Tuesday 22 August 2023

Gubernur BI - Kita Tidak Peduli dengan Pernyataan IMF

Gubernur BI - Kita Tidak Peduli dengan Pernyataan IMF

Gubernur BI - Kita Tidak Peduli dengan Pernyataan IMF





Gubernur Bank Indonesia dalam Opening Ceremony ASEAN Fest 2023 di JCC, Senayan, Jakarta, hari Selasa, 22/08/2023. (youtube.com/Bank Indonesia)






Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo percaya diri, Indonesia memiliki kebijakan tersendiri dalam mengatur sektor moneter dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi global. Kebijakan ini dinilai lebih efektif ketimbang kebijakan bank sentral negara maju, termasuk Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF).







Perry mengatakan, dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi global, BI tidak hanya berfokus pada instrumen kebijakan suku bunga saja. Tapi, BI juga memaksimalkan kebijakan makroprudensial, sehingga dalam upaya meminimalisir dampak rembetan ketidakpastian global, momentum pertumbuhan ekonomi nasional tetap terjaga.


"Kita tidak peduli dengan pernyataan IMF apa yang kita lakukan. Kami tahu Anda lebih pintar, tapi kami lebih berpengalaman," kata Perry dalam talkshow Asean Fest 2023, Selasa, 22/08/2023.


Perry menegaskan, kepercayaan diri tersebut bukan tanpa sebab. Dia menuturkan, Indonesia menggunakan kebijakan moneter makroprudensial dan fiskal.


"Kita memiliki kebijakan monter. Kita tidak hanya berfokus pada framework pengendalian inflasi," ucap Perry.


Dia menuturkan, hal tersebut juga dilengkapi dengan kebijakan stabilitas nilai tukar. Menurut Perry, dalam beberapa aspek kita perlu capital outflow namun Indonesia meminimalisir hal tersebut.


Perry memetik pelajaran, semua emerging market menghadapi trilema kebijakan. Perry mengatakan Amerika Serikat kesulitan menghadapi inflasi dengan satu kebijakan suku bunga, memakan waktu sangat lama, dan saat ini resesi.


Selain itu, Eropa juga mengalami inflasi sangat tinggi. Federal Funds Rate (FFR) dikabarkan pengetatannya akan berakhir, namun Perry mengatakan akan ada kenaikan satu atau dua kali lagi. Perry mengakui, kebijakan yang berfokus pada instrumen suku bunga memang dapat merespons dampak ketidakpastian global seperti inflasi. Akan tetapi, langkah tersebut akan memakan waktu lama dan berpotensi berdampak terhadap perekonomian negara.


"Tentu Amerika Serikat kesulitan menghadapi inflasi dengan satu kebijakan suku bunga, memakan waktu sangat lama, dan sekarang resesi," ujarnya.


Oleh karenanya, BI akan tetap berfokus pada kebijakan yang mencakup pada aspek pengendalian inflasi, stabilitas nilai tukar, serta tetap mendukung pertumbuhan ekonomi.


Selain mengandalkan kebijakan makroprudensial, BI bakal terus berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk melengkapi kebijakan fiskal.


Perry memetik pelajaran, semua emerging market menghadapi trilema kebijakan. Perry mengatakan Amerika Serikat kesulitan menghadapi inflasi dengan satu kebijakan suku bunga, memakan waktu sangat lama, dan saat ini resesi.


Selain itu, Eropa juga mengalami inflasi sangat tinggi. Federal Funds Rate (FFR) dikabarkan pengetatannya akan berakhir, namun Perry mengatakan akan ada kenaikan satu atau dua kali lagi.


"Ini kenapa? Karena hanya menggunakan satu instrumen untuk menyelesaikan masalah. Ini tentu tidak bisa," ucap Perry.


Perry mengakui, Indonesia perlu menghadapi dampak spillover global. Selain itu juga perlu menjaga stabilitas keuangan, namun juga harus mendukung pertumbuhan ekonomi.


"Ini bisa bagaimana? Gunakan kebijakan moneter, tidak hanya menggunakan suku bunga, tapi juga kebijakan nilai tukar, dan kebijkan pasar keuangan," tutur Perry.


Saat pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), BI menaikan suku bunga. Perry menilai, kenaikan suku bunga juga tidak sporadis seperti yang dilakukan oleh Amerika Serikat.


Pada saat yang sama, ekonomi masih tumbuh tinggi yakni di atas lima persen selama tujuh kuartal beruntun. Perry menegaskan, kebijakan moneter di Indonesia prostabilitas dan propertumbuhan.


"Makroprudensial dilengkapi dengan pendalaman pasar keuangan, inklusi keuangan, digitalisasi dan sebagainya," ucap Perry.


Sebelumnya, Pejabat di Federal Reserve atau The Fed mengungkapkan kemungkinan masih akan mengerek suku bunga, dalam upaya mendorong inflasi ke target bank sentral sebesar 2 persen.


Mengutip CNN Business, hari Selasa, 08/08/2023, Gubernur The Fed Michelle Bowman dalam sebuah pidato mengingatkan bahwa beberapa kenaikan suku bunga dapat diperlukan untuk mengembalikan inflasi AS ke tingkat yang stabil.


Bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed) diprediksi masih akan menaikan suku bunga acuan (Fed Fund Rate) beberapa kali lagi hingga akhir 2023. Namun, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo tak gentar akan tantangan tersebut.


Perry mengatakan, Bank Indonesia tetap akan menjalankan bauran kebijakan untuk menjaga geliat ekonomi nasional di tengah situasi tak menentu saat ini.


Terlebih, semua negara berkembang kini tengah menghadapi trilema kebijakan ekonomi, berupa stabilitas nilai tukar mata uang, inflasi, hingga pertumbuhan ekonomi.












































google.com, pub-0655609370809761, DIRECT, f08c47fec0942fa0

CTES Elog Bimbel - Daftar bimbel Tes SMAKBO

google.com, pub-0655609370809761, DIRECT, f08c47fec0942fa0



































google.com, pub-0655609370809761, DIRECT, f08c47fec0942fa0

CTES Elog Bimbel - Daftar bimbel UTBK SNBT

google.com, pub-0655609370809761, DIRECT, f08c47fec0942fa0







































No comments: