Wednesday 8 August 2012

Hari Lebaran

Hari Lebaran

Ciptaan : ISMAIL MARDZUKI





       Setelah berpuasa satu bulan lamanya
       Berzakat fitrah menurut perintah agama
       Kini kita berIdul fitri berbahagia
       Mari kita berlebaran bersuka gembira
       Berjabatan tangan sambil bermaaf - maafan
       Hilang dendem habis marah di Hari lebaran



Minalaidin wal Faidzin
Maafkan lahir dan bathin
Selamat para pemimpin
Rakyatnya makmur terjamin



   Dari segala penjuru mengalir ke kota
   Rakyat desa berpakaian baru serba indah
   Setahu sekali naik trem listrik frai
   Hilir mudik jalan kaki pincang sampai sore
   Akibatnya tengteng selop sepatu terompeh
   Kakinya pada lecet babak belur berabe



Maafkan lahir dan bathin
rang tahun hidup prihatin
Cari wang janganlah bingungin
lah syawal kita nyalamin



          Cara orang kota berlebaran lain lagi
          Kesempatan kini dipake buat berjudi
          Sehari semalam main cekih mabok brendi
          Pulang sempoyongan kalah main pukul istri
          Akibatnya sang ketupat melayang ke mate
          Si penjudi mateng biru, girang si Istri



Maafkan lahir dan bathin
Rang tahun hidup priihatin
Kondangan boleh ngurangin





Sunday 5 August 2012

Tidak Ada Makan Siang Yang Gratis Itu Sampai Juga ke Lapangan

Tidak Ada Makan Siang Yang Gratis Itu Sampai Juga ke Lapangan
Dalam buku - buku motivasi orang diajarkan, salah satunya adalah  "tidak ada makan siang yang gratis". Kalimat ini mungkin bermaksud mendorong orang untuk aktif dalam membangun dirinya menjadi manusia mandiri, bahasa sederhananya getol cari duit. Entah bagaimana seakan itu termakan kedalam alam pikiran setiap orang, sehingga hasilnya hampir disetiap tempat  dijadikan lahan bisnis, tidak ada yang gratis. Sampai untuk sekedar berolaharaga pun, khususnya olahraga yang membutuhkan lapangan khusus, seperti volley, Basket, badminton dan sepakbola, kita harus merogoh kocek, sewa tempat.  Kecuali disedikit tempat di komplek perumahan, sisanya semua sudah menjadi mall dan ruko - ruko.  Tidak seperti dulu, di setiap sore atau pagi di hari libur, kita bisa menyalurkan hobi olahraga dengan bebas ditempat mana saja, lapangan fasilitas milik umum.


Dulu banyak lapangan bebas yang bisa dipakai untuk menyalurkan hobi, baik lapangan rumput luas semodel taman maupun lapangan yang sudah bentuk jadi sebagai arena olahraga, seperti lapangan volley, basket, badminton dan sepakbola. Dan hasilnya dari menyalurkan hobi, kemudian saling berlomba, berkompetisi kecil tingkat lokal, akhirnya tidak sedikit dari sana banyak yang direkrut menjadi pegawai baik negeri maupun swasta karena kemampuannya dalam berolahraga, bukan karena skill keahlian tertentu yang dibutuhkan di perusahaan.

IPerusahaan membutuhkan pegawai yang mampu mengharumkan nama perusahaan dalam event olahraga resmi. Efek lanjutannya di setiap kampung mulai giat berolahraga memanfaatkan betul lapangan yang ada. Ini selain bagus buat kesehatan mereka juga sangat baik bagi mereka, memberi jalan mereka untuk mendapakan pekerjaan.   Sekarang yang seperti ini sudah tidak ada lagi, lapangan sudah identik dengan tidak ada makan siang yang gratis. Semua tempat hampir dipastikan berbayar.

Tulisan ini ingin menggambarkan korelasi antara expectation dan satisfaction dalam berprestasi di bidang olah raga didukung oleh jumlah  SDM yang sangat besar.  Namun jadi  Sangat Ironi, dengan jumlah penduduk, terutama di usia yang siap cetak, antara 8 - 15 tahun,  sulit melahirkan atlit berprestasi. Apalagi cabang sepakbola yang sudah menjadi  olahraga kegemaran masyarakatnya. Sementara banyak  masyarakat terutama orang tuanya sampai terlibat dalam mendorong putra-putrinya dengan merogoh koceknya memasukannya ke tempat pencetakan atlit, berharap putra - putri mereka bisa menjadi atlit kebanggaan, dimana tidak sedikit pula putra - putri ini terpaksa ikut bukan atas keinginannya. ada juga pas memang putra - putrinya senang namun senangnya bukan karena hobi karena ikut - ikutan temannya. Dibelahan lain putra - putri  yang hobi, bisa jadi punya bakat sejak lahir namun orangtuanya miskin, ujungnya bakat itu tenggelam dengan sendirinya yang tak pernah menjadi kilauan permata. Ini adalah dampak dari tak ada makan siang yang gratis yang sudah sampai ke lapangan olahraga , tempat pencetakan alami kelak menjadi bakat - bakat nasional.  siapa yang salah?

