Pasca ambruknya atap ruang kelas SDN Otista pada hari Kamis, 16/09/2021, Komisi IV DPRD Kota Bogor yang diwakili Ahmad Rifki Alaydrus dan Anna Mariam Fadhilah, bergerak cepat untuk melihat kondisi sekolah pada hari Jumat pagi, 17/09/2021.
“Kami mewakili DPRD melakukan pengecekan langsung. Kondisinya memang tidak layak, tahun 2004 pembangunan terakhir. DPRD sudah mendorong anggaran renovasi gedung sekolah, namun dimasa pandemi Covid-19 ini anggaran tersebut terkena refocusing,” ucap Rifki.
Di tempat yang sama, Anna mengatakan bahwa ambruknya ruang kelas SDN Otista ini menjadi alarm bagi dunia pendidikan. “Ini jadi alarm buat kita semua untuk mengecek bangunan-bangunan sekolah yang lain. Khawatir terjadi hal yang serupa. Sehingga sebelum kejadian kita sudah antisipasi dan bisa kita anggarkan perbaikannya, tidak direfocusing,” ujar Anna.
Untuk menghindari kejadian serupa, Ketua DPRD Kota Bogor, Atang Trisnanto mendorong Dinas Pendidikan untuk melakukan 3 langkah strategis.
“Mulai dengan pemeriksaan dan pemetaan seluruh bangunan sekolah untuk jaminan keselamatan proses belajar menjelang PTM. Hasilnya segera diajukan untuk perbaikan. Khusus SDN Otista bisa segera renovasi dengan skema BTT," kata Atang.
Kedua, evaluasi terhadap penyerapan anggaran perbaikan sekolah-sekolah, baik karena gagal lelang ataupun penyebab lainnya. “Anggaran perbaikan sekolah selalu dianggarkan DPRD dan Pemkot dalam beberapa tahun terakhir. Namun, banyak yang gagal dikerjakan. Harus dievaluasi secara total penyebabnya”, jelas Atang
Terakhir, kebijakan prioritas untuk pembangunan sekolah baru. “Petakan kebutuhan sekolah di wilayah. Jumlah penduduk bertambah, sekolah juga perlu ditambah. Apalagi rata-rata angka belajar kita belum sampai 12 tahun. Terlebih dengan sistem zonasi, banyak siswa yang tidak tertampung akibat sekolah banyak terkonsentrasi di perkotaan," pungkas Ketua DPD PKS Kota Bogor ini.
RILIS TERSANGKA: Kapolrestabes Makassar Kombespol Witnu Urip Laksana (tengah) saat rilis kasus pembakaran mimbar masjid di Mapolrestabes Makassar (25/9). (IDHAM/FAJAR)
Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) Jusuf Kalla (JK) mengecam pembakaran mimbar Masjid Raya Makassar. Dia berharap polisi bisa segera mengusut kasus tersebut sampai tuntas. JK juga berharap masyarakat di Makassar dan Indonesia tidak terpancing oleh perilaku tak bertanggung jawab itu.
Berdasar informasi yang diterima JK, pembakaran tersebut diperkirakan terjadi pada hari Sabtu dini hari, 25/09/2021. JK meminta masyarakat menyerahkan pengusutan kasus itu ke aparat kepolisian. ”Dan saya berharap kepada masyarakat, terutama umat Islam di Makassar dan daerah lainnya di Indonesia, agar tidak terprovokasi atas tindakan tersebut,” tuturnya kemarin, hari Minggu, 26/09/2021.
Sebagai ketua umum DMI, JK juga menyampaikan pesan kepada seluruh pengurus atau takmir masjid di Indonesia. Para takmir masjid diminta lebih meningkatkan kewaspadaan. ”Jika ada sesuatu yang dinilai mencurigakan dan berbahaya, segera laporkan ke pihak yang berwenang,” ucapnya.
Sementara itu, polisi telah menangkap pelaku bernama Kabba. Kepada polisi, pria 22 tahun tersebut mengaku melakukan pembakaran karena sakit hati dengan penjaga masjid. ”Tersangka sakit hati karena setiap mau beristirahat, tidur di masjid, selalu dilarang oleh pengurus masjid dan sekuriti,” kata Kapolrestabes Makassar Kombespol Witnu Urip Laksana kemarin seperti dilansir FAJAR.
Kabba lalu masuk ke dalam masjid secara diam-diam sekitar pukul 01.17 Wita. Dia membawa korek api dan membakar sajadah yang dia bawa. Api juga didekatkan ke mimbar hingga terbakar. Pemuda asal Jalan Sembilan, Makassar, itu pun kabur setelah aksinya diketahui penjaga masjid yang lantas melapor ke polisi. Beberapa jam seusai kejadian, polisi menangkap Kabba di Jalan Tinumbu, Makassar, tanpa perlawanan.
Institut Pertanian Bogor (IPB) University berencana akan menggelar perkuliahan atau kuliah tatap muka (KTM) terbatas pada akhir Oktober 2021 mendatang.
Rencananya, PTM akan dilaksanakan setelah pelaksanaan Ujian Tengah Semester (UTS) pada Oktober mendatang.
Rektor IPB University, Arif Satria mengatakan, KTM pada Oktober mendatang akan dilaksanakan secara terbatas dan bertahap.
“Jadi Insyaallah kita sudah merencanakan perkuliahan akan dilakukan mulai Oktober secara terbatas dan bertahap, untuk mahasiswa-mahasiswa semester 5,” ujar Arif.
Arif menjelaskan, saat ini kampus sedang menyiapkan para mahasiswa dan prodi masing-masing. Kendati demikian, kata dia, tidak semua fakultas di IPB University yang akan melaksanakan KTM.
“Memang ada fakultas yang sama sekali belum membuka kesempatan bagi para mahasiswa. Tapi ada beberapa fakuktas yang sudah siap,” ucap dia.
Arif berharap, pelaksanaan KTM nantinya bisa berjalan dengan lancar. Diperkirakan, KTM akan dilaksanakan setelah UTS pada Oktober mendatang.
“Akhir Oktober kita akan mulai masuk untuk sebagian secara bertahap. Mudah-mudahan ini berjalan dengan lancar. Moga-moga pandemi Covid segera reda sehingga kita bisa kembali normal dalam perkuliahan,” katanya.
Berbeda dengan IPB University, Universitas Ibn Khaldun (Uika) Bogor tengah menyiapkan kebijakan untuk menyambut rencana KTM. Rencananya, KTM akan dilaksanakan pada November mendatang.
Rektor Uika Bogor, Endin Mujahidin mengatakan, KTM akan dilaksanakan setelah masa Ujian Tengah Semester (UTS). Namun, segala kebijakan KTM akan dibahas lebih lanjut dengan para dekan fakultas.
“Untuk teknis KTM baru akan kami bahas lebih detail besok bersama para Dekan Fakultas. Tapi yang jelas rencananya KTM akan kami lakukan setelah UTS November nanti,” ujarnya.
Mosaik berusia 2000 tahun yang menakjubkan ini ditemukan oleh para arkeolog di kota Zeugma ., Turki
Penemuan menarik yang baru-baru ini dibuat oleh tim arkeolog di kota Zeugma, Turki, telah memberi kami kesempatan untuk menyaksikan pembukaan seni Yunani dan Romawi yang belum pernah dilihat orang ribuan tahun.
Situs ini menarik perhatian komunitas arkeologi internasional ketika terancam oleh banjir karena pembangunan bendungan terdekat di Turki selatan pada tahun 2000. Ketika tim arkeolog yang dipimpin oleh Profesor Kutalmış Görkay dari Universitas Ankara mulai menggali, mereka menemukan situs yang menakjubkan dan Mosaik kaca yang terpelihara dengan baik kaya akan warna.
“Mereka adalah produk dari imajinasi patron. Itu tidak seperti hanya memilih dari katalog,” kata Profesor Kutalmış Görkay kepada Archaeology.org
“Mereka memikirkan adegan tertentu untuk membuat kesan tertentu. Misalnya, jika Anda memiliki tingkat intelektual untuk membahas sastra, maka Anda dapat memilih adegan seperti tiga renungan”.
Komunitas arkeologi terinspirasi untuk menggali ketika mereka mendengar bahwa kota itu dibanjiri oleh bendungan di dekatnya
Orang Yunani menamai kota itu "Seleucia" ketika mereka mendirikannya pada abad ke-3 SM
Kekaisaran Romawi menaklukkan kota pada 64 SM, menamainya menjadi Zeugma (berarti "jembatan" atau "penyeberangan" dalam bahasa Yunani kuno)
Bangsa Romawi menguasai kota itu sampai tahun 253 M, ketika Sassaniyah Persia merebut kota itu.
Petani tomat di Lembang, Kabupaten Bandung Barat. (Suara.com/Ferrye Bangkit Rizki)
Para petani sayuran di Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB) kini tengah berbahagia. Sebab, hasil panen dan harganya dalam tiga bulan terakhir cukup memuaskan.
Komoditas sayuran yang kini tengah naik daun adalah tomat. Harganya sejak tiga bulan lalu cukup tinggi hingga mencapai Rp 13 ribu lebih per kilogramnya.
Padahal harga normalnya biasanya hanya sekitar Rp. 5 ribu per kilogram di tingkat petani.
"Tapi sekarang harga tomat buah sudah turun lagi sekitar Rp 7.500. Kemarin sempat mahal langsung dari gunung seharga Rp 13.500," ungkap Ading (56), salah seorang petani asal Desa Cikidang, Kecamatan Lembang, KBB pada Senin, 27/09/2021.
Menurut Ading, mahalnya harga tomat dari tingkat petani dikarenakan hasil panen yang cukup bagus.
"Hasil panennya sedang bagus dan berpengaruh pada harganya. Hasil panen juga tidak terganggu oleh cuaca sekarang, kemarau basah," ungkapnya.
Dalam dua pekan terakhir, Ading sendiri sudah empat kali memanen 12 ribu batang tomat miliknya. Dari empat kali panen itu, tomat yang didapat bisa mencapai sekitar 6 ton. Tomat dipetik biasanya selang 3 hingga 5 hari.
"Sekali panen bisa 1 ton lebih. Jadi total 4 kali panen mencapai 6 ton lebih. Karena 1-4 kali panen biasanya naik terus, selanjutnya panen ke 5 sampai seterusnya hasilnya menurun," terang Ading.
Hasil panen yang didapat Ading dalam beberapa bulan terakhir pun cukup membuatnya puas. Dalam sekali panen ia bisa mendapat sekitar Rp 17 juta.
"Rata-rata Rp 17 juta. Tapi kan saya juga harus upah memetik dan transport, perawatan dan lain-lain," sebutnya.
Namun di balik naik daunnya tomat, ternyata para petani sayuran di Lembang merasa khawatir sayuran mereka dicuri. Untuk mengantisipasinya, para petani pun berjaga atau ronda di kebun sepanjang malam.
"Pemilik tomat suka pada ngeronda di kebun sudah sebulan, sebagai antisipasi karena harga tomat mahal. Khawatir ada yang mencuri, meski belum ada kejadian," pungkasnya.
Zailey Segura, Zavery Segura dan ibu mereka Karen Smith mengarungi banjir setelah Badai Nicholas mendarat di Galveston, Tex., pada 14 September. (Mark Felix/For The Washington Post)
Artikel Sains sebagian terinspirasi oleh tiga putra Thieri, yang berusia 7, 5 dan 2 tahun. Namun maknanya tidak terbatas pada anak-anak. Siapa pun yang berusia di bawah 40 tahun, katanya, ditakdirkan untuk hidup dalam risiko bencana alam yang belum pernah terjadi sebelumnya, mengalami peristiwa ekstrem yang hanya memiliki peluang 1 banding 10.000 di dunia pra-industri.
