Showing posts with label Sosial Politik. Show all posts
Showing posts with label Sosial Politik. Show all posts

Sunday, 23 February 2014

Sosio-Historis Kunyuk, Kanal Barat Dan Timur

Sosio-Historis Kunyuk, Kanal Barat Dan Timur
ahmad.hanafiah33@gmail.comKunyuk kental dikenal sebagai kata umpatan di palataran komunitas tanah jawa. Sebagian besarnya cangkam dengan sebutan itu tapi tidak mengenalnya, hanya menjadi penyambung lidah dari sebelumnya yang ditularkan begitu saja dari hasil perjalanan interaksi sosial. Akibatnya histori kunyuk menjadi berkonotasi buruk. Pembawanya kebiasaan membawa kata pengganti yang kiasannya disandangkan kepada binatang.


Histori kunyuk tidaklah seperti yang dibayang dalam gambaran ungkapan bahasa sarcasme. Dalam histori ini mau menengok sosio kunyuk pada tahun 1905an seiring dengan gonjang ganjing diantara meneer tentang rencana dibangunnya kanal - kanal di batavia dan kalimantan.


Menyangkut kanal, dalam tulisan kanal ini masih bagian dari sambungan tulisan kanal sebelumnya. Master Plan For Drainage tahun 1973 menjadi acuan dibangunya kanal, yang itu buah gagasan meneer Belanda. Meneer ini bukan tuan tanah Belanda, meneer Van Breen ini yang sama membawa proposal bangunan kanal di Batavia dan Borneo di pertengahan tahun 1919. Meneer ini suruhan Ratu Belanda, jadi bukan pemilik gagasan, yang tersurat berangkat dari banjir besar di Batavia, itu yang meneer bawa. Padahal meneer ini tidak tahu alasan sebenarnya selain Ratu Belanda dan Komandan angkatan perang Belanda, karena si menneer hanya seorang professor, tenaga ahli Belanda.

Sepertihalnya kedatangan westerling, westerling ini budak suruhan perang., datang atas nama ratu Belanda yang itu beradu dengan karater dan maunya si westerling sendiri, kalau dibawa ke paradigma umum kalau prajurit itu lebih galak dari pada jenderal, ya seperti itu gambaran tentang westerling. Ia di Indonesia  jadi komandan di bawah GubJen Hindia Belanda yang ugal - ugalan bukan kepalang,ya begitulah yang namanya saja prajuri kalau mendadak menjadi komandan.

Mengungkap ini bukan mau menggali kisah masa lalu, juga tidak untuk mendeskridetkan Ratu Belanda. Tapi sebagai hadiah buat bangsa Indonesia, yang gampang terpukau, karena gampang terpukau suka gampang lupa diri. Bahwa kanal yang mau dibangun itu tidak ada hubungnnya dengan mengatasi banjir tanah Batavia. Kaitannya kanal dengan banjir, hanya pada kepentingan moda transportasi Belanda pada saat itu di Batavia.

Namun yang terjadi Soehoed atas rekomendasi koleganya di Belanda menerima gagasan itu yang dianggapnya yang masuk akal. Dan seperti kebiasaan bangsa yang mudah terpukau, Soehoed terpukau, ya otomatis lupa diri, ia jabarkan rencana itu seakan - akan murni hasil kajiannya. Terus bergulir seperti itu , di tenteng lagi oleh Ali Sadikin, kaya - kaya gagasanya, dan begitu hingga sekarang. Sikap - sikap premature ini erat kaitan dengan manusia pemalas tapi ingin terlihat menonjol diantara yang lainnya.

Dan tulisan ini tidak akan membuka apa yang menjadi alasan sebenarnya, karena ketika tahun lalu saya sampaikan tentang blue print dam Katulampa, lusanya, muncul opportunis - opportunis belanda bikin tulisan di media (detik.com), bahwa mereka tahu blue print itu.

Sekali lagi.. asik.. sekali lagi, bangsa Indonesia terpukau dengan tulisan itu. Ini semua terus berlangsung, hingga penggalan peristiwa itu dijadikan panduan sejarah yang tidak pernah sejarah itu dilihat rangkaian dari setiap kejadian yang berlangsung pada saat itu. Semua dibungkus mentah - mentah kemudian diberlakukan untuk dikonsumsi siswa dan mahasiswa.