Hal lain pencanangan expectation pada cabang olahraga tanpa dibarengi gerak terpadu secara vertikal dan horisontal,  secara vertikal ada gerak seirama dari atas kebawah dan dari bawah keatas, secara horisontal banyaknya event lokal yang memasayarakat yang sama banyak dengan event berbayar.  Itu hanyalah Ilusi kalau saya pinjam judul lagunya Anggun C Sasmi, artinya yang demikian hanyalah  mimpi orang - orang tanpa Ilmu, tidak mempunyai konsep dalam skup besar NKRI. Ujungnya bisa kita lihat sendiri, sepakbola hanya ladang bisnis yang tak pernah mampu mencetak kesebelasan yang solid,  begitu pula dengan olahraga basket dan volley.. yang paling miris lagi olahraga bulutangkis..  mungkin ini juga ada hubungan dengan virus flu burung yang sempat membuat unggas hilang dari kandangnya.. barangakali.

Expectation yang dibarengi konsep yang jelas dan kerja nyata tanpa pamrih, bisa menghasilkan beyond ecpectation.. melahirkan beyond satisfactions.. seperti dicabang angkat besi..


Adios

Friday 3 August 2012

Krisis Keteladanan Kepemimpinan

Krisis Keteladanan Kepemimpinan


Terakhir menyaksikan ganda campuran Lilyana Natsir dan Tantowi Ahmad disisa – sisa harapan menepis prasangka dan mungkin boleh dibilang sebagai bentuk kesetiaan dari penonton pada merah putih disisa kemungkinan meraih medali emas.


Ketika tumbang genaplah sudah sebagai bentuk kegagalan dari tidak punya arah yang jelas dari kepemimpinan SBY mengalir ke KONI dan Menpora hinggap di PBSI. Dicederai lagi oleh didiskualifikasi ganda putrinya. Hanya atlit angkat besi yang pulang dengan kepala tegap buah dari pusat pelatihan ditengah kampung, bukan hasil tempaan pelatda apalagi pelatnas. Namun diawal pembuka tulisan ini secara pribadi mengucapkan “selamat pada semua atlit yang berjuang di Olimpiade”.




Dan yang menarik adalah nanti pada saat pulang, mendengarkan bagaimana para pengurus nanti memberikan pernyataan – pernyataannya. Yang bakal menarik itu isi pernyataannya. Karena tidak akan jauh, isinya seperti nyanyian sentimental yang terinfluenze gaya seperti orang no.1 di Indonesia.


Kemudian dalam gayanya itu ditamengi pencarian kambing hitam, bakal menyalahkan factor ini dan itu. Tinggal dikasih nada saja setiap pernyataannya, maka isinya seperti sebuah lagu ratapan ngilu yang menyayat qalbu, yang pantasnya didengarkan oleh telinga sendiri bukan oleh telinga orang lain. Seperti kemaren ketika keputusan dikualifikasi muncul, malah sampai menyalahkan panitianya yang katanya begini dan begitu. Hak panitia meletakkan aturan itu mutlak, ketika menyalahkan panitia ini kan kebiasaan anak kecil membela diri sekenanya sambil tengok sana tengok sini cari dukungan kesalahan.


Lihat bagaimana sikap federasi China, mereka justru sebaliknya, menghujat dan akan melakukan pengusutan terhadap pengurus dan atlit yang melakukan fair play. Sangat kontras dengan pengurus di Indonesia, apalagi pemimpinnya, membela yang salah menonjolkan sikap pandirnya. Dalam kalimat pembukanya tidak pernah terlontar kalimat permohonan maaf bermakna gagal.




Beginilah kalau negara ini di asuh oleh kumpulan tupai dan tikus.


Terakhir, kegagalan kontingan Indonesia mempersembahkan medali emas di Olimpiade London 2012, murni bukan masalah sistim, tapi masalah Krisis Keteladanan Kepemimpinan, bukan krisis Keteladan Pemimpin. Karena kepimpinan ini sifatnya menular, ia adalah teori yang sudah menyatu kedalam sikap. Sedangkan pemimpin adalah orang. Kita tahu, bahwa Pemimpin itu banyak, namun tidak mudah menemukan pemimpin yang berkepemimpinan.

Wednesday 1 August 2012

UU Partai Politik Menempatkan Parpol Semodel Badan Usaha

UU Partai Politik Menempatkan Parpol Semodel Badan Usaha




Tidak salah kalau yang disebut politikus bisa seperti kutu loncat. Itu karena UU Parpolnya pun sudah jauh panggang dari api. Uraian disana secara tidak langsung telah mendefinisikan dengan sengaja partai politik tak ubahnya badan usaha.




Disini tidak ingin membeberkan isi UU-nya, pasal demi ayat berikut dengan UU perubahannya. Kalau diurai satu persatu selain bikin pegel tangan juga bukan tempatnya. Sebab tempat untuk menguji kan di kantor MK. Lagian saya bukan bung Yusril, yang menangguk diair keruh.


Kenapa?


Karena masalah hukum dan ketatanegaraan di negeri ini bukan hanya satu dua masalah UU. Dan masalah UU Parpol adalah salah satu masalah dari ribuan masalah UU yang masih sudah saling tumpang tindih tak karuan. Ini yang harus ditertibkan.


Dimana dari semua masalah itu permasalahan besarnya bermuara pada UUD-nya. Karena itu UUD-nya harus ditinjau ulang dan direvisi. Apa sudah ada berlaku, telah membuat cita - cita bangsa yang tertuang didalam "Pembukaan UUD'45" tidak pernah sampai - sampai.


Mungkin ini ada korelasinya, waktu UUD itu susun dan disahkannya, dikerjakan dengan tempo yang sesingkat - singkatnya, tidak dilakukan pengkajian dengan seksama. Hal ini juga barangkali sekedar memenuhi persyaratan berdirinya satu negara, salah satunya harus punya konstitusi.


Kemudian pada perjalanan apa yang dibuat itu (konstitusi) seperti dikeramatkan untuk dirubah. Hingga kini diikuti kesininya mewariskan secara estapet, setiap membuat UU atau peraturan dilakukan dengan tempo yang sesingkat - singkatnya. Ini seperti ujud dari doa dari proklamasi.


Lihat saja meski baru tahun 1999 dilakukan revisi, melahirkan UUD45 yang diamandemen, isi dari bab penjelasan, bukan makin membumi malah dari sudut uraian semakin tidak menggunakan bahasa hukum. Membuat apa dibaca dari UUD45 yang diamandemen bisa mencerminkan latar belakang pendidikan dari para pembuat revisinya. Padahal ketika itu sudah banyak pakar hukum senior, apa tidak dilibatkan atau memang tidak sempat dilibatkan karena dikejar kebelet pipis?


Ujungnya membuat yakin ini adalah ujud dari doa proklamasi 1945. Namun jika sekalipun ini ada pengaruh dari doa proklamasi, setidak - tidaknya tidak kesusu, tergopoh - gopoh menyelesaikannya. Untuk membuat perubahan sebuah konstitusi dan sistim yang sudah jadi dibutuhkan interval waktu tidak sedikit, kurang lebih 10 tahun.


Sekalipun begitu harus segera melakukan dimulai tahapan pengerjaannya. Tidak seperti kemaren dirubah sekenanya langsung disahkan.


Proses pengkajian dalam cara pandang yang sama sekalipun pandangan berbeda dan proses kerjanya berangkanya pada satu titik pijak tantangan dan jawaban dari segala aspek hidup dan kehidupan bernegara berdasarkan visi, misi, arah dan tujuan dalam setiap menyusun satu UU, apalagi yang dibukukan sebagai kitab, sebelum membuat dan atau merubah. Jika itupun masih punya sekelumit itikad kesungguhan demi bangsa dan seluruh tumpah tanah air.


Dan dari hasil yang dibuat, disahkan yang sekarang berlaku, dapat disimpulkan, bahwa sekalipun dilakukan perubahan pada UUD-nya, itu tidak akan ketemu perbaikan yang benar - benar jitu menjawab persoalan bangsa ini, kalau tidak dilandaskan hati - hati yang memiliki rasa cinta kepada tanah air begitu besar.


Jadi tidaklah salah kalau banyak yang antipati terhadap anggota dewan atau para penyelenggara negara. Itu UU-nya melegalisir maunya nafsu setiap manusia, bukan membatasi dan atau menempatkan fungsi yang benar - benar proporsional berdasarkan rujukan rumusan yang sebenarnya. Ujungnya negara ini tidak akan mampu memerangi KKN siapa pun yang akan duduk menjadi orang no. 1.


Orang - orang juga karena tumpang tindihnya UU, kebanyakan mereka pesimis terhadap siapapun yang akan duduk di dpr dan di pemerintahan, bakal menjawab hidup mereka yang bertebaran hidup di setiap jengkal wilayah NKRI. Oleh karena UUD-nya tadi.


Inilah kenyataan yang kita hadapi, terus dibikin bising oleh bermacam - macam kejadian yang kontraproduktif ditambah tak ada hasil apa - apa kalau tidak dibilang stag dari kinerja orang - orang di senayan dan di istana. Matanya seperti diberi sepasang penutup kaya penutup mata kuda, yang dilihatnya cuma satu meributkan apbn. Apa saja muncul masalah, kemudian diapungkan bermacam solusi ujung - ujungnya minta anggaran atau minta nambah anggaran.


Dan situasi Indonesia kini ceritanya akan terus berlanjut mencapai titik nadir, kebuntuan.


Selamat bersantap sahur!


Adios.