembangunan, demokrasi kebablasan. Demokrasi diukur menurut isi kepala masing- masing. Ini hanyalah ekses, akibat dari satu konsep yang tidak membumi tidak menjulang ke angkasa.
Negara yang maju adalah negara yang penyelenggaranya siap memberdayakan semua SDM-nya all out, semua komponen bangsa disiapkan untuk bertempur merebut pasar dunia. Bukan model penyelenggara yang suka cari jalan pintas, berhutang demi gengsi yang terlanjur membumbung. Ujungnya jadi boneka agenda kerja dari luar, yang bagaikan hidup diatas rawa. Hingga ajal menjemput.
Senang pujian adalah manusiawi, namun haus pujian adalah ledakan umum pembual.
Kehebatan SATU BANGSA bukan tidak pernah korupsi. Kehebatan SATU BANGSA ada pada Produktivitasnya dan keberpihakan pada BANGSAnya. Satu yang jadi tujuannya mengangkat harkat martabat BANGSAnya menjadi hidup sejahtera dan penuh yakin dan percaya diri.
SEMOGA TERCAPAI KEMERDEKAAN ITU.
SALAM PROKLAMASI KEMERDEKAAN RI 1945.
No comments:
Post a Comment