Adriana Bottino-Poage berusia 6 tahun, dengan pipi kerub dan ikal yang memantul ketika dia tertawa. Dia suka sepak bola, seni dan mengunjungi perpustakaan. Dia bercita-cita menjadi seorang ilmuwan dan menciptakan robot yang dapat mengeluarkan polusi dari udara. Dia ingin menjadi tipe orang dewasa yang bisa membantu dunia.
Namun tindakan manusia telah membuat dunia menjadi tempat yang jauh lebih berbahaya bagi Adriana untuk tumbuh dewasa, menurut studi pertama tentang dampak perubahan iklim lintas generasi.
Jika planet ini terus menghangat pada lintasannya saat ini, rata-rata anak berusia 6 tahun akan mengalami sekitar tiga kali lebih banyak bencana iklim daripada kakek-nenek mereka, demikian temuan studi tersebut. Mereka akan melihat dua kali lebih banyak kebakaran hutan, 1,7 kali lebih banyak siklon tropis, 3,4 kali lebih banyak banjir sungai, 2,5 kali lebih banyak gagal panen, dan 2,3 kali lebih banyak kekeringan daripada seseorang yang lahir pada tahun 1960.
Orang-orang di seluruh dunia semakin melihat perubahan iklim sebagai ancaman pribadi, jajak pendapat baru menemukan.
Temuan ini, yang diterbitkan minggu ini di jurnal Science, adalah hasil dari upaya besar-besaran untuk mengukur apa yang penulis utama Wim Thiery sebut sebagai “ketidaksetaraan antargenerasi” dari perubahan iklim.
Dengan menggunakan berbagai model iklim dan demografi, Thiery dan 36 rekannya membandingkan risiko yang dihadapi generasi sebelumnya dengan jumlah peristiwa ekstrem yang akan disaksikan anak-anak saat ini dalam hidup mereka. Kecuali para pemimpin dunia menyepakati kebijakan yang lebih ambisius ketika mereka bertemu untuk KTT iklim PBB di Glasgow, Skotlandia, musim gugur ini, kata studi tersebut, anak-anak saat ini akan terkena rata-rata lima kali lebih banyak bencana daripada jika mereka hidup 150 tahun yang lalu.
Perubahannya sangat dramatis di negara-negara berkembang; bayi di sub-Sahara Afrika diproyeksikan untuk hidup melalui gelombang panas 50 hingga 54 kali lebih banyak daripada seseorang yang lahir di era praindustri.
Kesenjangan menggarisbawahi bagaimana dampak terburuk dari perubahan iklim akan dialami di tempat-tempat yang berkontribusi paling sedikit terhadap pemanasan, oleh orang-orang yang tidak banyak bicara dalam kebijakan yang memungkinkan emisi berkelanjutan terjadi, kata Thiery. Lebih dari setengah dari semua gas rumah kaca di atmosfer dihasilkan setelah tahun 1990, yang berarti bahwa sebagian besar bencana yang akan dialami anak-anak saat ini dapat dikaitkan dengan emisi yang dihasilkan selama masa hidup orang tua mereka.
Biden berjanji untuk menggandakan bantuan untuk negara-negara rentan yang berurusan dengan perubahan iklim.
“Orang-orang muda sedang dilanda krisis iklim tetapi tidak dalam posisi untuk membuat keputusan,” katanya. “Sementara orang yang bisa membuat perubahan tidak akan menghadapi konsekuensinya.”
Upaya agresif untuk mengekang penggunaan bahan bakar fosil dan kegiatan pemanasan planet lainnya masih dapat secara dramatis meningkatkan prospek anak-anak saat ini, tambahnya. Jika orang berhasil membatasi pemanasan hingga 1,5 derajat Celcius (2,7 derajat Fahrenheit) di atas tingkat pra-industri, risiko bayi baru lahir dari paparan panas yang ekstrem akan turun hampir setengahnya. Mereka bisa melihat kegagalan panen 11 persen lebih sedikit, kekeringan 27 persen lebih sedikit dan banjir sungai hampir sepertiga lebih banyak daripada jika emisi terus berlanjut.