Kembali ke sosio-histori kunyuk, kunyuk ini sebutan jenis monyet jawa yang lincah. Pada awal tahun 1919, dimulai datangnya gelombang dua arus besar membentuk pusaran di tanah Indonesia. kembalinya malaka ke Indonesia sebagai suruhan Kaisar China dan Meneer Van Beer suruhan Ratu Inggris. Yang satu mengumpulkan data seiring dengan perang Jepang - China, dan yang satu lagi membangun infrastruktur untuk lalulintas logistik armada perang Belanda pasca perang dunia I dalam hubungan kondisi di Eropa pada saat itu.

Pada saat terjadinya Perang Dunia II, pasukan German meluluh lantahkan rencana Belanda. Perang Dunia II, peristiwanya di luar dugaan meluas ke semua daratan eropa.

Walaupun pada masa transisi dari Perang Dunia I dengan perang Dunia II suasana di eropa masih tegang, namun mereka tidak pernah mengira kalau Hitler punya rencana segila itu dalam rencana genosida yahudi di pelataran eropa.

Sedangkan di Asia, dengan konflik yang berbeda latarbelakangnya, Jepang merayu bangsa asia untuk jadi tentaranya, karena ketakutanya pasca pengeboman pearl harbor.

Pada suasana saat itu, bangsa Indonesia menjadi kurcaci diantara yang berkuasa, sehingga kedua kunyuk berhasil membentuk karakter kuat bangsa saat ini, menjadi bangsa yang gampang terpukau, karena shock, jadi kagetan, was - was, berpadu satu, yang itu obatnya merunduk sambil menyembah nyembah kunyuk biar bisa hidup.

Adios

Saturday, 17 March 2012

Tingkat Kesadaran Masyarakat Sudah Matang

Tingkat Kesadaran Masyarakat Sudah Matang

My note at Facebook, March 18, 2012.at 02:44



Membaca tulisan lugas seorang calon dokter, terdorong untuk membaca sekilas dari sk permenkes. Keduanya sangat intelektual dalam uraiannya, apalagi yang satu uraian sebuah SK, tentu uraiannya lebih sistimatis, meski secara umum SK, isinya slalu begitu, tidak mudah untuk dipahami sekalipun oleh praktisi hukum apalagi orang awam, bahkan kebanyakan juga dipastikan si pembuatnya sendiri pun belum tentu clear benar mengerti isinya, ini bukan mau mengecilkan kemampuannya, namanya juga model SK peninggalan prasejarah.




SK semodel itu, biasanya si penanggung jawab SK akan ketahuan tidak tuntas memahami apa yang dibuatnya kalau SK itu, muncul masalah dalam pelaksanaannya, yaitu ada gugatan hukum yang menarik-narik untuk mengkaji uraian SK tersebut. Dan jika sudah begitu, dalam perdebatannya, untuk menguatkan argumentasi ilmiahnya dari si penanggungjawab pembuat SK, biasanya akan melebar kemana-mana. Dan biasanya lagi, yang bukan yang bertanggungjawab / wali penanggungjawab / advokat / penasehat hukum malah suka melebihi takarannya dalam berargumentasi. Maap sedikit melebar ke model SK.


Kembali ke tulisan menarik dari seorang calon dokter, dokter gigi, tentang ruang lingkup kerja dokter gigi dengan permasalahannya berhadapan dengan para tukang gigi yang dibatasi oleh SK pencabutan praktek tukang gigi, kurang lebih begitu.


Saudara-saudara, kata "tukang" sudah menjadi kesadaran bangsa Indonesia,mungkin sejak zaman firaun, ditujukan pada keahlian sebuah profesi. Sehingga secara harafiah kata Tukang itu, sebuah profesi. Kemudian dalam perjalanannya, sejalan dengan berkembangnya tingkat pendidikan, status sosial dan persentuhan sosial, mulai sedikit dibedakan maknanya dalam status sosial, antara tukang dengan profesi yang berstatus profesinya, profesional. Pembeda ini selain sebagai pamor gengsi juga menunjukkan pada strata-nya dengan label titelnya. Padahal kalau dilihat makna asalnya, keduanya adalah sama alias tidak beda. Tukang = ahli/pandai, Profesional = ahli/pandai.


Nah dengan begitu, dokter gigi juga bisa dikatakan tukang gigi.


