Tuesday, 12 September 2017

3R : Rohingya Rumor Dan Realita

3R : Rohingya Rumor Dan Realita



Tragedi yang disebut genoside di Rokhine pada warga muslim Rohingya membuat dunia, khususnya umat islam di dunia marah. Namun kenyataan dari apa yang terjadi di sana, ternyata jauh lebih kompleks daripada sebuah rumor sederhana yang membuat orang percaya. Konsekuensi geopolitik dari krisis situasi perang dingin baru, mencuatkan krisis ini yang sangat jauh jangkauannya dari rumor yang beredar.


Membunuh orang-orang yang tidak bersalah adalah salah, atas dasar itu tentunya setiap orang dibenarkan untuk merasa marah saat mereka melihat dan percaya apa yang terjadi di Rohingya. Dan memang sangat tampak jelas dalam peritiwa di Rakhine, Myanmar. Untuk melakukan identifikasi siapa, apa, bagaimana dan mengapa melakukan pembunuhan, target sasaran. Apakah itu betul - betul sebuah operasi "anti-teroris" militer?


Ataukah ini aksi pemberontak yang melawan pemerintah?


Kembali menjadi penting juga untuk direnungkan apa dampak geopolitik dari peristiwa ini bagi kawasan Asia secara ekonomi, sosial budaya dan politik. Juga secara umum bagi masa depan dunia.


Kita coba sederhanakan situasinya secara singkat, Rohingya yang menempati Rakhine sudah tinggal disana sejak 1000 tahun keturunan bengali yang mayoritas beragama Hindu dan Budha, yang mewarisi warisan Kerajaan Mrauk U. Abad pertengahan mayoritas penduduk Rakhine yang keturunan bengali setelah abad pertengahan mulai mengenal Islam dan sebagiannya memeluk Islam. Ini terjadi pasca Pakistan Timur memproklamirkan kemerdekaan, memisahkan diri dari Pakistan Timur, kemudian merubah namanya menjadi Bangladesh.


Penyebutan itu menegaskan kalau mereka adalah penghuni tanah bangla. Rakhine sebagian besar besar masuk wilayah Burma dan pasca pemerintah Bangladesh mengajukan arbitrase atas sebagian wilayah Rakhine menjadi milik Bangladesh. Namun realitas dalam interaksi-sosial, penduduk di Rakhine masih saling berinteraksi dan bersosialisasi meski terpisah dalam batas negara. Pertembukan ini membuat mayoritas Bangle di Rakhine atau etnis Rohingya mayoritas adalah Muslim.



Muslim Rohingya tinggal di bagian utara Rakhine dan mengaku penduduk asli daerah tersebut, meskipun pemerintah Myanmar tidak mengakuinya dan mengklaim, bahwa mereka itu migran Bengali. Keturunan mereka yang bermigrasi ke negara bagian tersebut. Situasi ini yang memicu perang civil terlama di dunia. Rohingya di Myanmar menjadi minoritas etno-religius, diklaim pemerintah Myanmar adalah pemberontak di pinggiran selatan yang kaya sumber daya negara. Sementara Rohingya melakukan perlawanan kepada pemerintah pusat yang mendukung federalization atau, seperti yang diinginkan Rohingya, bersatu dengan negara tetangganya, Bangladesh, bahwa mereka itu lebih dekat Bangladesh.


Konflik yang memecah sekitar 2012 sd 2015 yang sempat mereda tahun 2016. Tahun ini kembali menyeruak. Militer Myanmar, yang dikenal sebagai Tatmadaw, mengklaim bahwa operasinya di daerah mereka dipicu oleh serangan mematikan yang dilakukan gerilyawan Rohingya, yaitu yang menamakan diri ASRA.


ASRA ini dipandang sebagai teroris oleh Naypyidaw dan dituduh memiliki hubungan dengan al-Qaeda dan lainnya. kelompok ini terkenal melakukan perlawanan kepada pemerintah Nyanmar dan penduduk desa Budha. Asap perang sudah sedemikian rupa sehingga warga sipil jelas terbunuh sebagai dampaknya, namun tidak jelas apakah ini merupakan genosida, atau siapa sebenarnya yang berada di balik semua ini?


