Minggu ini menjadi puncak kesedihan bagi para mahasiswi di Afghanistan. Setelah Taliban mengumumkan pelarangan masuk kampus bagi perempuan, mereka mulai mengosongkan asrama.
Ahmed Zia Hashemi, juru bicara Kementerian Pendidikan Tinggi pada hari Jumat, 23/12/2022, membenarkan bahwa proses keluarnya perempuan dari asrama telah dimulai.
Dalam pesan teks ke Radio Azadi, dia mengatakan bahwa kampus telah ditutup (bagi perempuan) jadi tidak ada alasan mereka tetap berada di asrama.
Beberapa mahasiswa nampak pucat karena kecewa ketika Taliban memberitahu mereka harus pulang.
Pada hari Selasa, 20/12/2022, Taliban mengumumkan keputusan untuk melarang perempuan ke kampus dalam sebuah surat dari Kementerian Pendidikan Tinggi. Menteri Pendidikan Tinggi Nida Mohammad Nadim mengatakan bahwa larangan itu diperlukan untuk mencegah pencampuran gender di universitas dan karena dia yakin beberapa mata pelajaran yang diajarkan melanggar prinsip-prinsip Islam.
Dia juga mengatakan siswi telah mengabaikan ajaran Islam, termasuk apa yang harus dikenakan, dan tidak didampingi oleh kerabat laki-laki saat bepergian.
Larangan itu diberlakukan sampai pemberitahuan lebih lanjut, katanya.
Keputusan Taliban itu memicu reaksi keras dari komunitas internasional dan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Larangan bagi perempuan untuk masuk kampus adalah aturan terbaru terhadap perempuan sejak Taliban merebut kendali Afghanistan pada Agustus tahun lalu.
Banyak aturan yang dikeluarkan Taliban untuk membatasi gerak perempuan Afghanistan. Taliban sebelumnya melarang anak perempuan bersekolah setelah kelas enam, membatasi perempuan untuk memegang sebagian besar pekerjaan, dan memerintahkan mereka untuk menutupi kepala hingga ujung kaki saat berada di depan umum. Wanita juga dilarang memasuki taman dan pusat kebugaran.
Moskow Mengekspresikan Kekhawatiran Tentang Larangan Taliban pada Pendidikan Wanita di Universitas
Moskow prihatin dengan Taliban yang melarang wanita menghadiri institusi pendidikan tinggi Afghanistan dan mengharapkan Kabul untuk memastikan keselamatan siswa wanita, kata Kementerian Luar Negeri Rusia pada hari Jumat.
"Kami telah mencatat dengan prihatin laporan pemerintah Taliban di Afghanistan melarang pendidikan perempuan di lembaga pendidikan tinggi. Hak atas pendidikan adalah salah satu hak asasi manusia dan kebebasan. Kami telah mencatat pembenaran oleh otoritas Afghanistan tentang menghubungkan larangan pendidikan tinggi perempuan dengan masalah jaminan keamanan atau kesulitan ekonomi. Kami berharap Kabul akan segera mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memperbaiki situasi ini," bunyi pernyataan kementerian tersebut.
Pendidikan penduduk tanpa pendekatan diskriminatif adalah kunci keberhasilan pembangunan masyarakat modern, tambah kementerian itu.
Pada hari Selasa, Kementerian Pendidikan Afghanistan dalam pemerintahan Taliban memerintahkan penangguhan pendidikan anak perempuan di lembaga pendidikan tinggi swasta dan negeri. Keputusan otoritas Afghanistan telah dikritik keras oleh sejumlah organisasi internasional dan pemimpin dunia.
Taliban berkuasa di Afghanistan pada Agustus 2021, mengakibatkan krisis ekonomi, kemanusiaan, dan keamanan yang semakin parah di negara tersebut. Pemerintah Taliban tidak melibatkan wanita atau orang yang tidak berafiliasi dengan gerakan Islam. Wanita Afghanistan telah mengorganisir beberapa protes di beberapa kota, menyerukan agar hak-hak mereka dihormati.
Dari negara terkecil kedua di dunia, Monako, hingga negara terpadat, India, perwakilan dari lebih dari 20 pemerintah dan organisasi internasional pada hari Senin mengecam kebijakan Taliban yang menutup sekolah menengah dan menyangkal hak-hak dasar lainnya untuk anak perempuan dan perempuan Afghanistan.
Bahkan Pakistan, yang diklaim sebagai dermawan Taliban, menyuarakan keprihatinan pada dialog PBB tentang hak asasi manusia di Afghanistan tentang penolakan pendidikan bagi anak perempuan Afghanistan. Dialog tersebut merupakan bagian dari U.N. Sidang ke-51 Dewan Hak Asasi Manusia, yang dibuka Senin di Jenewa.
Diplomat Rusia lebih lanjut mengatakan bahwa beberapa sekolah ditutup karena Taliban tidak mampu mendirikan ruang kelas terpisah untuk anak perempuan. Dia menyalahkan Amerika Serikat dan donor Barat lainnya karena membekukan bantuan ke Afghanistan dan menjatuhkan sanksi terhadap Taliban yang, menurut diplomat Rusia, telah berdampak buruk pada sektor pendidikan Afghanistan.
“Kami menyerukan AS dan Inggris dan sekutu mereka, alih-alih mengeluarkan tuntutan baru kepada Taliban, untuk mulai memenuhi kewajiban mereka sendiri untuk konflik masa lalu,” katanya, seraya menambahkan bahwa krisis saat ini di Afghanistan adalah hasil dari dua dekade terakhir perang AS dan intervensi disana.
No comments:
Post a Comment