Kemudian tukang gigi yang bukan dari dokter gigi, di SK disebut kata tukang gigi, ini bisa kena juga kepada dokter gigi. Sebaiknya jika yang dimaksud oleh SK tersebut adalah tukang gigi yang bukan dari lulusan dokter gigi, harusnya dicantumkan kata setelah tukang gigi, bahasa sederhananya "tidak bersertifikat dokter gigi" atau "bukan anggota IDI". Cuma karna perkataan tukang itu sudah dianggap mafhum oleh kalangan umum, mungkin menurut si pembuat SK, jadi dengan "Tukang" saja sudah bisa mengena pada sasarannya. Meski dari sudut hukum bisa menimbulkan lahan /celah, memancing gugatan balik kalau dikemudian hari muncul masalah secara massive.


Terakhir yang menarik ya tulisan dokter gigi itu. Menariknya karna sistimatik dalam mengurai masalah, harapan dan pemecahan solusinya.


Sebagai penutup sedikit tentang kenyataan Masyarakat Indonesia sekarang. Bahwa masyarakat Kita sekarang sudah cukup matang dalam menentukan pilihan hidupnya, juga dalam menentukan alternatif pengobatan kesehatannya. Kalaulah diantara mereka itu masih banyak yang lebih memilih tukang gigi yang bukan lulusan dari dokter gigi, ini jauh kaitannya dengan tingkat pendidikannya. Tapi lebih kepada kemampuan financialnya.




Bayangkan saja, ada juga seorang sarjana S2 pun banyak yang tidak ke dokter gigi karna belum bekerja, atau pun bekerja tapi masih pekerja lepas harian dalam arti belum menemukan pekerjaan yang menghargai S2nya.Jadi yang harus dibenahi, dimulai dari pembangunan Pendidikan yang beriringan dengan meningkatkan sumber2 Industri baru dengan terobosan baru dan berani, yang pemerintahnya bukan mendorong-dorong masyarakatnya untuk menciptakan lapangan kerja.


Penting diusulkan kepada pemerintah oleh dokter gigi, bukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk pergi ke dokter gigi. Tapi mendorong pemerintah melalui IDI untuk memperluas industri yang menyerap banyak SDM.. Sehingga memudahkan kerja untuk meningkatkan kesadaran masyarakat pentingnya menjaga kesehatan gigi.

Saturday, 7 January 2012

Awal Tahun 2012

Awal Tahun 2012
Permulaan awal tahun, diawali dengan cuaca yang sedikit tidak bersahabat. Cuma kalau dibeberapa lokasi di DKI dan sekitarnya akibat cuaca, pohon - pohon pada tumbang, papan reklame rubuh dan terjadi longsor di jalan tol, itu bukan peristiwa kejadian alam, tapi musibah akibat kesalahan manusia, lebih tepatnya bentuk ketololan dari, baik yang menanam dan membangunnya juga yang terlibat didalamnya, baik secara langsung maupun tidak. Jadi tidak menarik untuk didalami lebih jauh. Nah, yang paling menarik adalah diawal tahun ini terjadi bentrokan antar warga/kampoeng dibeberapa tempat di wilayah Republik Indonesia ini.

Republik Indonesia, masyarakatnya masyarakat pancasila, kehidupannya berpancasilais.Lihat saja lima butirnya didalamnya adalah menggambarkan kehidupan sosial budaya dari kekhasan setiap etnis dan bangsa - bangsa( bhineka ) dalam keutuhan bangsa sebangsa kedalam satu ikatan setanah air, Republik Indonesia. Lima dasar menjadi kata kunci sosial budaya, kata kunci yang ingin ditampilkan kepermukaan dari kenyataan bentuk tatanan hidup bangsa Indonesia sejak kakek-kakekku kakek-kakekmu bisa berdiri. Kemudian ini menjadi satu bentuk dogma, berlanjut hingga kini terus dibangkit-bangkitkan kembali sebagai bentuk penawaran dogma, hidup berPancasila.

Kehidupan masyarakat Pancasila digambarkan terlalu berlebihan. Sebagai harapan sih oke - oke saja, tapi kalau sudah menyentuh dogma ini menjadi timpang, sebab Pancasila itu sendiri merupakan gambaran khusus ( penonjolan sisi baiknya) dari kehidupan sosial budaya bangsa Indonesia. Hal yang dilupakan didalam jiwa pancasila adalah satu kenyataan yang terpendam dibalik lima butir sebagai kata kunci tadi, yaitu mudah diajak musyawarah mudah pula disulut masalah. Apalagi kalau dijejer setiap butirnya, dari ketuhanan..sampai keadilan, masing - masing butir, ada yang tersembunyi dari kenyataan negatif/buruk dari watak & kebiasaan-nya. Belum nanti ini digandeng dengan pengaruh pendidikan dan pergaulan dengan dunia luar. Apalagi kini, era sudah banyak berubah drastis, jaringan sosial dunia maya telah membuat dunia satu bangsa.

Kembali ke masyarakat Pancasila, bayangkan satu bentuk budaya asli bangsa pada sisi negatifnya yang ingin dinegatifkan dalam kenyataan sosial, dimana yang perlu disadari, bahwa, yang negatif itu takkan pernah hilang, sebab itu bersemayam didalam dada bangsa Indonesia. Kemudian masuklah dunia politik dalam arti, arti politiknya menurut pemahaman politik dari para politisi dan pengamata politisi. Maka, masyarakat ini akan mudah dijadikan objek dengan model pemicu macam2 dalam situasi & tujuan apa saja.

Hal yang paling fundamental untuk menghilangkan kebodohan adalah dengan pendidikan.Namun yang teramat sangat fundamental adalah Negara ini tidak pernah serius membangun pendidikan. sebuah Kontruksi Pendidikan Pembebas Kebodohan Masal.





Tuesday, 28 June 2011

DEMAM MENYEBUT NEGARA HUKUM JADI SUKANYA MAIN KAYU

DEMAM MENYEBUT NEGARA HUKUM JADI SUKANYA MAIN KAYU
Negara kita, NKRI sekarang, menganut sistem pemerintahan presidensial yang berlandaskan hukum pada UUD'45 yang sudah diamandemen. Namun bila melihat pada prosedure kerja saat pemilu kemaren dengan mekanisme kerja antara pemerintah dengan badan legislatif, apalagi jika melihat sepak terjang badan legislatifnya, juga bagaimana pemilihan kepala daerah dilakukan dan pengaturan anggaran negara kedaerah serta bagaimana teknis pengelolaan didalam otda, maka dapat digambarkan secara gamblang, bahwa sekarang ini sistem yang dianut adalah sistem kawin silang presidensial dengan parlementer dan sebaliknya. Namun mereka tetap bersepakat akan berpegang pada aturan atau tatanan hukum UUD'45 yang diamandemen.

Akhir - akhir ini kata - kata Negara hukum, sering sekali kita baca & dengar di media - media dari mulut - mulut mereka itu, mereka yang sudah merasa diri beken, ya maklumlah telah merasa menjadi bagian dari pengemban amanah negeri ini. Lalu, bila kita amanati secara seksama, sebetulnya apa sih hubungannya negara hukum dengan negara berdaulat??! Apa bukan yang mereka ungkap itu, tadinya mungkin ingin mengingatkan "hai, negara kita negara hukum lho!.. Namun karena seringnya dilontarkan sesering mereka gonta ganti celana dalam, jadi terkesan kalau tidak bodoh, ya sekedar menjadi tameng saja, yaitu ingin menunjukkan taringnya bahwa mereka ini pintar hukum yang padahal semakin nyata pintar bergaya bak penipu ulung dari kalangan bangsawan.

Okeh sekarang kita kerucutkan hubungan antara alinea satu dengan paragraf dua, dimana paragraf kedua sebagai hasil dari alinea pertama. Dalam alinea pertama disebutkan tentang sistem pemerintahannya, sistem perkawinan silang antara presidensial dengan parlementer. Nah, kalau disebut kawin silang masih mending, artinya ada kemungkinan hasil baiknya ada, sebab kemungkinannya 50% bibit unggul dan 50% bisa pedog. Lalu Bagaimana kalau hasilnya membuat susah keluar dilubang diantara selangkangan paha? Apa tidak membuat jalannya menjadi tidak normal lagi alias ngangkang? Apa enak tuh jalan ngangkang kemana2?.. Nah, jadi begitulah situasinya yang terjadi sekarang ini. Dan semakin seringnya kata negara dan hukum dilontarkan mereka, maka mereka itu bagaikan turunannya yang lagi tercekik dilubang diantara selangkangan paha itu. Kemudian seterusnya, efek lanjutannya, norma - norma hukum tidak lagi berjalan sebagaimana mestinya, dimana ruang pengadilan sebagai ruang bersaksi bagi terdakwa tidak lagi berfungsi utuh.

Nuansa kesaksian sudah berubah, selain akibat sistem, pada dasarnya adalah karena situasi manusianya.. dimana situasinya dihadapkan pada keadaan kebingungan, yaitu dimana manusianya/pelaku pengemban amanah negeri ini tidak tahu lagi hakikat dirinya dengan peralatannya dalam ikatan bangsa dengan tujuannya. Mimbar - mimbar pengadilan terbuka pun kian marak dengan bantuan alat media, seperti mimbar - mimbar pengadilan jalanan semakin sering terjadi, khususnya bila menyangkut masalah politisi, selebriti dan kurcaci, tidak bagi para maling ayam.. MEREKA SEKARANG SENANG MAIN KAYU DIATAS KEPALA MEREKA.

Friday, 23 July 2010

Sri Mulyani bukan Dewi Sri

Sri Mulyani bukan Dewi Sri

Sri Mulyani, nama yang indah, nama asli produk Indonesia, beliau adalah ratu sejagad di tahun - tahun masa pemerintahan Presiden SBY. Beliau bagai sebuah icon ekonomi nasional, telah menjadi primadona dalam roda perekonomian Indonesia dan kini beliau telah tiada, pergi dengan meninggalkan tugas kenegaraan, berhenti dengan hormat untuk memangku jabatan baru tempat yang lebih mulia menurut mereka, di bank dunia.




Sri Mulyani, seorang wanita jenius, tegas , feminim. Jenius, kemampuannya telah menempatkannya menjadi orang penting di negeri ini, mampu membendung badai krisis. Tegas, lihat saja bagaimana beliau bertutur disetiap kesempatan wawancara dan talk show di tipi-tipi. Feminim, ketegasannya tidak melunturkan kodratnya sebagai wanita, beliau juga bisa menjerit & menangis ketika badai centuri menghantamnya.


Sudah lama saya ingin menulis ini, tapi coba diendapkan dulu, sebab hal yang kurang pas menulis ketika suasana pada saat itu terbelah dua yang hebat, antara yang simpatik mengharu biru bangga diangkatnya beliau menjadi staf ahli di bank dunia dan yang antipatik atas sikapnya itu.


Buat saya, Sri Mulyani orang pintar tapi bukan Dewi Sri. Kapasitas otaknya yang tokcer, bisa di sejajarkan dengan Habibie, namun sangatlah sulit, untuk mensejajarkannya dengan semangat Kartini. Ada yang tersisa dari Sri Mulyani, beliau pergi dengan menggantungkan masalah nasional yang bukan saja hangat tapi menghebohkan, yaitu century gate.


Namun terlepas dengan masalah century gate, secara pribadi, saya menghormati privacy dan hak orang lain, juga untuk seorang Sri Mulyani, walaupun menurut penilaian saya, bahwa beliau ini, bukanlah orang yang pas untuk menjadi seorang dirigen didalam paduan pengelolaan lalulintas, pertumbuhan dan keamanan keuangan negara yang berpihak pada rakyat kecil, rakyat kecil disini bukan fisiknya, tapi kecil kemampuan daya belinya.


Sebab beliau ini, sepanjang yang pengamatan saya, sepertinya tidaklah memiliki rasa kerakyatan. Apalagi jiwa nasionalis, dari sikapnya itu tidaklah menggambarkan dirinya masuk kedalam kedalaman mitos dewi sri, yakni " semakin berisi semakin merunduk", tapi malah kesan yang dilihat kian mendongak saja, seakan beliau ingin menyampaikan:" akulah satu-satunya.."


Jadi yang lebih tepat buat beliau ini adalah seorang Profesional sejati, sejatinya wanita profesional. Sri Mulyani hanyalah seorang profesional. Bekerja menurut maunya pimpinannya tahu dong siapa pimpinannya?


Kepergian beliau seakan - akan, tidak ada sesuatu hal yang istimewa, kecuali sebuah prestasi tertinggi dan terhormat diminta untuk memangku jabatan di bank dunia, sebuah Prestise bagi Sri Mulyani dan para pejabat yang silau jabatan.. Jadi diminta, bukan nglamar loh., ingat itu ya!


Kepergian Beliau memangku jabatan baru ini, bisa saja ini adalah bisa - bisanya skenario dari Presiden, atas bisikan maut seorang pahlawan amerika, George Sorosh itu, dalam hal ini, bisa saja dalam rangka bagian dari strategi untuk meredam atau lebih tepatnya mengaburkan kembali kasus century gate, yang pada saat itu pembedahan kasusnya sudah mulai bisa memperlihatkan benang merahnya. Bisa saja kan begitu? Why not?.. Begitulah potret negeri ini, di negeri ini apa saja bisa terjadi, daun semangka pun bisa berdaun sirih.




Inilah kesalahan yang harus diakui dengan gentle oleh seluruh rakyat di negeri ini, sebagai satu kesalahan rakyat juga, memilih atas pertimbangan semodel dengan yang biasa kita saksikan di ajang - ajang kompetisi hiburan, di tipi-tipi, dimana yang masih bisa bertahan itu adalah mereka yang mendapat perolehan prosentasinya besar berdasarkan vote sms terbanyak. Rata-rata, yang bertahan itu, hasil pertimbangannya menurut baik, santun bertutur, rendah hati dan familiar. Sedangkan bakat bisa disimpan dinomor buncit.


Dan ternyata pertimbangan itu tidaklah mencukupi sebagai kelengkapan persyaratan penuh untuk menjadi apa pun, apalagi menjadi seorang kepala pemerintahan dan negara, dibutuhkan persyaratan tambahan, yaitu harus punya kemampuan bersikap tegas, tegas yang tegas tidak dibuat tegas, mampu menumbuhkan rasa hormat dan sungkan, dengan kata lain punya aura figure central didalam sikapnya.


Jika tidak begitu, lihat saja apa yang kau lihat. Dengar saja apa yang kau dengar, rasakan saja apa yang kau rasakan kemaren dan kini di negeri ini, Bagaimana???


Presiden telah menjadi bola, mainan dari dalam negeri sendiri dan mainan amrik yang terus dibanggakannya karna manut padanya.


Selamat menempuh hidup baru ibu Pertiwi, ibu yang telah mengandungkan dewi sri dan melahirkan kartini, Sartika, Cut Nya Dien yang memiliki ketangguhan hidup pancasona.


Sepertinya telah menjadi doa dari lagu "ibu pertiwi sedang bersusah hati.." yang terkabulkan.


The end.

Saturday, 19 June 2010

Lembaga KPK menjadi Lembaga Simbol Pemanis

Lembaga KPK menjadi Lembaga Simbol Pemanis
Berantas korupsi! Tidak ada tempat buat para koruptor! Dukung KPK!

Kenyataannya, Presiden pun tidak serius mendukungnya, tak semanis pidatonya di hadapan para munas PKS di hotel berbintang, yang konon katanya tempat untuk cabang perwakilannya cuma mampu buat sewa rumah.

Tifatul sendiri yang memulai melemahkan lembaga KPK, membuat aturan baru saat diangkat menjadi menkoinfo, dalam masalah penyadapan telepon. Barangkali sejak jadi pejabat publik, dia takut juga disadap.

Yang lucunya lagi, yang teriak-teriak bak pahlawan kebenaran, para pembela yang tidak jelas keberpihakannya, malah sampai ada juga yang membuat buku supaya lebih ilmiah, hebat dan dibaca semua orang, lebih dari itu supaya ada income tambahan yang masuk. Mereka itu yang menjadi lawan-lawannya KPK sejak kasus buaya cecak, antasari nasarudin, bibit candra,malah sekarang mereka itu di calonkan atau mendaftarkan diri jadi calon ketua KPK.

KPK sebagai sebuah lembaga, fungsinya membongkar korupsi di lembaga-lembaga negara dan pemerintah, bagai kacung dari slogan retorik pemberantasan tikus-tikus got. Bak tikus - tikus got yang merajai tiap jengkal tanah di perkampungan, kota dan desa, begitu dengan korupsi sudah melembaga, yang kelembagaan sudah menjadi lembaga bayangan disetiap lembaga, susah diberantas..

