Sunday 20 August 2023

Aceh punya Cerutu Gayo yang berpita cukai dan ekonomis

Aceh punya Cerutu Gayo yang berpita cukai dan ekonomis

Aceh punya Cerutu Gayo yang berpita cukai dan ekonomis











Bagi Anda pecinta cerutu, coba rasakan sensasi dari gulungan daun tembakau khas Gayo Aceh ini. Cerutu Gayo terkenal dengan ciri khas aromanya yang kuat dan sensasi rasanya yang cenderung manis.







Gayo Mountain Cigar ini, merupakan cerutu pertama di Provinsi Aceh yang memiliki pita cukai serta harganya tergolong ekonomis sehingga dapat dinikmati oleh seluruh kalangan.


Setahun yang lalu, pernah disampaikan oleh Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM), Teten Masduki. Menurut Teten, produk Cerutu Gayo dengan brand atau merek dagang Gayo Mountain Cigar (GMC) bisa menjadi produk unggulan khas Aceh Tengah. Produk Cerutu Gayo diketahui sudah diluncurkan ke pasaran di Galeri Kopi Indonesia, Aceh Tengah dan bahkan sudah beredar ke luar negeri.


Kehadiran produk handmade (bukan pabrikan) ini disebut bakal menjadi cikal bakal lahirnya industri tembakau lainnya di daerah Takengon.


Hal itu mengingat semakin maraknya permintaan tembakau Gayo belakangan ini.


Secara tradisional, tembakau Gayo cukup dikenal karena aroma dan cita rasanya. Bahkan, tembakau Gayo pernah mengalami masa keemasan pada era 1980-an.


"Ini bisa dijadikan sebagai produk unggulan dari daerah Aceh Tengah. Dan kita harus terus angkat produk-produk unggulan dari daerah seperti ini," ungkap Teten dalam siaran pers.


Dengan market demand yang sudah jelas, Teten menyebutkan cerutu khas Gayo ini tinggal dipoles dengan perkuatan branding dan perluasan pasar.


"Artinya, produk unggulan dari Aceh Tengah tidak hanya kopi dan produk holtikultura, melainkan juga cerutu," jelas Teten


Kakanwil Bea Cukai Aceh, Dr Safuadi menyatakan, melihat data permintaan cukai rokok di Aceh setiap tahun terus meningkat, mengindikasikan permintaan tembakau Aceh, dari tujuh pabrik rokok lokal yang ada di daerah ini, terus bertambah, bahkan berpeluang untuk diekspor ke luar negeri.


“Alasan kami menyatakan hal tersebut, karena tembakau hijau Aceh miliki rasa khas yang nikmat, sehingga potensinya untuk diekspor cukup besar. Komoditi kopi saja bisa diekspor, apalagi tembakau,” kata Safuadi pada acara pertemuan dengan wartawan di Kantor Wilayah Bea Cukai Aceh, Jumat, 14/07/2023.


Safuadi mengatakan, kalau dilihat dari penerimaan nilai cukai yang diterima dari Januari-Juni 2023, senilai baru Rp 281 juta, dari cukai rokok sebesar 77,93 persen atau senilai Rp 219,4 juta.


Cerutu Gayo dengan brand atau merek dagang Gayo Mountain Cigar (GMC)(Dok. Humas KemenKopUKM)


Tapi, pertumbuhan bulanannya cukup tinggi. Bulan Januari tumbuh sebesar 339,42 persen, Februari tumbuh 249,35 persen, Maret pertumbuhannya rendah, hanya 3,62 persen, April minus 23,17 persen, tapi bulan Mei tumbuh lagi sebesar 164,55 persen dan Juni 23,38 persen.


Ini artinya dalam enam bulan atau satu semester, permintaan pita cukai rokok di Aceh, mengalami pertumbuhan 5 kali, satu kali turun. Kondisi itu, menunjukkan prospek penjualan rokok lokal di Aceh, cukup besar di dalam negeri. Sekarang ini tinggal siapa yang siap mengembangkan tanaman tembakau Aceh, untuk pemenuhan kebutuhan bahan baku rokok lokal Aceh itu, yang permintaan pasarnya cukup tinggi, di luar Aceh.


