Thursday, 13 October 2022

Kerajaan Arab Saudi Konfirmasi Telah Mereject Usaha Biden Memaksa Mereka Menunda Pemotongan Minyak

Kerajaan Arab Saudi Konfirmasi Telah Mereject Usaha Biden Memaksa Mereka Menunda Pemotongan Minyak

Kerajaan Arab Saudi Konfirmasi Telah Mereject Usaha Biden Memaksa Mereka Menunda Pemotongan Minyak


Anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya sepakat untuk memangkas pasokan sebesar 2 juta barel per hari pada 5 Oktober. (AFP)






Kerajaan Arab Saudi mengkonfirmasi Biden berusaha memaksa mereka untuk menunda pemotongan minyak sampai setelah ujian tengah semester, mengumumkan bahwa mereka telah menolak quid pro quo-nya.







Arab Saudi telah memberi tahu AS bahwa menunda keputusan Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya untuk memangkas produksi akan berdampak negatif bagi dunia, kata kementerian luar negeri dalam sebuah pernyataan.


Kelompok tersebut, yang dikenal sebagai OPEC+, setuju untuk memangkas pasokan sebesar 2 juta barel per hari pada 5 Oktober.


Presiden AS Joe Biden, yang berusaha menghentikan Rusia yang mengambil untung dari penjualan energi untuk membatasi perang Rusia di Ukraina, menyebut keputusan itu "berpandangan sempit", dan berjanji "akan ada konsekuensi" untuk hubungan Saudi-AS, tanpa mengklarifikasi apa yang ingin dilakukan pemerintahannya. melakukan.


Sebagai tanggapan, Kementerian Luar Negeri Saudi mengatakan klaim Kerajaan berpihak dalam konflik internasional atau telah mendukung pemotongan karena alasan politik terhadap AS tidak didasarkan pada fakta dan mengambil keputusan OPEC+ di luar konteks ekonominya.




“Kerajaan mengklarifikasi melalui konsultasi berkelanjutan dengan Pemerintah AS bahwa semua analisis ekonomi menunjukkan bahwa menunda keputusan OPEC+ selama sebulan, menurut apa yang telah disarankan, akan memiliki konsekuensi ekonomi yang negatif,” kata pernyataan itu.


Kerajaan juga menolak pernyataan yang mengkritiknya setelah keputusan OPEC+ pekan lalu untuk memangkas pasokan minyak.


Pernyataan kementerian itu mengatakan kesepakatan antara negara-negara OPEC+ dengan suara bulat dan berusaha untuk menyeimbangkan pasokan dan permintaan untuk membantu mengekang volatilitas pasar, menambahkan bahwa Arab Saudi menolak segala upaya untuk mengalihkannya dari tujuan melindungi ekonomi global dari fluktuasi pasar minyak.


Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adel al-Jubeir memberikan nada bullish dalam sebuah wawancara di CNN, dengan mengatakan: “Arab Saudi tidak mempolitisasi minyak. Kami tidak melihat minyak sebagai senjata. Kami melihat minyak sebagai komoditas kami. Tujuan kami adalah untuk membawa stabilitas ke pasar minyak. Dan catatan kami sangat jelas dalam hal ini tidak selama beberapa minggu terakhir tetapi selama beberapa dekade terakhir.”




Mengenai dampak pertikaian terhadap hubungan antara Arab Saudi dan AS, ia menambahkan bahwa kedua negara memiliki kepentingan “permanen”, seperti memerangi ekstremisme dan terorisme.


“Saya tidak percaya hubungan ini rusak, sangat jauh dari itu, hubungan ini sangat kuat,” katanya, menambahkan:  “Kami memiliki hampir 80.000 orang Amerika yang tinggal dan bekerja di Arab Saudi, kami memiliki hubungan perdagangan dan investasi yang sangat kuat. .”


Menteri Energi Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman juga mengudara, dan mengatakan kepada Bloomberg: “Prioritas kami saat ini adalah stabilitas di pasar dalam hal permintaan dan investasi.”


Mengenai memprioritaskan keuntungan secara langsung, dia berkata: “Mantra itu mungkin dapat diterima jika dimaksudkan bahwa kami sengaja melakukan ini untuk mendongkrak harga dan itu tidak ada dalam radar kami, radar kami adalah untuk memastikan bahwa kami mempertahankan pasar.”


Pernyataan kementerian luar negeri Saudi, mengutip seorang pejabat yang tidak disebutkan namanya, mengatakan:




“Menyelesaikan tantangan ekonomi membutuhkan pembentukan dialog konstruktif yang tidak dipolitisasi, dan untuk secara bijaksana dan rasional mempertimbangkan apa yang melayani kepentingan semua negara. Kerajaan menegaskan bahwa mereka memandang hubungannya dengan AS sebagai hubungan strategis yang melayani kepentingan bersama kedua negara.”


Arab Saudi didukung oleh Sekretaris Jenderal Dewan Kerjasama Teluk, Nayef Falah Al Hajraf.


