Friday, 3 June 2016

HILAL

HILAL

Assalaamu'alaikum warahmaatullahi wabarakaatuhu


Tulisan ini meneruskan notes facbook saya:
https://mobile.facebook.com/notes/ahmad-hanafiah/hilal

Hilal, alQur-an menyebutnya Al Ahillatu (albaqarah ١٨٩), bentuk jamak dari alhilaalu artinya ahlilhay-ati, bulan yang terlihat diawal bulan(bulan tsabit). Artinya bukan itu saja, orang arab juga menyebut hilal kalau ada titik bulatan ceper putih di kuku.








Hilal juga berarti duf'atul minal muthar, hujan. Dari kata hilal inilah, nanti ketemu dengan halliluyaa ( ﻫﻠﻠﻮﻳﺎ ) juga ketemu dengan kata attahlalu (ﺍﻟﺘّﻬﻼﻝ ) atau attahlil (التّهليل) atau tahlil. Itu tambahan saja, sebab yang mau dibahas bukan itu, tapi kembali ke judul, HILAL.


Membahas masalah hilal tidak terlepas dari masalah penentuan waktu awal ramadhan dan akhir ramadhan. Tentang waktu ini juga ada kaitan dengan masalah waktu di eropa dan amerika latin, apalagi bagi muslim yang tinggal di kutub utara di eskimo atau antartika.


Mereka yang disana bisa lebih lama dan atau sebaliknya dalam menjalankan ibadah shaum, sebab ini dipengaruhi orbitasi perputaran bumi terhadap matahari ( S. Ibrahim ayat 16 sd 40 teristimewa ayat 33 dab Yassin  36 sd 41), jika hitungan puasa berdasarkan waktu terbit dan tenggelamnya matahari dari sudut bumi.


Maka karena itu kita coba mengurai itu berdasarkan apa yang tertuang dalam alQur-an.


Hilal, kembali pada petunjuk ALLAH dalam alQur-an s.baqarah ayat ١٨٩, disitu tegas oleh kata ﻗﻞ ﻫﻲ , "wamaaqiitu linnaasi.. "


Kalau arti umum, tanda-tanda waktu bagi manusia.


Hiya menunjuk kepada al-ahillatu, hilal.


Mawaaqiitu, ini bentuk tambahan dari alwaqtu, waktu, dalam sharaf bentuk kata benda menunjuk kepada objek dan atau menunjuk kepada ruang dan waktu.








Jadi hilal, yang demikian itu adalah tanda waktu untuk menentukan ruang dan waktu bagi manusia di bumi ini. Pada ayat ini tidak dirangkai dengan kalimat selanjutnya. Karena yang menjadi tekanannya pada kata "hilal" dan "waktu".


Pada ayat ini pun tidak dijelaskan tentang bagaimana caranya dan bagaimana perhitungannya (الحساب). Ini di urai pada hadis  dan ayat lain dalam alQuran ( akan dijabarkan pada tulisan lain dengan judul perhitungan waktu satu hari dan satu bulan berdasarkan keterangan alQuran) bagaimana melakukan hisab.


Untuk tahu ini, dibutuhkan penjelasan alQuran agar tidak liar, yakni lepas dari menempatkan rujukan alQuran sebagai penjelasannya. Apalagi diukur oleh asumsi dan hasil kira - kira dan atau pengalamanan dan pengetahuan. Kembali kepada kata hilal, lihat sebagai panduan pada s. Yunus ayat ٥, s.Arrahman ayat ٥, s. Az zumar ayat ٥, yasin ٣٨، ٣٩، ٤٠ ..dst..


Ini yang kita kupas lebih lanjut mengenai perbedaan sahrun, qomar dah hilal.


Demikian uraian kali ini semoga menjadi pengingat bagi saya pribadi dan keluarga.


Wassalaamu'alaikum warahmaatullahi wabarakaatuhu





1. Wudhu Pembuka Shalat
2. Shalat - Rukun Shalat
3. Shalat - Shalat Rawatib
4. Tata Cara Shalat Dan Bacaannya
5. Shalat Pembentuk Manusia Tangguh Beretika
6. Marhaban Sahrul Ramadhaani
7. Shaum Pembinaan Hidup Sabar
8. Hidup Berkualitas Di Bulan Ramadhan
9. HILAL
10. Catatan Kecil Tentang Zakat Pembangunan SDM Dan SDA
11. Kiblat Ke Masjidil Jaraam Atas Perintah ALLAH
12. Niaga Dari Sudut AlQuran Dan Sunnah Muhammad II
13. Idul Fithri
14. THR Dan Lebaran
15. Halal Bil Halal
16. Idul Adha
17. Tentang Auliaa
18. Kata INSYAA-ALLAH

Tuesday, 31 May 2016

Kata INSYAA ALLAH

Kata INSYAA ALLAH

Assalaamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuhu


InsyaALLAH, kata yang sering kita dengar dan sering kita ucapkan dalam sehari - hari. Bahasa dalam pengucapannya ini sepertinya sudah jadi serapan bahasa Indonesia.




