Sunday 1 April 2012
Tela'ah atas Sikap Presiden RI terhadap Hasil Sidang Paripurna
Saturday 17 March 2012
Tingkat Kesadaran Masyarakat Sudah Matang
My note at Facebook, March 18, 2012.at 02:44
Membaca tulisan lugas seorang calon dokter, terdorong untuk membaca sekilas dari sk permenkes. Keduanya sangat intelektual dalam uraiannya, apalagi yang satu uraian sebuah SK, tentu uraiannya lebih sistimatis, meski secara umum SK, isinya slalu begitu, tidak mudah untuk dipahami sekalipun oleh praktisi hukum apalagi orang awam, bahkan kebanyakan juga dipastikan si pembuatnya sendiri pun belum tentu clear benar mengerti isinya, ini bukan mau mengecilkan kemampuannya, namanya juga model SK peninggalan prasejarah.
SK semodel itu, biasanya si penanggung jawab SK akan ketahuan tidak tuntas memahami apa yang dibuatnya kalau SK itu, muncul masalah dalam pelaksanaannya, yaitu ada gugatan hukum yang menarik-narik untuk mengkaji uraian SK tersebut. Dan jika sudah begitu, dalam perdebatannya, untuk menguatkan argumentasi ilmiahnya dari si penanggungjawab pembuat SK, biasanya akan melebar kemana-mana. Dan biasanya lagi, yang bukan yang bertanggungjawab / wali penanggungjawab / advokat / penasehat hukum malah suka melebihi takarannya dalam berargumentasi. Maap sedikit melebar ke model SK.
Kembali ke tulisan menarik dari seorang calon dokter, dokter gigi, tentang ruang lingkup kerja dokter gigi dengan permasalahannya berhadapan dengan para tukang gigi yang dibatasi oleh SK pencabutan praktek tukang gigi, kurang lebih begitu.
Saudara-saudara, kata "tukang" sudah menjadi kesadaran bangsa Indonesia,mungkin sejak zaman firaun, ditujukan pada keahlian sebuah profesi. Sehingga secara harafiah kata Tukang itu, sebuah profesi. Kemudian dalam perjalanannya, sejalan dengan berkembangnya tingkat pendidikan, status sosial dan persentuhan sosial, mulai sedikit dibedakan maknanya dalam status sosial, antara tukang dengan profesi yang berstatus profesinya, profesional. Pembeda ini selain sebagai pamor gengsi juga menunjukkan pada strata-nya dengan label titelnya. Padahal kalau dilihat makna asalnya, keduanya adalah sama alias tidak beda. Tukang = ahli/pandai, Profesional = ahli/pandai.
Nah dengan begitu, dokter gigi juga bisa dikatakan tukang gigi.
Kemudian tukang gigi yang bukan dari dokter gigi, di SK disebut kata tukang gigi, ini bisa kena juga kepada dokter gigi. Sebaiknya jika yang dimaksud oleh SK tersebut adalah tukang gigi yang bukan dari lulusan dokter gigi, harusnya dicantumkan kata setelah tukang gigi, bahasa sederhananya "tidak bersertifikat dokter gigi" atau "bukan anggota IDI". Cuma karna perkataan tukang itu sudah dianggap mafhum oleh kalangan umum, mungkin menurut si pembuat SK, jadi dengan "Tukang" saja sudah bisa mengena pada sasarannya. Meski dari sudut hukum bisa menimbulkan lahan /celah, memancing gugatan balik kalau dikemudian hari muncul masalah secara massive.
Terakhir yang menarik ya tulisan dokter gigi itu. Menariknya karna sistimatik dalam mengurai masalah, harapan dan pemecahan solusinya.