Sebuah surat resmi yang dikeluarkan di situsnya mengatakan Al Hajraf “menyatakan solidaritas penuh” dengan Kerajaan, menambahkan bahwa pernyataan yang mengkritik Arab Saudi “kurang fakta”.


Dia memuji "peran penting dan penting yang dimainkan oleh Kerajaan di tingkat regional dan internasional di bidang saling menghormati antar negara", serta "komitmen Kerajaan untuk tidak mengkompromikan kedaulatan negara, melindungi ekonomi global dari fluktuasi harga energi dan memastikan pasokannya sesuai dengan kebijakan berimbang yang memperhatikan kepentingan negara produsen dan konsumen.”


Demokrat AS, dengan memperhatikan dampak kenaikan harga gas menjelang pemilihan November, telah menyerang Arab Saudi, dengan beberapa bahkan menyerukan diakhirinya kerja sama pertahanan antara mitra lama.


Harga rata-rata gas AS berada di $3,92 per galon pada hari Rabu.


Mantan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo menyalahkan Biden atas krisis energi saat ini.


“Ini adalah kegagalan kebijakan Amerika. Joe Biden secara langsung bertanggung jawab atas tempat di mana dunia menemukan dirinya dalam energi.”


Dia juga menuduh kaum kiri progresif menghabiskan 25 tahun berpikir bahwa mereka "akan menjalankan dunia dengan sinar matahari dan kincir angin."


Selain tidak membangun kilang baru, Pompeo mengatakan pemerintah saat ini memiliki strategi yang salah untuk membuat energi AS mandiri.


“Kami menutup saluran pipa, kami membuatnya sulit untuk diizinkan, kami memiliki aturan ESG yang sekarang menolak kapasitas untuk mengeluarkan energi Amerika dari tanah Amerika untuk konsumen Amerika.”


“Kami memiliki kapasitas untuk membantu diri sendiri di sini di AS,” kata Pompeo kepada Fox News Sunday.


“Menunjuk jari pada orang lain, di OPEC atau di Saudi, adalah kesalahan besar ketika Amerika memiliki kapasitas untuk menghasilkan kemandirian energi untuk negaranya sendiri dan, sejujurnya, menyediakan energi untuk dunia juga.”

Rusia hantam puluhan kota Ukraina setelah Ukrania hantam rumah civil di Donestk

Rusia hantam puluhan kota Ukraina setelah Ukrania hantam rumah civil di Donestk

Rusia hantam puluhan kota Ukraina setelah Ukrania hantam rumah civil di Donestk


Pemandangan gedung apartemen yang rusak akibat serangan militer Rusia, saat serangan Rusia di Ukraina berlanjut di Mykolaiv 13 Oktober 2022. REUTERS/Viktoriia Lakezina.






Rudal Rusia menghantam lebih dari 40 kota besar dan kecil di Ukraina, kata para pejabat pada Kamis, saat pertemuan sekutu NATO di Brussel mengungkap rencana untuk meningkatkan pertahanan udara Eropa setelah memberikan lebih banyak bantuan militer ke Kyiv.


Janji baru mendorong Moskow untuk memperbarui peringatan bahwa negara-negara Barat, membantu membuat mereka "pihak langsung dalam konflik" dan bahwa mengakui Ukraina ke aliansi militer Barat NATO dapat memicu Perang Dunia Ketiga.


"Kyiv sangat menyadari bahwa langkah seperti itu akan berarti jaminan eskalasi ke Perang Dunia Ketiga," wakil sekretaris Dewan Keamanan Rusia, Alexander Venediktov, mengatakan kepada kantor berita negara TASS pada hari Kamis ketika Amerika Serikat bersumpah untuk membela "setiap inci" dari wilayah sekutu.


Moskow telah berulang kali memperingatkan NATO yang terus melakukan expansi ke timur wilayah Rudia dan berambisi Ukraina dijadikan aliansi, itu merupakan ancaman bagi keamanan Rusia.






Sejak membuktikan ancamannya dengan operasi khusus Rusia, NATO hanya berdalih tidak mungkin dengan cepat mengizinkan Ukraina untuk bergabung, paling tidak karena keanggotaannya selama perang yang sedang berlangsung akan menempatkan Amerika Serikat dan sekutunya ke dalam konflik langsung dengan Rusia.


Tetapi beberapa jam setelah Presiden Rusia Vladimir Putin memproklamirkan sebagian wilayah yang diduduki Donetsk, Luhansk, Kherson dan Zaporizhzhia sebagai tanah Rusia pada 30 September.


Dalam 24 jam terakhir, rudal Rusia menghantam lebih dari 40 pemukiman, sementara angkatan udara Ukraina melakukan 32 serangan terhadap 25 target Rusia, kata Staf Umum Angkatan Bersenjata Ukraina.


Kota pelabuhan selatan Mykolaiv berada di bawah pemboman besar-besaran, kata pejabat setempat.



OBAT KAMIKAZI



Rusia juga menargetkan pemukiman di wilayah ibukota Ukraina Kyiv, di mana tiga serangan pesawat tak berawak menghantam infrastruktur penting pada Kamis pagi, kata pemerintah wilayah itu di Telegram.


Gubernur wilayah Kyiv, Oleksiy Kuleba, menuding bahwa berdasarkan informasi awal serangan itu disebabkan oleh amunisi berkeliaran buatan Iran, yang sering dikenal sebagai "drone kamikaze". Tentunya ini untuk menarik barat untuk perag lebih luas lagi, melakukan serangan ke Iran.


Ukraina telah melaporkan serentetan serangan Rusia dengan drone Shahed-136 dalam beberapa pekan terakhir. Iran membantah memasok drone ke Rusia, sementara Kremlin belum berkomentar.


Rudal menghantam sekitar 30 gedung dan rumah bertingkat, jaringan pipa gas dan saluran listrik di kota Nikopol di wilayah Dnipropetrovsk, menyebabkan lebih dari 2.000 keluarga tanpa listrik, gubernur regional Dnipropetrovsk Gubernur Valentyn Reznichenko menulis di Telegram.


Seorang pejabat senior NATO mengatakan pada hari Rabu bahwa serangan nuklir Rusia hampir pasti akan memicu "tanggapan fisik" dari sekutu Ukraina dan kemungkinan NATO dan pada hari Kamis Amerika Serikat menegaskan kembali komitmennya untuk pertahanan sekutunya.


Menteri Luar Negeri Ukraina Dmitry Kuleba, dalam percakapan dengan orang iseng Rusia Vovan dan Lexus, mengakui bahwa Kiev berada di balik serangan di wilayah Krimea dan wilayah Belgorod.


Pernyataan itu hanya untuk menarik konsumsi medsos bahwa mereka masih ingin dipandang sebagai negara - negara superior, namun pernyataaan itu justru yang sangat terlihat mereka tidak memiliki nyali berhadapan dengan Rusia. Pernyataan yang serupa pada Perang Dunia 1 dan Perang Dunia 2 yang keluar dari orang Yahudi, bahkan saat perang Romawi dan Persia. Kini di Ukrania Mereka jadikan Ukrania sebagai tumbal kesombongan Barat yang digerakkan Yahudi. Begitupun dengan isi pernyatan Menteri Pertahanan AS.


"Kami berkomitmen untuk mempertahankan setiap inci wilayah NATO - jika dan ketika itu terjadi," kata Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin di Brussels menjelang pertemuan para menteri pertahanan dari aliansi tersebut, termasuk pembicaraan tertutup oleh kelompok perencanaan nuklirnya.


Secara terpisah, 15 anggota NATO Eropa mengumumkan rencana pengadaan bersama sistem pertahanan udara, yang dijuluki "Perisai Langit Eropa" untuk melindungi wilayah mereka dengan lebih baik.


Brussel, lebih dari 50 negara Barat bertemu pada hari Rabu untuk menjanjikan lebih banyak bantuan militer ke Ukraina, terutama senjata pertahanan udara, setelah serangan balasan berat minggu ini yang diperintahkan oleh Putin sebagai tanggapan atas ledakan di sebuah jembatan di Krimea.


Di antara janji itu adalah janji pengiriman sistem pertahanan udara dari Prancis dan Inggris, dan komitmen Kanada untuk menyediakan peluru artileri di antara pasokan lainnya.

Gedebage Banjir dan Macet Parah, Warga Diimbau Cari Alternatif Lain jika akan ke Bandung Timur

Gedebage Banjir dan Macet Parah, Warga Diimbau Cari Alternatif Lain jika akan ke Bandung Timur

Gedebage Banjir dan Macet Parah, Warga Diimbau Cari Alternatif Lain jika akan ke Bandung Timur

DOK - Banjir di kawasan Gedebage, Kota Bandung pada hari Minggu, 12/12/2021. (Ayobandung.com)






Kawasan Gedebage, Kota Bandung tepatnya di persimpangan jalan Jalan Soekarno Hatta dan Jalan Rumah akit terpantau kembali tergenang banjir pada hari Kamis sore 13/10/2022.







Dari pantauan di Twitter, beberapa warga mengunggah foto jalanan di kawasan Gedebage mengalami banjir. Kondisi itu memicu kemacetan yang cukup parah.


Seorng pengguna Twitter @juita_rita mengabarkan dirinya terjebak macet di Jalan Soekarno Hatta.


"16.21 (WIB) stuck ga maju," tulisnya.





Padahal setengah jam sebelumnya yakni pukul 16.00 WIB, kawasan tersebut masih bisa dilewati kendaraan bermotor karena genangan air belum begitu tinggi.





"Barusan dari Ujung Berung menuju Derwati , saya lewat sebelah pool Damri , ada genangan juga tapi alhamdulillah masih aman dilewati," cuit pengguna Twitter lain pada pukul 16.00 WIB.


Kota Bandung sendiri diguyur hujan deras mulai Kamis siang.


Beberapa pengguna Twitter menyarankan warga agar menghindari kawasan Gedebage dan mencari alternatif jalan lain jika ingin menuju timur Kota Bandung.