Tetapi dunia sama sekali tidak memenuhi target 1,5 derajat itu. Sebuah laporan PBB yang diterbitkan awal bulan ini memperingatkan bahwa, berdasarkan janji iklim negara-negara saat ini, emisi gas rumah kaca sebenarnya dapat meningkat sebesar 16 persen pada akhir dekade ini. Itu akan menempatkan planet ini pada jalurnya untuk menghangat sebesar 2,7 derajat Celcius (4,9 derajat Fahrenheit) pada akhir abad ini.
Hal ini membuat Adriana marah. The Woodbridge, Va., siswa kelas satu sudah khawatir tentang kebakaran hutan di California, tempat saudara tirinya tinggal. Dia telah mendengar tentang pulau-pulau yang dibanjiri oleh naiknya air laut, melihat sekilas badai dan kekeringan di berita.
Sementara itu, orang dewasa “tidak mendengarkan, dan mereka terus melakukannya dan membuat bumi semakin panas” tambahnya. “Semuanya akan terus bertambah buruk sampai saya dewasa. Seseorang harus melakukan sesuatu.”
Makalah Sains sebagian terinspirasi oleh tiga putra Thiery, yang berusia 7, 5 dan 2. Namun implikasinya tidak terbatas pada anak-anak. Siapa pun yang berusia di bawah 40 tahun, katanya, ditakdirkan untuk menjalani kehidupan dengan paparan bencana yang belum pernah terjadi sebelumnya, mengalami tingkat kejadian ekstrem yang hanya memiliki peluang 1 banding 10.000 terjadi di dunia praindustri.
“Dulu cerita seperti, 'ya kita harus membatasi pemanasan global karena cucu,'" katanya. “Studi ini memperjelas bahwa perubahan iklim telah tiba. Itu ada di mana-mana.”
Angka-angka yang diberikan dalam penelitian ini hampir pasti diremehkan, kata rekan penulis Joeri Rogelj, direktur Institut Perubahan Iklim dan Lingkungan Grantham di Imperial College London. Keterbatasan data, dan kompleksitas analisis, membuat para ilmuwan tidak menilai peningkatan risiko beberapa bahaya, seperti banjir pantai akibat kenaikan permukaan laut. Studi ini juga tidak memperhitungkan peningkatan keparahan banyak peristiwa, hanya melihat pada frekuensi.
Di sisi lain, kata dia, negara-negara juga memiliki peluang untuk beradaptasi dengan perubahan yang akan datang. Jika dunia berinvestasi untuk membuat masyarakat lebih aman — misalnya, memasang penghalang banjir, menerapkan aturan bangunan yang aman dari kebakaran, menyediakan tempat berlindung bagi orang-orang yang berisiko dari panas yang mematikan — bencana tidak harus merusak generasi mendatang seperti halnya bagi manusia hari ini.
“Tujuan kami adalah agar ini bukan kesimpulan dari debat ini,” kata Rogelj, “tetapi ini menjadi awal dari melihat pengalaman hidup anak-anak yang lahir hari ini.”
Ketika janji iklim gagal, PBB memperkirakan dunia bisa menghangat dengan bencana 2,7 derajat Celcius.
Kim Cobb, seorang ilmuwan iklim di Institut Teknologi Georgia yang tidak terlibat dalam penelitian baru, menyebutnya sebagai “studi yang kuat” berdasarkan temuan-temuan yang ditetapkan dari Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sebagai seorang ilmuwan, kata Cobb, dia tidak terkejut dengan hasilnya.
Tapi Cobb juga seorang ibu dari empat anak. Membaca laporan melalui lensa itu, dia berkata, “ini membawa fokus yang tajam pada apa yang gagal ditangkap oleh begitu banyak model ekonomi dari dampak perubahan iklim — jumlah besar penderitaan manusia yang tergantung pada keseimbangan dengan pilihan emisi kita dekade ini.”
Dia menambahkan: "Beban moral saat ini hampir tak tertahankan."
Dalam sebuah laporan yang diterbitkan sehubungan dengan temuan Thiery, Save the Children International meminta para pemimpin dunia untuk membuat perubahan yang diperlukan untuk memenuhi target 1,5 derajat Celcius. Negara-negara kaya juga harus menindaklanjuti janji mereka yang belum terpenuhi untuk memberikan $100 miliar per tahun untuk membantu negara-negara berpenghasilan rendah mengekang emisi mereka sendiri dan beradaptasi dengan perubahan yang sudah berlangsung, kata kelompok itu.
Yolande Wright, yang mengarahkan upaya iklim nirlaba, juga berharap temuan ini akan mendukung upaya hukum untuk memaksa tindakan iklim atas nama anak-anak. Tahun lalu, pengadilan banding federal membatalkan kasus yang diajukan oleh 21 anak muda Amerika yang berpendapat bahwa kegagalan pemerintah untuk bertindak atas perubahan iklim merupakan pelanggaran terhadap hak-hak mereka. Kasus serupa telah diajukan di Portugal, Peru dan di tempat lain.
"Sekarang kita benar-benar dapat mengukur bagaimana seorang anak dalam masa hidup mereka akan melihat lebih banyak lagi dari peristiwa ekstrem ini... itu membantu membuat kasus ini," kata Wright.
Aktivis yang 'lahir dalam krisis iklim' menghadapi tantangan lain: Ketakutan akan masa depan.
Pengacara lingkungan Dan Galpern, penasihat umum dan direktur Inisiatif Perlindungan dan Restorasi Iklim, setuju bahwa “penelitian antisipatif” seperti ini dapat membantu menetapkan tanggung jawab pemerintah dan perusahaan atas kerugian nyata yang dialami oleh anak-anak.
Young people already say climate change has touched their lives and harmed their mental health. In a recent survey of 16- to 25-year-olds, scientists found that three quarters of respondents feared the future and more than half believed they would have less opportunity than their parents. Nearly 60 percent said their governments had betrayed them and future generations — making them feel even more anxious.
“Masa depan bagi saya dan semua orang yang datang setelahnya sangat tidak aman,” kata Emanuel Smari Nielsen, seorang aktivis iklim berusia 14 tahun dari Norwegia. “Ketika politisi dan mereka yang berkuasa tidak melakukan apa-apa, itu membuat saya merasa lelah. Itu hampir membuatku marah.”
Adriana, 6 tahun, mengatakan dia merasa "sangat gugup" ketika memikirkan apa yang akan terjadi di masa depan. Pada saat-saat itu, tidak ada yang membantunya merasa lebih baik.
Para ahli mengatakan salah satu cara untuk membantu anak-anak mengatasi kecemasan iklim adalah dengan membantu mereka merasa diberdayakan untuk melakukan sesuatu tentang hal itu. Laporan Save the Children menyerukan kepada masyarakat, negara, dan lembaga global seperti PBB untuk memberi kaum muda peran yang lebih besar dalam menetapkan kebijakan iklim.
9 pertanyaan tentang Korps Iklim Sipil, dijawab.
Cormac Buck, 8 tahun dari Savannah, Ga., telah memutuskan untuk berhenti makan daging (kecuali untuk nugget ayam sesekali). Dia adalah bagian dari sekelompok anak-anak di sekolahnya yang telah meminta guru dan administrator untuk menggunakan lebih sedikit bahan bakar fosil.
“Terkadang saya mendengar beberapa hal menyedihkan terjadi, seperti beberapa hewan karena perubahan iklim sangat dekat dengan kepunahan… dan saya merasa sedih,” katanya. “Dan kemudian saya biasanya mencoba memikirkan cara untuk menghentikan hal itu terjadi lagi.”