Pada kata IsyaALLAH ini ada hal menarik yang ingin dikupas, setelah saya melihat satu meme yang menyebarkan begini, bahwa kata insyaALLAH itu salah yang benar katanya inshaaALLAH.


Dan di meme tersebut disebut ustadznya ustadz zakir.


Dari sana muncul pertanyaan dari saya, Apakah benar demikian?


Apakah benar kalau yang benar bukan syin tapi shad?


Nah! Mari kita buka ini dari sudut bahasa.


Apa yang disebut ust.zakir tersebut bisa saja benar, jika mengambil dari kata dasar Ishaallah dari nashaa (نصئ) dan insyaAllah dari nasyaa (نشئ). Berdasarkan itu ust zakir menyimpulkan kata Isyaallah itu salah, disana dikatakan jika dari nasyaa ini salah karena arti insyaallah kata dia menciptakan allah sampai ditambahkan tanda kurung naudzubillah, begitu katanya.


Benarkah demikian?


Mari kita lihat lagi.


Benarkah Insyaallah itu menciptakan Allah?


Disini ust.Zakir tidak menjelaskan dengan jelas alasan ilmiahnya bahkan bisa dikatakan buram apa yang dimaksud ust.Zakir (ingat lho Zakir ini jadi idola umat islam di USA).




Dari sini muncul pertanyaan lagi.


Jika apa yang dikoreksi tidak melampirkan alasan ilmiahnya Apa tidak ini akan menimbulkan fitnah?


Sebab disana bisa dua arti jika tidak jelas tanda bacanya, contoh;


  1. Insyaallaha = menciptakan ALLAH


  2. Insyaallahu = ALLAH menciptakan, kedudukan dhammah maka khabar mukaddam.


  3. Insyaallahi = ciptaan ALLAH.


Dari sini saja terpampang bahwa apa yang disampaikannya tidak lengkap, atau memang sengaja alQuran mau ditarik ke bahasa mesir?


Atau memang mau menggalakkan bahasa mesir pada umat islam di Indonesia?


Jika itu yang sedang in / lagi trend, yakni lagi hangat - hangatnya mesirisasi indonesia. Jika itu yang sedang digalakkan, hanya mengakrabkan bahasa mesir bukankah lebih baik pakai bahasa Indonesia saja, lansung saja disebut seperti ini:" mudah2an ALLAH berkenan, diizinkan ALLAH. Kan lebih afdol, jelas dan sangat bisa dipahami.


Ini saya sampaikan bukan apa - apa, itu karena saya bangga dengan bahasa Indonesia. Jadi jika kita pengen berpedoman dengan alQuran tapi berkata sekedar alih bahasa ke bahasa mesir, bukan bahasa alQuran sebagai patokannya, buat apa??


Saya katakan bahasa mesir, karena zakir meminta diganti dengan shad, INSHAALLAH. JELAS??!


Kita kupas saja ini.


INSHAALLAH ini asli bahasa mesir bukan bahasa alQuran.


Karena tidak ada dalam alQuran kata tersebut. Dengan kata lain apakah bisa dikatakan dengan siap menerima kata INSHAALLAH sama dengan mau menggeser kedudukan alQuran sebagai pedoman hidup umat muslim?


Bukan apa - apa kalau semua rujukan alQurannya dari ucapan dari orang mesir itu sama saja alQuran tunduk terhadap bahasa mesir.


Bagi saya, alQuran adalah satu bahasa, bukan bahasa mesir, bukan bahasa arab, bukan pula bahasa indonesia. Maka jika saya mau menjadikan alQuran sebagai pedoman, maka saya tempatkan bahasa alQuran sebagai bahasa tertinggi, artinya semua ucapan/ dialek harus merujuk pada alQuran, termasuk kata "insya ALLAH".


Insyaa ALLAH berdasarkan alQuran merujuk pada "in yasyaaau yasyaa ALLAHU" atau "lau yasyaa ALLAHU".


Artinya disana ada hurup in yang ber arti hurup syarat bermakna lau dan kata dasar syaia (شئ).


Artin in(اِنْ) = jikalau, jika= لو"


Jadi yang benar itu INSYAAALLAH kalau dipenggal katanya menjadi:


"IN-SYAA-ALLAHU".


ARTINYA :


"JIKALAU ALLAH BERKENAN"


Itu uraian tentang kata INSYAALLAH (bahasa alQuran) sebagai jawaban alQuran atas keinginan orang yg sedang menggalakkan bahasa mesir di tanah air menjadi INSHAALLAH (bahasa mesir).


Semoga bermanfaat bagi saya.


Wassalaamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuhu





1. Wudhu Pembuka Shalat
2. Shalat - Rukun Shalat
3. Shalat - Shalat Rawatib
4. Tata Cara Shalat Dan Bacaannya
5. Shalat Pembentuk Manusia Tangguh Beretika
6. Marhaban Sahrul Ramadhaani
7. Shaum Pembinaan Hidup Sabar
8. Hidup Berkualitas Di Bulan Ramadhan
9. HILAL
10. Catatan Kecil Tentang Zakat Pembangunan SDM Dan SDA
11. Kiblat Ke Masjidil Jaraam Atas Perintah ALLAH
12. Niaga Dari Sudut AlQuran Dan Sunnah Muhammad II
13. Idul Fithri
14. THR Dan Lebaran
15. Halal Bil Halal
16. Idul Adha
17. Tentang Auliaa
18. Kata INSYAA-ALLAH

Wednesday, 25 May 2016

Kiblat Ke Mesjidil Haraam Atas Perintah ALLAH

Kiblat Ke Mesjidil Haraam Atas Perintah ALLAH

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuhu


Masih dalam bulan sya'ban, seputar budaya di bulan sya'ban bagi sebagian ummat muslim dan berbagai rangkaian sejarah yang melatar belakangi atas dukungan berbagai hadits dan keterangan alQuran.







Dan salah satu yang ramai dibicarakan adalah masalah dipindahkannya arah kiblat dari baitul magdis ke masjidil haraam.


Disini saya hanya ingin mengurai berdasarkan keterangan alQuran, tentunya dalam kaitan ini mengupas s. Baq. Ayat 142, tentang memindahkan kiblat dari baitul maqdis ( al aqsa ) ke masjidil haraam.


Yang menjadi inti disini adalah adanya anggapan bahwa pemindahan kiblat disini atas permintaan nabi Muhammad SAW yang dijawab ALLAH berdasarkan ayat 144 s. Baqarah, dikatakan disana:


"قَدْ نَرَى تَقَلٌَبَ وَجْهِكَ فِى السَّمَاءِ"


Jika dilihat dari keterangan itu seperti benar, bahwa itu adalah jawaban ALLAH atas permintaan nabi Muhammad SAW, karena "naraa" di sana ada subjeknya yaitu "nahnu" = KAMI = ALLAH.


"Sungguh KAMI selalu melihat wajah anda Hai Muhammad menengadah ke angkasa / langit.."


Leterlek artinya seperti itu. Tapi disana dalam terjemahan yang ada sekarang tidak ada makna yang menampilkan arti kata untuk "تَقَلُّبَ". Padahal ini sangat strategis sekali, karena kata "taqalluba" itu juga kata majemuk, bahkan "taqalluba; jadi mudhaf-nya. Dalam kamus diartikan "taqalluban" atau "taqallubun", maknanya sama dengan "nggak bisa diam terus berguling - guling", tandanya dengan kata lain "lagi gelisah" atau bahasa sekarang "galau".


Jadi disana ALLAH melihat kegalauan atau kegelisahan raut wajah Rasul yang menengadah ke angkasa. Lalu kejadian itu dihubungkan saat peristiwa di kala pertama kali Beliau menerima wahyu yang pertamanya, yakni pada satu persoalan yang melatarbelakangi berangkatnya nabi Muhammad SAW ke gua hiro.


Berangkatnya nabi Muhammad SAW ke gua hiro itu diatas satu kegelisah. Ini terjadi ketika setelah beliau menikahkan putrinya siti fatimah dalam satu akad nikah pada penyebutan pernyataan hijab kabul. Dan pada kejadian itu alQuran belum turun.


Dalam akad nikah itu dikatakan;







"Allahumma inni ankahtuka"


dijawab:"Qabiltu".


Kalimat itulah yang membikin nabi Muhammad gelisah. Nabi Muhammad beranggapan, kalimat itu tidak benar tapi Beliau sendiri juga tidak tahu, kalimat yang benar seperti apa.


Diatas kegelisahaan inilah, maka atas restu dari istrinya, siti khadijah, mendorongnya berangkat ke gua Hiro, yang akhirnya turun wahyu pertama s.alaq kepada Nabi Muhammad SAW.


Hal yang sama ( kegalauan Radulullah ) terjadi pada saat Beliau mendapatkan perintah ALLAH, atau mendapatkan jawaban dari ALLAH, atas kegelisahannya, atas kegalauannya "taqalluba" terhadap arah kiblat pada saat itu. Jadi ALLAH menjawab kegelisahaannya, bukan menjawab permintaannya.


Jadi kata taqalluba menjadi bukti bahwa perpindahan arah kiblat ini bukan atas permintaan nabi Muhammad SAW.