Rumah Wanda Hamidah di Menteng dieksekusi oleh Pemkot Jakarta Pusat

Rumah Wanda Hamidah di Menteng dieksekusi oleh Pemkot Jakarta Pusat

Rumah Wanda Hamidah di Menteng dieksekusi oleh Pemkot Jakarta Pusat







Rumah artsi sekaligus politikus aktif, Wanda Hamidah di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, disambangi sejumlah petugas Satpol PP hingga aparat kepolisian. Rumah Wanda Hamidah disebut tengah dieksekusi oleh Pemerintah Kota Jakarta Pusat (Pemkot Jakpus).







Momen eksekusi itu dibagikan Wanda Hamidah lewat media sosial Instagram pribadinya. Lewat unggahannya itu, Wanda meminta pertolongan kepada Presiden Joko Widodo hingga Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.


Wanda mengatakan Pemprov DKI memaksa melakukan pengosongan dengan memerintahkan Satpol PP, Damkar, dengan mengirim buldoser hingga truk-truk.


"Dan banyak lagi lainnya tanpa melalui putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap!," kata Wanda.

Wanda Hamidah. ©2014 merdeka.com/arie basuki



"Kami mohon perlindungan hukum kepada Pak @jokowi Pak @aminuddin.maruf Pak @mohmahfudmd Pak @kapolri_indonesia atas tanah dan rumah yang kamu tinggali dari tahun 1960 dari dugaan kesewenang-wenangan," bunyi keterangan Wanda seperti dilihat, hari Kamis, 13/10/2022.


Aksi dorong-dorong dari Satpol PP juga terjadi di lokasi. Terlihat beberapa petugas Satpol PP mendorong pagar rumah Wanda Hamidah.


Tidak berselang lama, sejumlah petugas Satpol PP telah berhasil masuk ke rumah Wanda Hamidah. Terdengar Wanda bersikeras tempat yang didatangi Satpol PP merupakan kediamannya yang sah.


Petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dibantu dengan petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) masih mengeluarkan barang-barang milik Artis Senior Wanda Hamidah, pada hari Kamis, 13/10/2022.


Adapun alamat rumah wanda Hamidah berlokasi di Jalan Cicandui, Menteng, Jakarta Pusat. Sekitar pukul 14.49 WIB para petugas masih mengangkut barang-barang yang berada di dalam rumah.


Sejumlah truk untuk mengangkut barang juga telah terparkir di pinggir jalan seakan siap mengangkut seluruh barang yang berada di dalam bangunan.


“Ini anda bisa lihat, listrik dan ajr di dalam rumah saya sudah dimatikan,” kata Wanda Hamidah di lokasi, Kamis, 13/10/2022.


Ia pun memprotes lantaran pengosongan ini tanpa adanya pihak panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam pengosongan rumahnya. Justru petugas dari pihak Walikota Jakrta Pusat yang datang melakukan penyitaan.


“Kalau mau pengosongan kan harusnya ada ada panitera Pengadilan Negeri. Ini malah Walikota. Itu yang kita pertanyakan,” jelasnya.


"ANDA GUBERNUR ZALIM @ANIESBASWEDAN KELUARGA BESAR ALM HUSEIN BIN SYECH ABUBAKAR/ YEMO MENGUTUK KEZALIMAN ANDA," tulis Wanda Hamidah di storie Instagram @wanda_hamidah.






Lewat akun Instagram tersebut, Wanda Hamidah juga mengunggah video saat anggota Satpol PP melakukan eksekusi terhadap rumahnya. Terlihat beberapa masyarakat sipil dilibatkan dalam proses eksekusi tersebut


"Kami mohon perlindungan hukum kepada Pak @jokowi Pak @aminuddin.maruf Pak @mohmahfudmd Pak @kapolri_indonesia atas tanah dan rumah yang kamu tinggali dari tahun 1960 dari dugaan kesewenang-wenangan yang dilakukan Walikota Jakarta Pusat atas perintah Gubernur DKI Jakarta yang 3 hari selesai masa jabatannya, yang memaksa melakukan pengosongan dengen memerintahkan satpol PP, damkar.. mengirim buldozer, truk-truk, dan banyak lagi lainnya tanpa melalui putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap!," tulis Wanda Hamidah.


Polisi Klaim Netral


Kapolsek Menteng Kompol Rosana Albertina Labobar mengakui telah menerima laporan terkait video peristiwa yang diviralkan Wanda Hamidah.


Dia menyebut ada sekitar 30 anggota dari Polsek Menteng dan Polres Metro Jakarta Pusat yang turut hadir dalam rangka melakukan pengamanan.


"Buat detailnya bisa tanya pemkot kami tugasnya mengamankan tadi di lokasi. Polsek hanya mengamankan dan kaminetral," kata Ocha saat dikonfirmasi, Kamis.



Alasan Eksekusi



Kapolres Metro Jaya Pusat Kombes Komarudin mengatakan rumah yang ditempati keluarga Wanda Hamidah berdiri di atas aset pemerintah. Pihak Wanda disebut hanya memiliki surat izin penghunian. Dalam hal ini, pihak kepolisian hanya membantu pengamanan.


"Jadi ada tumpang tindih. Tanah itu aset pemerintah daerah. Jadi pemilik lama itu (Wanda Hamidah) dia hanya memegang SIP (surat izin penghunian) mulai 1979 kalau nggak salah, terus kemudian ada penertiban-penertiban rumah yang hanya gunakan SIP," kata Komarudin saat dihubungi, hari Kamis, 13/10/2022.


Komarudin mengatakan SIP milik Wanda Hamidah dinyatakan sudah tidak berlaku sejak 2012. Pihak Pemerintah Kota Jakarta Pusat kemudian melakukan upaya penertiban rumah Wanda Hamidah.


"Karena yang bersangkutan itu hanya mengantongi SIP, dan mulai tahun 2012 sudah mati," terang Komarudin.


Menurut Komarudin, proses eksekusi dilakukan mulai pukul 09.00 WIB tadi. Eksekusi berlangsung selama tiga jam.


Komarudin mengakui sempat ada momen adu argumen di lokasi. Namun pihaknya memastikan tidak ada kerusakan yang terjadi dari proses eksekusi rumah Wanda Hamidah.


"Tadi sempat ada momen berdebat ya pemilik lama dengan pemerintah. Pemerintah jelaskan mereka tercatat penghuni liar atau apa sementara mereka sudah tinggal di situ puluhan tahun dan hanya bermodalkan SIP, bukan sertifikat hak milik," terang Komarudin.

Poin Utama Pidato Putin CICA Summit Astana

Poin Utama Pidato Putin CICA Summit Astana

Poin Utama Pidato Putin CICA Summit Astana







Presiden Rusia Vladimir Putin menyerukan pencairan uang Afghanistan, kompensasi atas kerugian yang dilakukan selama bertahun-tahun pendudukan.







️Poin utama dari pidato Presiden Rusia Vladimir Putin di awal KTT CICA Keenam di Astana:


  • Rusia melakukan segalanya untuk membangun sistem keamanan yang setara dan tak terpisahkan


  • Perubahan serius sedang terjadi dalam politik global, dunia menjadi multipolar


  • Asia mulai memainkan peran kunci


  • Ada ancaman kelaparan dan pergolakan sosial berskala besar, terutama di negara-negara termiskin;l


  • Rusia menyerukan penghapusan semua hambatan buatan untuk memulihkan rantai pasokan barang


  • Rusia menyerukan pencairan uang Afghanistan, kompensasi atas kerugian yang dilakukan selama tahun-tahun pendudukan






Conference on Interaction and Confidence Building Measures in Asia (CICA). CICA merupakan forum internasional untuk memperkuat kerjasama dengan tujuan menjamin perdamaian, keamanan dan stabilitas di Asia.


Organisasi ini berusaha untuk meningkatkan hubungan timbal balik dan kerja sama negara-negara Asia dan Eurasia dengan tujuan untuk memastikan stabilitas dan keamanan di kawasan.


Hadir dalam KTT tersebut beberapa delegasi dari sejumlah negara. Sejak awal, organisasi tersebut telah berkembang lebih besar dan sekarang mencakup 27 negara anggota dan 9 negara pengamat, termasuk Belarusia. Ini mencakup lebih dari 90% wilayah Asia.


Conference on Interaction and Confidence Building Measures in Asia (CICA) edisi ke-6 akan diadakan di ibukota Kazakh, Astana pada 12-13 Oktober.


Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Kazakhstan Aibek Smadiyarov dalam konferensi pers mengumumkan bahwa KTT akan dipimpin oleh Presiden Republik Kazakhstan Kassym-Jomart Tokayev.


Aibek Smadiyarov dalam konferensi pers mengumumkan bahwa KTT menyampaikan, CICA Summit Astana dihadiri sebelas kepala negara termasuk Republik Islam Iran, Rusia, Turki, Pakistan, Qatar, Irak, Uzbekistan, Kirgistan, Republik Azerbaijan, Palestina, dan Tajikistan, dijadwalkan untuk mengikuti KTT CICA keenam.


Beberapa negara anggota akan mengikuti KTT di tingkat wakil menteri atau wakil presiden.


Edisi ke-4 KTT CICA diadakan di Shanghai di Cina pada Mei 2014 sementara edisi kelima diadakan di Dushanbe, ibu kota Tajikistan, pada Juni 2019.


Saat ini, CICA memiliki 22 anggota dan termasuk 12 anggota pengamat termasuk organisasi internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa, Organisasi untuk Keamanan dan Kerjasama di Eropa, Liga Arab dan sejumlah negara termasuk Malaysia, Indonesia, Vietnam, Jepang, Ukraina dan Amerika Serikat.

Western Experts Warned for Years that Adding Ukraine to NATO Was a Bad Idea

Western Experts Warned for Years that Adding Ukraine to NATO Was a Bad Idea

Western Experts Warned for Years that Adding Ukraine to NATO Was a Bad Idea

©Sputnik / Mikhail Markiv / Go to the mediabank












When Russia presented its security red lines and proposals for respecting them and deescalating the situation in Eastern Europe in late 2021 and early 2022, US leaders dismissed them out of hand as “non-starters.” However, their own experts had been warning for decades about the risks of such maneuvers, including trying to add Ukraine to NATO.


On February 24, Russia responded to a rapidly collapsing situation in eastern Ukraine by launching a special operation to end the Ukrainian assault on the Russian-speaking Donbass region and end the possibility that Kiev might enter the NATO alliance. Such a situation would bring NATO weaponry right up to Russia’s borders, and turn the former Soviet republic into a staging ground for an assault on the Russian heartland.


While Western leaders have cast this as an unprovoked attack, in fact, their own leading diplomats and geopolitical thinkers had been warning for years of the dangers of expanding NATO eastward, most of all of trying to include Ukraine in the anti-Russian alliance. We have collected a few choice examples of this ignored wisdom.



Jack F. Matlock, Jr.



A former ambassador to the Soviet Union and to socialist Czechoslovakia, Matlock was called upon to testify before the US Senate in 1997 as part of a discussion on the eastward expansion of NATO. Aside from the former German Democratic Republic (GDR), which formed part of a reunited Germany in 1990, the alliance of Western capitalist powers did not yet include any former Soviet allies or republics. Matlock warned that doing so “may well go down in history as the most profound strategic blunder made since the end of the Cold War.”


“Far from improving the security of the United States, its Allies, and the nations that wish to enter the Alliance, it could well encourage a chain of events that could produce the most serious security threat to this nation since the Soviet Union collapsed,” Matlock said.


“Adding members to NATO will do nothing to protect us from the real threat I have described,” he later said, referring to the possibility that a weapon of mass destruction from the leftover Soviet arsenal might fall into the hands of a rogue actor. “But it does convey to the Russian nation, and particularly their military, that we still consider Russia at least a potential enemy, unsuited for the same security guarantees and the same degree of cooperation that countries in Central and Eastern Europe are being offered.”


NATO: History of Expansion ©Sputnik/William Perry


US President Bill Clinton’s Secretary of Defense from 1994 until 1997, Perry so opposed a rapid eastward expansion of NATO that he considered resigning over the proposal. Speaking at a forum hosted by The Guardian in 2016, Perry said that “in the early years I have to say that the United States deserves much of the blame” for the growing hostility between Washington and Moscow.


“Our first action that really set us off in a bad direction was when NATO started to expand, bringing in eastern European nations, some of them bordering Russia. At that time we were working closely with Russia and they were beginning to get used to the idea that NATO could be a friend rather than an enemy... but they were very uncomfortable about having NATO right up on their border and they made a strong appeal for us not to go ahead with that.”


Perry said his view was strongly opposed by some in the Clinton administration. “Basically the people I was arguing with when I tried to put the Russian point ... the response that I got was really: ‘Who cares what they think? They’re a third-rate power.’ And of course, that point of view got across to the Russians as well. That was when we started sliding down that path.”



George F. Kennan



The former US ambassador to the Soviet Union and architect of the US' Cold War policy of “containment” against communism, George. F. Kennan knew that there were limits to which the West could press Russian interests before it would respond decisively.


"I think it is the beginning of a new cold war," Kennan told journalist Thomas Friedman for the New York Times in 1998, amid the finalization of a massive eastward expansion of NATO to include the former Soviet allies of Poland, Hungary, and the Czech Republic.


"I think the Russians will gradually react quite adversely and it will affect their policies. I think it is a tragic mistake. There was no reason for this whatsoever. No one was threatening anybody else. This expansion would make the Founding Fathers of this country turn over in their graves. We have signed up to protect a whole series of countries, even though we have neither the resources nor the intention to do so in any serious way. (NATO expansion) was simply a light-hearted action by a Senate that has no real interest in foreign affairs."


"It shows so little understanding of Russian history and Soviet history,” he added. “Of course, there is going to be a bad reaction from Russia, and then (the NATO expanders) will say that we always told you that is how the Russians are - but this is just wrong."


Prime Minister Vladimir Putin meets with former US State Secretary Henry Kissinger © Sputnik / Alexei Druzhinin / Go to the mediabank


Henry Kissinger



Among the most eminent of US diplomats, former Secretary of State Henry Kissinger made many of his most infamous political deals based on his theory of “triangulation,” or playing the USSR and China off one another. This required a keen perception of both nations’ interests and concerns, what could be bargained away and what could not.


Writing in the Washington Post on March 5, 2014, a week after the US-backed coup in Kiev brought a far-right nationalist group to power, the elder statesman warned that “the West must understand that, to Russia, Ukraine can never be just a foreign country.”


“Russian history began in what was called Kievan Rus. The Russian religion spread from there. Ukraine has been part of Russia for centuries, and their histories were intertwined before then. Some of the most important battles for Russian freedom, starting with the Battle of Poltava in 1709, were fought on Ukrainian soil. The Black Sea Fleet - Russia’s means of projecting power in the Mediterranean - is based by a long-term lease in Sevastopol, in Crimea. Even such famed dissidents as Aleksandr Solzhenitsyn and Joseph Brodsky insisted that Ukraine was an integral part of Russian history and, indeed, of Russia.”


He went on to say that “Ukraine should not join NATO, a position I took seven years ago when it last came up.” Kissinger has reiterated that point throughout the present crisis, including most recently last month.



John Mearsheimer



In 2015, the eminent American political scientist John Mearsheimer, who is not known for his anti-Kiev bent (he once advocated for Ukraine to keep its nuclear weapons it inherited from the USSR), blasted Western policy toward Ukraine, saying it was leading Kiev “down the primrose path, and the end result is that Ukraine is going to get wrecked.”


Instead, he said, “neutralizing Ukraine and then building it up economically” was the best policy for stability.


“What we’re encouraging is for the Ukrainians to play tough with the Russians. We’re encouraging the Ukrainians to think that they will ultimately become part of the West, 'because we will ultimately defeat Putin and we will ultimately get our way. Time is on our side.’ And of course, the Ukrainians are playing along with this. The Ukrainians are almost totally unwilling to compromise with the Russians, and instead, want to pursue a hardline policy. As I said before, if they do that, the end result is the country’s going to be wrecked. What we’re doing is, in fact, encouraging that outcome... It would be in our interest to bury this crisis as quickly as possible.”



Noam Chomsky



The leftist critic, political scientist and scholar Noam Chomsky gave similar warnings in 2015, telling Democracy Now! that "the idea that Ukraine might join a Western military alliance would be quite unacceptable to any Russian leader" and that Ukraine's desire to join NATO "is not protecting Ukraine, it is threatening Ukraine with major war."


“There’s a background we have to think about,” he said. “The Russians have a case and you have to understand the case … The background begins with the fall of the Soviet Union in 1989, 1990. There were negotiations between President (George H.W) Bush, (Secretary of State) James Baker, and (Soviet President) Mikhail Gorbachev about how to deal with the issues that arose at the time.”


FILE - In this Sept. 9, 1990 file photo U.S. President George Bush shakes hands with Soviet President Mikhail Gorbachev at the conclusion of their joint news conference ending the one day summit in Helsinki, Finland.
© AP Photo / Liu Heung Shin


“A crucial question is ‘what happens to NATO?’ Now, NATO had been advertised since its beginning as necessary to ‘protect Western Europe from the Russian hordes.’ Ok, no more Russian hordes, so what happens to NATO? Well, we know what happened to NATO. But the crucial issue is this: Gorbachev agreed to allow a unified Germany to join NATO, a hostile military alliance. It’s a pretty remarkable concession if you think about the history of the preceding half-century … but there was a quid pro quo: that NATO would not move ‘one inch to the east.’”


That, he noted, didn’t happen. Instead, NATO expanded up to Russia’s western border in 1999, and even more so in 2004.



William Burns



The current head of the US Central Intelligence Agency (CIA), William Burns also served as deputy secretary of state for political affairs and as the US ambassador to Russia. In his 2019 memoir “The Back Channel,” Burns recalls a memo he wrote in 1995 while serving as counselor for political affairs at the US embassy in Moscow.


“Hostility to early NATO expansion is almost universally felt across the domestic political spectrum here,” Burns wrote at the time.


In another memo, he wrote in 2008 to then-Secretary of State Condoleezza Rice that "Ukrainian entry into NATO is the brightest of all redlines for the Russian elite (not just Putin).”


“In more than two and a half years of conversations with key Russian players, from knuckle-draggers in the dark recesses of the Kremlin to Putin’s sharpest liberal critics, I have yet to find anyone who views Ukraine in NATO as anything other than a direct challenge to Russian interests,” Burns noted.


Somehow that wisdom didn’t make its way to the rest of the Biden administration.

Viktor Orban believes Donald Trump can end Russia-Ukraine war

Viktor Orban believes Donald Trump can end Russia-Ukraine war

Anak SD Hanyut Terseret Banjir di Sukabumi Terekam Kamera

Viktor OrbΓ‘n with Donald Trump in 2019. The Hungarian prime minister told a panel discussion in Berlin on Tuesday that ‘hope for peace’ in Ukraine ‘goes by the name of Donald Trump’ © Chris Kleponis/Pool/Bloomberg






Viktor Orban believes Donald Trump is the only person who can end the war in Ukraine. The Hungarian Prime Minister doesn't believe peace talks should be conducted between Ukraine and Russia, but between Vladimir Putin's regime and the US, with the former president leading the negotiations, rather than current American commander-in-chief Joe Biden.







Hungarian Prime Minister Viktor Orban on Tuesday accused the United States of perpetuating the war in Ukraine by providing it with weapons and said there should be U.S.-Russian negotiations to bring about a cease-fire.


“The Ukrainians have endless resources because they get all that from the Americans,” Orban said at an event hosted by Germany’s Cicero magazine and the daily Berliner Zeitung during a visit to the German capital.


President Biden, he said, had gone “too far” by saying that Russian President Vladimir Putin should not remain in power. “Hope for peace is named Donald Trump,” said the right-wing populist leader, a longtime ally of the former U.S. president.


Trump offers unusual endorsement of Hungarian Prime Minister Viktor Orban ahead of parliamentary elections


Since the beginning of the war in Ukraine, Orban has been balancing his pro-Putin sympathies with being a member of the European Union. Hungary, also a member of NATO, has backed the bloc’s sanctions packages against Moscow and agreed on measures to reduce corruption as it risks losing billions of dollars in funding from Brussels over concerns about its slide toward autocracy.


fAlso on Tuesday, Hungarian President Katalin Novak, who is from the same party as Orban, joined her Eastern European counterparts in condemning Putin’s bombardment of Ukrainian cities the day before.


Orban has blamed the E.U. sanctions packages against Russia for surging energy prices and faltering economies. He repeated that European sanctions were a “catastrophe” on Tuesday.


A day earlier, as Orban met with German Chancellor Olaf Scholz in Berlin, the Hungarian government announced that it had agreed to build a pipeline to supply Serbia with Russian oil.


Unusually, there was no scheduled news conference for the two leaders following their meeting on Monday. During his visit, Orban also met with former German chancellor Angela Merkel. If Merkel was in power in Germany, “we would not have a Ukraine war,” Orban said during the panel.


There should be U.S.-Russian cease-fire talks, he said, because “anyone who thinks that this war will be concluded through Russian-Ukrainian negotiations is not living in this world.”


Orban has won fans among U.S. Republicans for his positions against immigration, liberals and so-called fake news, and he spoke at CPAC in Dallas in August. He has attempted to present the two countries as a united front in a battle against progressives.




Anak SD Hanyut Terseret Banjir di Sukabumi Terekam Kamera

Anak SD Hanyut Terseret Banjir di Sukabumi Terekam Kamera

Anak SD Hanyut Terseret Banjir di Sukabumi Terekam Kamera








Seorang anak masih bercelana merah dan berkaos hitam, N (7 tahun) terseret banjir dan tenggelam setelah terjeblos masuk ke selokan yang saat itu tengah meluap. Korban sendiri sebelumnya terlihat tengah bermain hujan-hujanan dengan sejumlah rekan-rekannya sesama para bocah.







N masih belum ditemukan. Bocah kelas 1 sekolah dasar ini hanyut terbawa arus ketika sedang bermain di Perumahan Bumi Cisaat Pratama di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, pada hari Rabu, 12/10/2022.


Momen ini sempat direkam oleh warga di Perumahan Bumi Cisaat Pratama menggunakan kamera handphone. Dalam rekaman terlihat korban bersama kurang lebih 4 temannya bermain air yang membanjiri jalanan di perumahan tersebut.


Air di jalan hingga ketinggian sekitar 10 hingga 15 centimeter, sehingga korban dan rekan-rekannya bermain hingga bergaya berenang (tidur dan berguling) di jalan yang dipenuhi air. Kondisi ini juga membuat selokan di kanan kiri perumahan tak terlihat, karena banjir membuat kawasan tersebut tergenang air.


Saat hilang, korban mengenakan celana pendek warna merah dan kaos hitam.


Saat itulah diduga karena terlalu asik bermain air. Korban terjeblos ke selokan tanpa penutup. "Kan nggak kelihatan itu selokan. Saat itu digenangi air semua. Kayaknya korban masuk ke sana dan langsung hilang terseret, arusnya lagi deres banget," lanjutnya.


Hal serupa juga diungkap warga lainnya di lokasi kejadian. "Jadi dia pergi bermain dari rumahnya bawa sepeda, terus main di Selokan dekat Perumahan Bumi Cisaat Pratama. Tiba-tiba airnya besar dan menghanyutkan anak itu,” ujarnya.


Dindin mengatakan, saat itu ada tukang ojek yang sempat menolong. “Sempat mau ditolong sama tukang ojek namun gak ketarik tangannya karena keburu hanyut," jelasnya.


Hingga malam ini, tim gabungan bersama warga terus melakukan pencarian. Medi Abdul Hakim selaku Sub Koordinator Kedaruratan BPBD Kabupaten Sukabumi kepada awak media, menegaskan pencarian dilakukan dengan menyusuri selokan tersebut hingga sejauh 2 kilometer dari lokasi tenggelam.


"Selokan ini bermuara ke sungai Cipelang," ungkapnya.


"Berhubung sekarang cuaca dan waktu sudah malam, kita akan berembuk dengan BPBD maupun relawan apakah evakuasi ini berlanjut atau dihentikan dan dilanjutkan besok pagi. Penyisiran dilakukan karena khawatirnya tersangkut di bawah aliran selokan," sambung Medi Abdul Hakim.


Banyaknya jembatan dan gorong-gorong menjadi kendala pencarian korban. Bahkan aliran selokan ini sudah ada yang tertutup rumah warga. "Kita susuri satu persatu gorong-gorong. Relawan juga ada yang standby di Gedung Widaria Kencana (Jalan Lingkar Selatan) karena disana banyak bebatuan. Kita bagi tim. Kami dibantu dari PMI, Sehati dan lain-lain," pungkasnya.