Ini seperti konflik yang mirip dengan yang pernah terjadi di yoguslavia dan suriah Munculnya sub identitas baru dari sekelompok umat islam yang digambarkan sedang dianiaya dan genoside. Seperti tuduhan yang hingga kini terus berlanjut kepada Assad. Peran sentral ini semua adalah seberapa banyak media dan berita media mainstream yang mempublikasikan ini. Dan banyak diantaranya yang terbukti palsu atau benar-benar dekontekstual, hanya berfungsi untuk menginspirasi komunitas Muslim global (ummah) untuk bangkit dalam kemarahan dan mengirim pejuang sukarela untuk membantu rekan mereka. Bagaikan pesan rahasia terbuka, dimana mereka berpegang pada satu dalil jika melihat sodaranya dianiaya.


Masalahnya, bagaimanapun adalah bahwa situasinya tidak pernah seperti hitam dan putih seperti apa yang dibuat oleh media mainstream. Situasinya sudah seperti dikelola oleh manager persepsi. Situasi yang sering disalahgunakan oleh manajer persepsi untuk mendapat dukungan terhadap perang buat calon tenaga perang baru. Karena berdasarkan sejarah, kondisi semacam ini memiliki track record untuk menarik teroris internasional dan menyebabkan ledakan yang terjadi di dalam negeri.


Sangat tergambar ada sisi dibalik memprovokasi kemarahan global, yang ditargetkan itu adalah mengilhami "relawan" Muslim yang tak terhitung jumlahnya, untuk membanjiri Negara Bagian Rakhine dan kemudian menetapkan panggung untuk intervensi kemanusiaan multilateral semodel di Kosovo dan suriah. Dimana Kosovo sekarang USA telah menjadikan Basecamp pertahanannya.


Yang harus dilihat disini adalah peta Politik global sebelum menyimpulkan. Pecahnya peristiwa Rohingya, pasca perseteruan Donal Trump dengan China diakhir bulan juli 2017, padahal persoalannya saat itu peluncuran missile rudal Korea Utara ke semenanjung Jepang. Kemudian kaitkan peristiwa Rohingya dengan tanggapan dari wakil direktur Institute for Strategic Studies and Prognosis di Universitas Persahabatan Rakyat Rusia:"ini bukan sebuah kebetulan. Meskipun ada penyebab internal tertentu di balik krisis Rohingya, hal itu juga dapat didorong oleh pemain eksternal, terutama, Amerika Serikat"


Dan pada tahun 2003, George Soros bergabung dengan sebuah kelompok Task Force AS yang bertujuan untuk meningkatkan "kerja sama AS dengan negara-negara lain untuk mewujudkan transformasi politik, ekonomi dan sosial yang telah lama tertunda di Burma, ( Myanmar)". Atas dasar pula, Dmitri Egorchenkov selanjutnya menjelaskan:"Ketika George Soros datang ke negara ini atau negara itu ... dia mencari pertentangan religius, etnis atau sosial, memilih model tindakan untuk salah satu pilihan ini atau kombinasi mereka dan mencoba untuk menghangatkan mereka..."


Sekarang Putin terus mengawasi kawasan Rohingya. Tentunya ini dilakukan bukan tanpa alasan, dimana China adalah menjadi sekutunya. Dalam hubungan investasi migas China di Myanmar. Dimana ini menjadi sebuah game untuk menancapkan kemenangan investasi. Mengenai sumber daya migas dan hak pengelolaannya, silahkan baca disini.


Apa yang terjadi di Rohinya, realitasnya, terjadi kontak senjata antara militer Tatmadaw dengan militan ASRA, penduduk civil Rohingya mengungsi ke perbatasan. Rumor yang beredar: pembantaian umat islam Rohingya.

No comments: