Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat (Jabar) melansir bahwa presentase pengangguran terbuka di Kota Bogor pada 2022 mencapai 10,78 persen. Presentase itu merupakan yang tertinggi di wilayah Jabar.
Sementara pada posisi kedua adalah Kota Cimahi dengan presentase 10,77 persen. Kemudian diikuti oleh Kabupaten Bogor 10,64 persen.
Kendati jumlahnya tertinggi di Jawa Barat, tingkat pengangguran di Kota Bogor cenderung menurun setiap tahunnya. Berdasarkan data BPS Jabar, pada 2020 presentase pengangguran terbuka di ‘Kota Hujan’ mencapai 12,68 persen dan pada 2021 menurun menjadi 11,79 persen, dan di 2022 turun ke 10,78 persen.
Anggota Fraksi PKS DPRD Kota Bogor, Endah Purwanti mengaku sedih dengan banyak pengangguran di ‘Kota Hujan’. Padahal, ia berharap di tahun terakhir masa jabatan Wali Kota Bima Arya dapat fokus kepada program yang lebih banyak menyentuh masyarakat.
“Pertanyaannya sederhana, lebih urgent trotoar atau pengentasan kemiskinan? Lebih urgent trotoar atau penurunan pengangguran?,” ujar Endah kepada wartawan, hari Selasa, 27/06/2023.
Endah pun menilai bila Pemkot Bogor kurang serius dalam menangani hal tersebut. Hal itu, kata dia, dapat dilihat dari program yang masuk dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).
“Hanya beberapa persen anggaran yang dialokasikan untuk pengentasan pengangguran. Disnaker saja operasional setahun hanya Rp1 miliar di 2021. Bahkan warga yang mengikuti pelatihan di BLK hanya 30 sampai 40 orang,” katanya.
Seharusnya, kata Endah, Pemkot Bogor mesti fokus pada padat karya. Namun pemerintah terlebih dahulu harus memecah data BPS itu.
“Dikaji dari usia, potensi, baru dirumuskan penanganannya,” katanya.
Kata Endah, presentase 10,78 persen berarti di Kota Bogor terdapat 55 ribu pengangguran terbuka.
“Tinggal sekarang keseriusan Pemkot Bogor saja,” ungkap dia.
Pemkot, sambungnya, mesti membuat terobosan baru dalam hal pengentasan pengangguran lantaran dunia kerja telah berubah, sehingga kebutuhan tak selalu sama.
Apabila melihat APBD Kota Bogor yang mencapai Rp3 triliun, sambungnya, apabila setengahnya untuk gaji pegawai, setengahnya bagi pembangunan.
“Ya, paling tidak diangka Rp1 triliun ini untuk yang bisa dipaketkan, misalkan untuk pengentasan pengangguran. Yang pendidikannya rendah ke padat karya, pendidikan menengah berarti harus ditingkatkan lagi ilmunya maka bisa di program melalui BLK,” ucapnya
“Sedangkan pendidikan yang tinggi dicarikan referensinya, apakah itu dikerjasamakan dengan pihak luar Kota Bogor atau luar negeri,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kota Bogor, Elia Bintang mengatakan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan banyaknya pengangguran terbuka di Kota Bogor.
“Pertama karena covid, kemudian kualitas SDM lulusan SMK jeblok, lantas tingginya UMR. Kalau soal banyak pabrik hengkang sebenernya nggak masalah. Sekarang Disdik provinsi yang harus perbaiki kualitas SDM. Harusnya ada uji kompetensi, sebelum lulus,” imbuhnya.
Yang jadi pertanyaan saat ini, kata Elia, adalah apakah BPS apakah mensurvei juga pesatnya pertumbuhan UMKM. “Kami juga sudah melakukan pelatihan berbasis kompetensi dan wirausaha. Kita melakukan pembinaan ke sekolah vokasi agar melakukan uji kompetensi di sekolahnya. Kami pun melaksanakan pemagangan anak SMK ke perusahaan,” pungkasnya.
Pengangguran terbuka
- Penduduk yang tidak memiliki pekerjaan dan mencari pekerjaan.
- Penduduk yang tidak punya pekerjaan dan mempersiapkan usaha.
- Penduduk yang tidak memiliki usaha dan tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin memperoleh pekerjaan.
- Penduduk yang sudah memiliki pekerjaan tetapi belum mulai bekerja.
No comments:
Post a Comment