Saturday 23 September 2017

Politiside Tahun 1965- 1966 di Indonesia II

Politiside Tahun 1965- 1966 di Indonesia II PERETASAN MOBILE SELULAR OLEH INTELEJEN DUNIA PETA POLITIK LAUT TENGAH PASCA KEGAGALAN MENGGULINGKAN ASSAD DAN REINKARNASI ASYIRIA RAYA YAHUDIHALAL BIL HALAL Sikap Rusia Pasca Kudeta di Turki



Sejak menulis "Politiside Tahun 1965- 1966 di Indonesia Peranan Barat", tadinya ini menjadi tulisan terakhir tentang modus siasat gerakan PKI. Kembali mengangkat tulisan ini, berangkat dari dua hal, pertama insiden di kantor LBH, kedua menyikapi sikap Panglima TNI tentang rencana memutar kembali Film Karya Arifin C Noer.




Sejak tumbangnya ORDE BARU, di era Gus Dur, mereka para pelarian Politik di Eropa diberi ruang yang luas untuk bisa kembali ke tanah kelahirannya, NKRI. Ini sebetulnya satu kemerdekaan buat mereka, sekaligus sikap legowo dari pemerintah era itu, dalam arti menerima mereka dan melupakan masa kelam di masa lalu.


Pada saat itu, yang belum terjawab adalah apakah betul, bahwa memberi ruang kepada mereka, pelarian politik adalah sikap murni atas dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuaan, keadilan sosial?


Atau atas dasar ikut - ikutan atau latah, karena faham komunisme di dunia sudah tumbang dan tidak lagi jadi rujukan ?


Jika persoalannya pada pertanyaan kedua, maka ini akan terus menjadi polemik tahunan. Dan kenyataannya begitu, kebiasaan negara ini meniru dan gampang terinfluence dengan apa yang terjadi di dunia. Negara yang selalu merasa punya jati diri yang sebetulnya tidak punya jati diri. Negara yang selalu membanggakan produk dalam negeri tapi hidup bergelimang produk luar, dari agama, fashion, passion, gaya hidup, gaya bicara, berpolitik dan bersosialisasi.


Persoalan kedua ini, yang menyebabkan persoalan tidak akan pernah tuntas. Karena dengan persoalan kedua otomatis dalam penyelesaiannya pun tidak pernah klar, menjadi tidak tuntas, tergerus oleh hobi barunya, gaya barunya dari angin situasional didunia saat itu yang lewat dipelupuk matanya merusak kerja otaknya. Gagap karena latahnya menanggapi situasi yang berkembang di dunia.


Jika mantan pki dan keturunun pki serta korban pki dan simpatisan pki sekarang terus melakukan pergerakan, itu benar. Saya tahu persis pergerakan mereka. Di ruang yang telah memberikan kepada mereka hak dan kewajiban yang sama dengan semua warga negara Indonesia yang lain, mereka masih mendengung - dengungkan semangat PKI, itu sangat tampak, niat mereka bukan mau rekonsiliasi, mereka bukan mau berbaur dengan seluruh masyarakat yang lain. Tapi sangat tampak mereka ini punya agenda ingin membangkitkan kembali PKI.


Kemudian, pernyataan Panglima TNI, bahwa beliau yang menginstruksikan prajuritnya untuk menonton kembali film itu dengan penegasan sudah dapat izin Presiden. Sekilas tampak benar dengan pernyataan ini, menunjukkan sikap TNI sebagai garda terdepan pembela kedaulatan negara. Namun di era sekarang siap pun bisa menonton, tidak perlu didramatisir, bahkan mirip bom iklan, mendengung - dengungkan film tersebut. Jadi apa ingin dicapai hingga pernyataan itu menjadi konsumsi publik?




Sebaliknya jika apa yang disampaikan Panglima TNI hanya untuk kalangan prajurit TNI, pernyataan itu menjadi bukan sebuah pernyataan straregis internal (tidak terbuka untuk publik), tapi itu dipublikasikan menjadi konsumsi publik, maka itu sangat jelas telah menjadi sebuah pernyataan politik. Ini sangat tidak baik bahkan buruk. Saya kira ini semakin menunjukkan, PKI itu hanya menjadi gorengan politik. Atas pernyataan bukan membikin baik tapi makin tambah kian kelam tak kondusif.


Sementara pergerakan semangat PKI terus berlenggang, seperti mendapat angin diruang sekarang. Makin tampak dominan keberpihakan pada mereka, yang membuat mereka semakin berani bicara sekalipun isi omongannya mirip orang sedang demam tinggi.


Ini seperti mirip perkumpulan para banci, hanya saling berteriak tapi tak punya nyali bersikap tegas dan jelas. Dan sejarah membuktikan, yamg berteriak lantang menyatakan diri sebagai "pembela Pancasila", kenyataan bagai musuh dalam selimut, merekalah yang menikam dari dalam kedaulatan.

No comments: