Polres Metro Jakarta Barat mengungkapkan tindak pidana obat-obatan keras ilegal. Sebanyak 37,4 juta butir tramadol dan hexymer disita dari gudang penyimpanan di wilayah Kedoya.
Pengungkapan kasus ini berawal dari penangkapan pelaku tawuran di kawasan Palmerah, Jakarta Barat, yang kedapatan membawa dan mengonsumsi obat keras.
"Kalau sampai beredar akan membawa korban anak bangsa kepada tindakan melawan hukum. Seperti dalam penangkapan pelaku kasus tawuran, mereka mengonsumsi obat ini,” ujar Wakapolda Metro Jaya Brigjen Suyudi Ario Seto, pada hari Rabu, 03/05/2023.
Dalam perkara peredaran obat-obatan jenis G tanpa izin ini, polisi menangkap tiga tersangka berinisial KHK (55), AKA (38), AAM (38).
Mereka dijerat dengan Pasal 196 juncto Pasal 98 ayat 2 dan ayat 3, serta Pasal 197 juncto Pasal 106 ayat 1 Undang-Undang (UU) Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
Dari tawuran ke gudang obat-obatan
Suyudi mengungkapkan, peredaran dan gudang penyimpanan obat keras ilegal ini terkuak ketika Tim Patroli Perintis Presisi menangkap pelaku tawuran.
Dari salah satu pelaku yang ditangkap, petugas menemukan 10 butir obat tramadol dan hexymer untuk dikonsumsi sebelum tawuran. Kepada penyidik, pelaku mengaku mendapatkan obat jenis tramadol dan hexymer tersebut dari pengedar di kawasan Kedoya, Jakarta Barat.
Satres Narkoba Polres Metro Jakarta Barat kemudian berkoordinasi dengan Ditrektorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya untuk mendalami keterangan pelaku.
Dari hasil pendalaman, penyidik gabungan menangkap seorang pengedar berinisial KHK alias Acuk (55) dan menemukan gudang penyimpanan obat-obatan keras tersebut.
"Lalu dikembangkan dan berhasil menangkap pelaku AKA (38) pada Jumat 14 April 2023 di rumah di Sunter. Dikembangkan lagi dan berhasil ditangkap AAM (38) di apartemen Kelapa Gading, Jakarta Utara," kata Suyudi.
37,4 juta butir obat keras ditemukan
Kepolisian kemudian membongkar gudang yang menjadi tempat penyimpanan obat keras ilegal itu. Dari situ, penyidik menemukan jutaan tramadol dan hexymer yang belum atau sudah dikemas untuk diedarkan.
Secara terperinci, terdapat 28.320.000 butir tramadol, dan 9.098.000 butir hexymer yang ditemukan petugas dari lokasi. Jika dirupiahkan, barang bukti tersebut senilai Rp 497 miliar.
"Total 37.418.000 butir pil tramadol dan hexymer. Ditafsir harganya Rp 497,5 miliar," kata Suyudi.
Berdasarkan hasil penyidikan, gudang penyimpanan obat-obatan ilegal di wilayah Kedoya, Jakarta Barat itu sudah beroperasi sejak Desember 2021.
Selama itu pula pelaku menimbun dan juga mengedarkan obat tanpa izin di Ibu Kota, khususnya wilayah Jakarta Barat.
Suyudi menyebut, pelaku mengaku mendapatkan jutaan butir tramadol dan hexymer dari India. Mereka mengimpornya ke Indonesia secara bertahap sejak akhir 2021 sampai akhir 2022.
Pelaku bagian jaringan internasional
Kepolisian menduga bahwa KHK, AKA, dan AMM yang mengendalikan gudang penyimpanan dan mengedarkan obat-obatan tanpa izin memiliki relasi dengan bandar jaringan internasional.
Tramadol dan hexymer itu dibawa menggunakan kapal kargo dari India ke Indonesia melalui Singapura secara bertahap.
Setelah sampai di Indonesia, obat keras disimpan dan dikemas pelaku di gudang yang berada di Kedoya, Jakarta Barat, kemudian diperdagangkan tanpa izin.
"Melalui kargo atau ekspedisi kapal dari India kemudian transit di Singapura dan sampai ke Indonesia," kata Suyudi.
"Kemudian di-packing menjadi siap edar di salah satu ruko di Kedoya," sambungnya.
Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes M Syahduddi menjelaskan bahwa jajarannya masih akan mendalami lagi kasus peredaran obat keras asal India ini.
Dia pun menyebut bahwa tidak menutup kemungkinan ada keterlibatan pihak lain yang membantu para tersangka memasukkan obat keras itu ke tanah air.
"Tidak menutup kemungkinan mungkin akan ada beberapa pihak-pihak yang terlibat dalam aktivitas kegiatan memasukkan barang-barang ilegal ini, untuk dikembangkan lebih lanjut," ungkap Syahduddi.
No comments:
Post a Comment