Monday 2 May 2016

PERSPEKTIF HARDIKNAS

PERSPEKTIF HARDIKNAS
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakaatuhu


Hari ini, senin pagi hari tentunya sudah menjadi tradisi siswa - siswi wajib ikut upacara bendera, dan yang menjadi istimewa bertepatan dengan HARI PENDIDIKAN NASIONAL diperingati setiap tanggal 2 Mei.


Seperti biasa wejangan yang diterima siswa pun sudah pasti sama dari tahun ke tahun dari generasi ke generasi, dari tahun 70an maupun sekarang, tentang keteladan, tentang sejarah yang dijadikan contoh teladannya.


Ini diulang terus dan tak bosannya tak jemu, hanya itu saja materinya. Bosan nggak bosan tetap harus disampaikan juga oleh pemimpin upacaranya. Sebaliknya para siswa - siswinya mau nggak mau, tetap saja harus siap sedia mendengar apa yang disampaikannya dengan penuh khidmat.


Seharusnya apa yang disampaikan dalam setiap wejangan itu dari semua hal tentang kisah heroik sosok tokoh tersebut, harus bisa tercapai apa yang ingin diteladani dari tokoh tersebut. Namun kenyataan sebaliknya hanya sedikit saja mungkin yang tertanam pada siswa - siswi yang ikut upacara, juga mungkin cuma sedikit yang menguat dalam ingatan siswa - siswi, semua terhapus seiring waktu berjalan.


Yang membikin hal itu menjadi begitu, harus diakui kalau pengaruh external, pengaruh diluar pendidikan formal maupun non formal lebih kuat mempengaruhi perkembangan kejiwaan anak didik.


Tentu kenyataan seperti tidak bisa disalahkan sepenuhnya pada siswa maupun guru atau institusi pendidikan. Ini harus dilihat pada perspektif yang lain.


Hari pendidikan Nasional lebih dititikberatkan pada kebutuhan siswa - siswi didik sebagai pembelajaran, pemahaman tentang sejarah pendidikan di Indonesia dengan semangat perintisan yang mewarnai perjuangannya.


Sehingga dengan begitu tidak tercapai apa yang diharapkan jika dilihat berdasarkan fakta dilapangan, mungkin masih ingat dalam peristiwa seorang siswi smu yang merayakan usai unas memarahi polwan, kasus bullying senior pada junior dan lain sebagainya.


Inilah fakta, yang ujungnya Hardiknas hanyalah kegiatan ceremonial tanpa isi. Sebab yang menjadi tekanan sasarannya adalah siswa bukan semua peserta upacara.


Mungkin yang paling cocok untuk siswa sebagai teladan adalah laskar pelangi karangan andrea hirata bukan wejangan di hardiknas.


Perjuangan Ki Hajar Dewantara, menobatkanya sebagai bapak pendidik nasional, yang kemudian tanggal lahirnya ditetapkan sebagai hari pendidikan nasional.


Bicara pendidikan Nasional, tentu sudah melekat dalam pikiran adalah semua pendidikan formal. Namun jika ini dihubungkan dengan perjuangan Ki Hajar Dewantara dalam cita - citanya meningkatkan kualitas kecerdasan dan keterampilan anak bangsa, maka ini harus dilihat pada semua aspek pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal.


Ditambah lagi pati dari perjuangannya yang ingin disampaikan, maka ini lebih tepat tekanannya pada guru sebagai sasaran utamanya, baik guru formal maupun informal, juga orang tua yang mengajari anak juga bisa disebut guru, jadi semua orang yang mengajar dan mendidik.


Jadi sasaran yang paling tepat untuk mengingat kembali atau mengembalikan perjuangan pendidikan pada khitahnya adalah guru, orang tua, ustad, pendeta, pandita dsb.


INI ADALAH SALAH KAPRAH DARI RIBUAN SALAH KAPRAH AKIBAT DUIT SEBAGAI SASARANYA.


MARK JUCKERBERG pendiri Facebook membangun media sosial bukan duit sebagai sasarannya tapi perjuangannya melimpahkan duit yang tiada henti.


Banding guru sekarang...


Kebanyakan dari mereka tiada henti cari objekan dan pinjaman duit, ini lahir dari hasil pendidikan sebelumnya.


Semoga bermanfaat.

Wassalaamu'alaikum Wr.Wb

2 comments:

UNDANG IMAN SANTOSA said...

Keberkahan di cabut sama Alloh swt...outcome pendidikan...ya...seperti inilah...

Ahmad Hanafiah said...

Semoga kekuatan doa dan upaya dapat mengembalikan khitah pendidikan yg melahirkan generasi berkualitas dan bertaqwa