Sebagai penutup sedikit tentang kenyataan Masyarakat Indonesia sekarang. Bahwa masyarakat Kita sekarang sudah cukup matang dalam menentukan pilihan hidupnya, juga dalam menentukan alternatif pengobatan kesehatannya. Kalaulah diantara mereka itu masih banyak yang lebih memilih tukang gigi yang bukan lulusan dari dokter gigi, ini jauh kaitannya dengan tingkat pendidikannya. Tapi lebih kepada kemampuan financialnya.
Bayangkan saja, ada juga seorang sarjana S2 pun banyak yang tidak ke dokter gigi karna belum bekerja, atau pun bekerja tapi masih pekerja lepas harian dalam arti belum menemukan pekerjaan yang menghargai S2nya.Jadi yang harus dibenahi, dimulai dari pembangunan Pendidikan yang beriringan dengan meningkatkan sumber2 Industri baru dengan terobosan baru dan berani, yang pemerintahnya bukan mendorong-dorong masyarakatnya untuk menciptakan lapangan kerja.
Penting diusulkan kepada pemerintah oleh dokter gigi, bukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk pergi ke dokter gigi. Tapi mendorong pemerintah melalui IDI untuk memperluas industri yang menyerap banyak SDM.. Sehingga memudahkan kerja untuk meningkatkan kesadaran masyarakat pentingnya menjaga kesehatan gigi.
Saturday 7 January 2012
Awal Tahun 2012
Republik Indonesia, masyarakatnya masyarakat pancasila, kehidupannya berpancasilais.Lihat saja lima butirnya didalamnya adalah menggambarkan kehidupan sosial budaya dari kekhasan setiap etnis dan bangsa - bangsa( bhineka ) dalam keutuhan bangsa sebangsa kedalam satu ikatan setanah air, Republik Indonesia. Lima dasar menjadi kata kunci sosial budaya, kata kunci yang ingin ditampilkan kepermukaan dari kenyataan bentuk tatanan hidup bangsa Indonesia sejak kakek-kakekku kakek-kakekmu bisa berdiri. Kemudian ini menjadi satu bentuk dogma, berlanjut hingga kini terus dibangkit-bangkitkan kembali sebagai bentuk penawaran dogma, hidup berPancasila.
Kehidupan masyarakat Pancasila digambarkan terlalu berlebihan. Sebagai harapan sih oke - oke saja, tapi kalau sudah menyentuh dogma ini menjadi timpang, sebab Pancasila itu sendiri merupakan gambaran khusus ( penonjolan sisi baiknya) dari kehidupan sosial budaya bangsa Indonesia. Hal yang dilupakan didalam jiwa pancasila adalah satu kenyataan yang terpendam dibalik lima butir sebagai kata kunci tadi, yaitu mudah diajak musyawarah mudah pula disulut masalah. Apalagi kalau dijejer setiap butirnya, dari ketuhanan..sampai keadilan, masing - masing butir, ada yang tersembunyi dari kenyataan negatif/buruk dari watak & kebiasaan-nya. Belum nanti ini digandeng dengan pengaruh pendidikan dan pergaulan dengan dunia luar. Apalagi kini, era sudah banyak berubah drastis, jaringan sosial dunia maya telah membuat dunia satu bangsa.
Kembali ke masyarakat Pancasila, bayangkan satu bentuk budaya asli bangsa pada sisi negatifnya yang ingin dinegatifkan dalam kenyataan sosial, dimana yang perlu disadari, bahwa, yang negatif itu takkan pernah hilang, sebab itu bersemayam didalam dada bangsa Indonesia. Kemudian masuklah dunia politik dalam arti, arti politiknya menurut pemahaman politik dari para politisi dan pengamata politisi. Maka, masyarakat ini akan mudah dijadikan objek dengan model pemicu macam2 dalam situasi & tujuan apa saja.
Hal yang paling fundamental untuk menghilangkan kebodohan adalah dengan pendidikan.Namun yang teramat sangat fundamental adalah Negara ini tidak pernah serius membangun pendidikan. sebuah Kontruksi Pendidikan Pembebas Kebodohan Masal.