Sampai Juni ini, sebut Safuadi, ada tujuh pabrik rokok yang terdapat di Aceh, yaitu PT Hawa Makmu Beurata, Rampago Jaya, Keretek Gayo, Gayo Mountain Cigar, SWY Gayo Cigar, CV Seulanga dan Muger. Ketujuh pabrik rokok tersebut, ada yang memproduksi rokok cerutu dan rokok keretek.


Rokok keretek dan cerutu dari Aceh, kata Safuadi, pasarnya lebih banyak di luar Aceh, dari pada di daerahnya sendiri. Perokok dari luar Aceh, sangat suka dengan cita rasa tembakau dari Aceh, makanya peluang ekonomis untuk pengembangan tembakau Aceh, cukup besar di daerah ini.


Safuadi menyatakan, kenapa dalam pertemuan hari ini dengan wartawan, ia lebih banyak menjelaskan soal pengembangan peluang bisnis tembakau. Alasannya, karena dilihat dari permintaan pita cukai rokok lokal, pertumbuhannya cukup besar. Kondisi ini membuktikan, kalau permintaan pita cukai rokok dari ketujuh pabrik rokok itu, dalam satu semester pertumbuhannya cukup besar, berarti permintaan tembakaunya juga cukup banyak.


Sebagai Kakanwil Bea Cukai Aceh, kata Dr Safuadi, informasi ini harus kami sampaikan kepada media online dan cetak, untuk disebar luaskan kepada masyarakat Aceh, agar ada investor lokal yang berminat untuk mengembangkan tanaman tembakau di Aceh secara luas.


Keuntungan tanam tembakau itu, sebut Safuadi, cukup lumayan besar. Informasi yang kami dapatkan dari petani yang sudah tanam bakong Aceh tersebut, dalam satu hektar tanam tembakau, keuntungan bersih bisa mencapai Rp 16 juta.


Kakanwil Ditjen Bea Cukai Aceh menginginkan pengembangan tanaman tembakau Aceh bisa dilakukan seperti Konsorsium Bawang Merah Pidie, mengembangkan tanaman bawang merah lokal yang dimulai dari luasan kecil sekitar 2 – 5 hektar, kemudian naik menjadi 10 – 20 hektar dan kini sudah mencapai ratusan hektar.


Selanjutnya, panen bawang merahnya sudah mampu menstabilisasikan harga bawang merah lokal di pasar lokal dan menekan laju inflasi. Kalau peluang bisnis tanaman tembakau Aceh ini, tidak disebarluaskan di wilayah Aceh, peluang bisnis tersebut bisa saja diambil pihak luar Aceh.


Menurut pengakuan tujuh pabrik rokok keretek dan cerutu di Aceh, ungkap Safuadi, jenis tembakau Aceh, sudah mulai ada yang menanamnya di luar Aceh, terutama di wilayah dingin Provinsi Sumut dan Pulau Jawa.


Sejumlah pabrik rokok yang ada di Aceh, jika stok tembakau lokal khas Aceh di tingkat petani habis, mereka harus membelinya di Sumut dan dari Pulau Jawa. Gerakan menanam tembakau Aceh, menurut Safuadi, bisa menjadi komoditi pengganti tanam ganja.


Tanam ganja, bila ketahuan aparat penegak hukum, bisa ditangkap dan dipenjara/pidana. Tanam tembakau, memberikan keuntungan besar bagi petaninya. “Oleh karena itu, mari kita sama-sama tanam, agar industri rokok keretek dan cerutu di Aceh, bisa tumbuh dan berkembang menjadi industri rokok keretek dan cerutu yang besar, yang bisa mengekspor produk rokoknya ke luar negeri.


Jangan seperti sekarang ini, masyarakat membeli rokok seludupan non pita cukai rokok dari luar negeri, seperti Rokok Lukman dari Vietnam dan lainnya. “ Padahal, rokok lokal yang dibuat tujuh pabrik yang ada sekarang ini, cita rasa rokoknya cukup nikmat dan harganya juga terjagkau sekitar Rp 12.000/bungkus,” ujar Safuadi.

















































google.com, pub-0655609370809761, DIRECT, f08c47fec0942fa0

CTES Elog Bimbel - Daftar bimbel Tes SMAKBO

google.com, pub-0655609370809761, DIRECT, f08c47fec0942fa0


































google.com, pub-0655609370809761, DIRECT, f08c47fec0942fa0

CTES Elog Bimbel - Daftar bimbel UTBK SNBT

google.com, pub-0655609370809761, DIRECT, f08c47fec0942fa0






































No comments: