tidak serupa tapi sama
Menjelang pemilu 2014, tidak jauh berbeda dengan jelang pemilu sebelum dan sebelumnya. Orang yang sama berbondong mendaftarkan kembali menjadi caleg, orang yang berbeda dengan profesi yang semodel ikut - ikutan mendaftarkan diri. KPU dan masing - masing partai politik sibuk menyiapkan diri kearah itu, diatas tujuan yang sama, yaitu duit, duit dan duit, tidak ada satupun kontennya untuk menguatkan apa yang menjadi dasar negara, kalaupun ada baru sebatas ingin.. Kesemuanya itu lalu dikemas dengan berbagai kemasan jualan, dimana isinya tetap sama mengejar duit demi isi dompet dan memenuhi hasrat gaya hidup. Mereka mengutak - atik aturan main, tidak dalam rangka untuk memperbaiki Indonesia, lebih dari sekedar oleh pengalaman di kasus - kasus sebelumnya karena merasa dirugikan. Tak kalah hingar bingarnya, berjamuran lembaga survey daftar meramaikan jelaga udara, menuju ke satu tujuan, yaitu duit.
Peredaran duit menjadi luar biasa menjelang pemilu, baik yang datang dari dalam maupun dari luar, mendorong mata berbinar - binar, lidah terjulur seperti hewan. Hampir sebagian besar bertarung kearah itu, bermacam cara dengan dikemas rangkaian kata hukum yang seolah - olah legal secara hukum, agar pembobolan itu dikemudian hari terdeteksi bisa diatasi untuk berkelid. Inilah pesta hajatan yang meracuni tujuan bernegara. Selesai Hajatan, sudah pasti ketemu dengan masalah yang sama di pelataran lembaga - lembaga negara, baik dari dalam maupun antar lembaga, juga akan ketemu lagi model penjarahan apbn yang sasma dengan modus yang lain tentunya, akan ketemu lagi masyaraka t yang miskin papan, sandang dan pendidikan, ketemu lagi jalan - jalan yang berlubang setiap kali diguyur air, teristimewa seperti proyrek abadi benerin jalan pantura tiap jelang lebaran. Rupa atau ujud yang tidak pernah berubah sekian puluh tahun membangun negeri ini. Maka jangan heran banyak bangunan fasilitas umum cepat ambruk karena masalah kualitas yang berbanding terbalik dengan kualitas duit yang digelontorkannya. Bahkan situainya seperti telah didorong rakyat untuk menjadi buta permanen, lewat pagelaran - pagelaran hiburan, baik on the air maupun off the air, frekwensinya pun kian sering dan tak mengenal waktu, bagi - bagi duit, buat bikin rakyat senang, itu dilakukan oleh media - media televisi. Senang yang sifatnya temporer, tidak berdampak apa -apa selain kembali bisa jalan - jalan ke mall dan plaza. semodel dengan ketika parpol berkampanye.
Di pemilu kali ini yang bertambah adalah calon - calon presidennya, munculnya muka - muka baru, meramaikan persaingan. Bermacam visi dan misi mereka lempar kesana kemari menjaring pendukung. Dimana visi dan misi itu kalau pun terpilih menjadi presiden, dipastikan tidak akan dan mampu dijalankanya, lihat saja sistem berlakunya. Itu hanya lips service saja. Apalagi caleg - calegnya yang mau menebar janji, sama.
Jika banyak orang berharap hasil pemilu nanti berdampak perubahan kearah yang lebih baik bagi Indonesia seumumnya dan semua lapisan masyarakat Indonesia pada khususnya, tidak bakalan, Ini seperti harapan kosong, orang - orang yang sudah dimabuk kepayang oleh situasi yang terkondisikan. Terkondisikan oleh bagi - bagi duit yang membuat bangsa ini semakin bodoh, tercermin banyaknya generasi baru menjadi dukun dan pendakwah selebritis.
Indonesia tidak akan berubah oleh karena Presiden baru, anggota dewan baru. Perubahan itu sangat ditentukan pada dasar, arah dan tujuan yang itu diikat kedalam ikatan ikrar ( ikrar yang bukan koar - koar diucapkan yang biasa dilihat sehari - hari pada moment - moment tertentu, itu namanya bukan ikrar orang yang sedang senewen atau diajak untuk senewen ).
Itu saja yang bisa disampaikan, materi nanti tentang Daftar pemilih tetap yang tidak kalah menggelikannya, jadi menarik untuk dikupas lebih dalam.