Dan orang dewasa harus mendapatkan kembali kepercayaan anak-anak, kata Thiery, dengan membuat pengurangan emisi dramatis yang telah lama tertunda. Pilihan kita sekarang akan menentukan apakah anak-anak tumbuh di dunia dengan gelombang panas empat kali lebih banyak atau tujuh kali lebih banyak gelombang panas, dunia dengan kegagalan panen sesekali atau kekurangan pangan kronis.
"Kita masih bisa menghindari konsekuensi terburuk," katanya. “Itulah yang memberi saya kekuatan sebagai seorang ayah… Masa depan mereka ada di tangan kita.”
Muazin di Medan korban penganiayaan jemaah (Foto: Ahmad Arfah/detikcom)
Kuping seorang muazin nyaris putus akibat disayat seorang jamaah. Peristiwa tragis itu terjadi di Medan, Sumatera Utara pada hari Senin, 20/09/2021.
Kisah tragis itu dialami Muazin asal Medan, yakni M Syawal. Kupingnya nyars putus disayat jamaah berinisial R di Masjid Raudhatul Islam, Medan Barat.
Peristiwa itu terjadi seusai salat magrib. Syawal mengatakan jemaah berinisial R itu menyerangnya saat makan bersama.
“Dia (terlapor R) bilang saya bukan orang situ, tapi sok mau berkuasa,” kata Syawal mengawali ceritanya kepada wartawan, Senin, 27/09/2021, mengutip dari Solopos.com -jaringan Suara.com.
R tiba-tiba membanting piring dan keluar ruang makan sembari memaki-maki Syawal. R juga menyinggung masa lalunya sebagai seorang pengguna narkoba. Bahkan R menyebut Syawal hanya berpura-pura menjadi muazin.
“Terus menyinggung masa lalu saya soal narkoba. Dia bilang saya di situ modus saja, padahal penjahat,” tuturnya.
R yang mendadak emosi itu kemudian menyerang Syawal dengan pisau. Nahas, telinga si muazin itu terkena sayatan dan hampir putus. Akibatnya, Syawal mendapatkan 39 jahitan.
“Tiga kali saya bisa menghindari. Keempat kena kuping saya dan saya mendapatkan 39 jahitan,” ucap Syawal.
Lantaran tidak terima dengan perbuatan R, Syawal pun melaporkan kejadian itu kepada polisi. “Saya harap dia ditindak, dia selalu buat resah di masjid itu. Sebelum saya juga dia beberapa kali dia ribut sama orang masjid, termasuk sama BKM dan jemaah,” ucap Syawal.
Poster berisi kritikan yang menempel di fasilitas publik di Kota Banjar. (HR Online)
Kritik rakyat terhadap pemerintah tak akan pernah bisa dibendung. Di Kota Banjar misalnya, muncul poster berisi kritikan terhadap pemerintah yang ditempel di fasilitas publik usai mural yang berisi kritikan terhadap pemerintah dihapus.
Sebelumnya, salah satu mural yang ada di Jalan Tentara Pelajar, Kota Banjar, Jawa Barat dihapus.
Penghapusan mural itu tak menyurutkan rakyat untuk terus memberikan kritik terhadap pemerintah terkait kondisi dan beberapa kebijakan yang tidak pro rakyat.
Beberapa poster yang berisi kritikan terhadap penguasa muncul di beberapa tempat, menempel pada tiang traffic light atau lampu lalu lintas. Seperti di Simpang 4 Alun-alun, Simpang 4 Rumah Makan H. Ayo, papan penunjuk Simpang 3 Taman Kota.
Poster yang ada di Simpang 4 Alun-alun bertuliskan “Berani Membatasi Harus Menghidupi Negara Jangan Lepas Tanggung Jawab”.
Sedangkan untuk poster yang ada pada tiang listrik di Jalan Sudiro kritikan kepada pejabat, yang bertuliskan “Pejabatnya Hidup Mewah Rakyatnya Hidup Susah”.
Salah seorang pedagang, Jitron mengatakan, selama berjualan keliling ia baru tahu tentang keberadaan poster tersebut.
“Selama berjualan keliling saya baru lihat ada poster yang nempel pada lampu merah alun-alun itu,” kata Jitron kepada wartawan, hari Sabtu, 25/09/2021.
Menurutnya, seseorang menempelkan poster tersebut pada malam hari, yaitu saat situasi sekitar sedang sepi. Hal tersebut supaya tidak diketahui oleh orang banyak.
“Sepertinya poster itu ditempelkan malam hari. Kalau siang kan banyak orang,” tambahnya.
Lebih lanjut Jitron menambahkan, jika melihat dari tulisan yang ada pada poster tersebut, merupakan sindiran atau kritikan terhadap pemerintah.
SPD Memimpin dalam Jajak Pendapat Pemilu Jerman Dengan 25,8% sebagai Blok Merkel di Jalur untuk Hasil Terburuk Sejak 1949,
Hasil pemungutan suara akan memutuskan siapa yang akan menjadi penerus Angela Merkel sebagai kanselir, karena dia tidak berpartisipasi dalam pemilihan ini, mengundurkan diri setelah empat periode.
Menurut exit poll dari ZDF, Partai Sosial Demokrat (SPD) diproyeksikan menjadi partai politik terkemuka di Jerman dengan 25,8% suara, sedangkan blok Christian Democratic Union / Christian Social Union (CDU/CSU) saat ini berada di urutan kedua dengan 24,2% suara. Sejauh ini, ini merupakan hasil terburuk bagi aliansi tersebut sejak pemilu 1949.
Sementara itu, Partai Hijau berada di urutan ketiga dengan 14,7% suara, sedangkan Partai Demokrat Bebas berada di urutan keempat dengan 11,8%, dan AfD sayap kanan melengkapi 5 besar dengan 10,1%, sementara Die Linke (Kiri) memiliki 5% suara, yang merupakan ambang batas untuk memasuki parlemen.
Kanselir Jerman Angela Merkel telah menjadi inti yang menentukan dari partai Uni Demokratik Kristen (CDU) dan banyak orang Jerman tidak melihat ada gunanya CDU tanpa dia, Albert Breininger, anggota partai Alternatif untuk Jerman ( AfD), mengatakan kepada Sputnik pada hari Senin.
"Seperti yang diharapkan, partai Merkel gagal dan kehilangan suara. Faktanya adalah bahwa ketika Merkel memimpin, partai itu benar-benar mengubah prinsipnya sendiri," jelas
Breininger. "Dua puluh tahun yang lalu partai ini membela nilai-nilai Kristen, sekarang tidak memiliki prinsip khusus yang tersisa, hanya berubah menjadi partai Merkel, tetapi Merkel meninggalkan CDU."
“Sosial Demokrat mengejutkan banyak yang memperoleh cukup banyak, Partai Hijau juga memperoleh keuntungan yang signifikan berkat iklan dan dukungan media massa. Ini mengingatkan saya pada suatu bentuk histeria dan pengabdian agama dalam satu, tidak ada politik dalam keuntungan ini oleh Partai Hijau," kata Breininger.
Mengomentari kinerja partainya dalam pemilihan hari Minggu, Breininger mengatakan kepada Sputnik bahwa terlalu dini untuk menarik kesimpulan permanen.
“Partai AfD telah kehilangan 1,5 persen saat ini. Ini tentu saja akibat dari anti-propaganda, tetapi ini adalah hasil pertama. Di beberapa negeri, AfD Jerman menempati urutan kedua, misalnya. Secara keseluruhan, blok konservatif beringsut 50 persen. persen dan itu adalah hasil yang bagus," kata Breininger.
Baik pemimpin CDU Armin Laschet dan pemimpin SPD Olaf Scholz mengatakan koalisi tiga arah adalah hasil pemilu yang paling mungkin, tampaknya mengesampingkan Koalisi Besar baru dari kedua partai mereka. Laschet mengatakan dia lebih suka aliansi partai-partai sentris.