Dan tidak ada satu ayat pun di dalam alQuran ditemukan kata atau kalimat yang keluar dari nabi Muhammad yang meminta dipindahkan arah kiblat dari masjidil aqsa ke masjidil haram. begitu pula tidak hadits yang menerangkan nabi Muhammad SAW meminta kepada ALLAH dipindahkan ke masjidil haram.


Kata gelisah / gundah atau dalam kegelisahannya, mengernyitkan dahi sambil menengadahkan wajahnya ke langit sebelum turun instruksi itu dari ALLAH, menandakan disana nabi Muhammad tidak tahu kiblat yang benar itu ke mana ( galau ini terjadi setelah mekah ditaklukan ).







Sementara setiap akan shalat dimana kiblatnya ke baitul maqdis nabi Muhammad selalu menengadah wajahnya ke langit.


Maka akan pas makna yang kongruen dengan bahasanya jika arti "naraa taqalluba wajhika" adalah jawaban ALLAH dari satu perjalanan kegundahan nabi Muhammad tentang arah qiblat yg selama itu berkiblat ke baitul maqdis.


Dan pada kalimat "naraa taqalluna" bukan jawaban langsung atas permintaan. Apa lagi jika ini dikaitkan dari sudut model bahasa disana, dimana kalimat di sana khabariyyah bukan insyaiyah.


Keterangan selanjutnya dalam ayat 144;


"Wa innalladziina uutul kitaaba laya'lamuuna innahul haqqu min rabbihim.."


Ini penegasan ALLAH, kaitkan dengan ayat sebelumnya ayat 136 dan 140.


Dikala itu ada dari mereka sebagiannya ( orang yahudi pada saat itu) menentang perpindahan kiblat tersebut. Sebaliknya sebenarnya mereka sendiri sebetulnya tahu kiblat yang sebenarnya itu ke arah masjidil haram.


Hal ini ditegaskan lagi oleh ALLAH pada ayat 146, bahwa mereka  para yahudi, yakni para ahli kitab itu tahu persis setiap detail sunnah para RASUL, tahunya ini seperti bapak yang kenal persis anaknya, tabiat dan fisiknya, " ya'rifuunahu kamaa ya'rifuu abnaa ahum".


Sudah tahu tapi pura - pura tidak tahu, bahkan malah menentang dengan keputusan Rasul. Tentunya perlawanan Yahudi terhadap keputusan Radulullah itu, ada yang melatarbelakanginya atau motivasinya.


Berbagai motivasi yahudi dibalik itu harus di baca dari s. baqarah ayat 102 sampai dengan ayat 165, bahkan akan terbentang jelas jika dimulai dari s.baqarah ayat 60 sampai dengan 165.







Jadi berdasarkan pembuktian ayat - ayat yang disampaikan diatas dapat ditarik kesimpulan:


  1. Kiblat ke mesjidil haram ( ka'bah ) adalah perintah ALLAH.


  2. ALLAH menjawab kegelisahan nabi Muhammad, bukan menjawab permintaan nabi Muhammad.

    Ini juga sekaligus membuktikan nabi Muhammad SAW sebagai Rasul sebagai pola / ujud dari alQuran yang dibentuk ALLAH melalui malaikatnya. Sebagai Nabi beliau adalah Hamba ALLAH, sama sepertihalnya manusia yang lain.


  3. Perpindahaan kiblat ini membetulkan kiblat ke arah yang sebenarnya sekaligus menyaring mana yang benar - benar mau menjadi hamba ALLAH dan mana yang sekedar pura - pura ( baq.165).


  4. "DEKATLAH DENGAN ALLAH MAKA ALLAH DEKAT DIHATI KITA..." bag.153... "fadzkuruuni adzkurkum"

Demikian uraiannya.


Semoga uraian ini menambah iman saya.


Wassalamu'alaikum.wr.wb





1. Wudhu Pembuka Shalat
2. Shalat - Rukun Shalat
3. Shalat - Shalat Rawatib
4. Tata Cara Shalat Dan Bacaannya
5. Shalat Pembentuk Manusia Tangguh Beretika
6. Marhaban Sahrul Ramadhaani
7. Shaum Pembinaan Hidup Sabar
8. Hidup Berkualitas Di Bulan Ramadhan
9. HILAL
10. Catatan Kecil Tentang Zakat Pembangunan SDM Dan SDA
11. Kiblat Ke Masjidil Jaraam Atas Perintah ALLAH
12. Niaga Dari Sudut AlQuran Dan Sunnah Muhammad II
13. Idul Fithri
14. THR Dan Lebaran
15. Halal Bil Halal
16. Idul Adha
17. Tentang Auliaa
18. Kata INSYAA-ALLAH