Mati satu tumbuh jarumnya makin tajam.

Thursday, 10 June 2010

KEBENARAN BUKAN KEBETULAN BUKAN PULA KEPASTIAN

KEBENARAN BUKAN KEBETULAN BUKAN PULA KEPASTIAN


Kebenaran merupakan bentuk kata benda abstrak, menunjuk pada sebuah nilai asal katanya benar. Kaidah bahasa umum dari kesadaran sekarang, kebenaran bisa bermakna hukum / aturan.




Nah kalau dalam pendekatan praktis bahasa komunikasi diambil dari serapan kultur dialeg gaulisme, maknanya bisa bermakna kebetulan.
contoh:


  • "kebenaran saja moodnya lagi bagus.."


  • "Harus di uji kebenarannya.."
    Berarti kebenarannya belum teruji. dst.


Pengujian kebenaran harus dibutuhkan alat uji/perangkat uji, bisa teori sintesa, bisa juga dibutuhkan alat tambahan yang terdiri dari bermacam alat aksi uji / pereaksi menurut standard aturan berdasarkan satu kesepakatan bersama yang berlaku. Problemnya kebenaran itu sendiri makna abstrak, berbeda dengan asal katanya, benar.


Kembali kepersoalan pengujian. Hasil uji, biasanya tidaklah 100% akurat, maka dibuat standard toleransi kurang lebih plus minus 5%. Bila telah memenuhi angka 5% plus minus, bisa dikatakan layak pakai, kebenarannya sudah teruji berdasarkan stempel ini itu, boleh dalam lingkup berskala Nasional dan atau skala Internasional. Dan yang jadi masalahnya apa bahan standarnya jika yang dijadikan nilai standarnya bernilai abstrak?


Kembali kepersoalan pengujian. Dalam pengujian pada hasil ujinya harus akurat berdasarkan standard yang sudah ditetapkan sebelumnya. Tapi ini l karena tentang nilai kebenaran yang dibikin standard yang mana nilainya sendiri bernilai abstrak. Katakanlah pada sebuah sample uji tentang kebenaran, maka hasil boleh tidak persis akurat dari standard dan ini ada aturannya.


Keakurasian hasil uji ditetapkan nilai toleransi, setiap hasil uji kebenaran itu nilai akurasinya bisa 5% plus minus, ditambah proses uji berdasarkan SOP menurut ini dan itu yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan yang berlaku saat itu, artinya SOP bisa berubah / berkembang / dikembangkan sesuai perkembangan issue, dinamika, kemajuan masyarakat nasional dan atau internasional pada masa itu, termasuk perubahan situasi kondisi alam dan peradaban.


Jadi tidaklah haram bila dikatakan kebenaran itu bukan kepastian absolute. Banyak yang bisa dijadikan contoh pada beberapa bentuk percakapan yang menyisipkan kata kebenaran untuk mempertajam kata kebenaran itu sendiri, sekalipun demikian bukan dalam rangka mau mempertegaskannya.


Namun kurang tepat juga bila kebenaran itu sama dengan kebetulan, meski layak mirip dengan bahasa dialeg gaulisme bila dilihat contoh diatas, juga hampir , malahan bisa dikatakan sama maknanya pada bentuk akar katanya, antara kebenaran dan kebetulan, betul = benar.


Lalu kebenaran yang manakah yang pasti benarnya, betul-betul benarnya, sulit dirujuk salahnya menurut teori sintesa dan atau akal sehat




Terus kenapa mereka ukur benar dan salah norma hidup beradab itu disandarkan pada kebenaran, sedangkan kebenaran itu nilainya abstrak?


Apa tidak ini akan membikin abu - abu?


Membikin hasil setiap bahan yang diuji diukur oleh nilai kira - kira ?


Bandingkan ini dalam membuat bangunan bertingkat, bagaimana jika dibangun berdasarkan rumusan kira - kira, akan jadi, kokoh berdiri atau sebaliknya pagi dibangun sore ambruk?


Berdasarkan rumusan robert mac icer, bahwa pada setiap aturan dalam satu masa, berdasar apa pun adalah penyempurnaan dari teori & aturan kebenaran sebelumnya, dalam arti peraturan dibuat mengikuti perubahan zaman. Bahkan iver menyimpulkan kehidupan yang stabil dari sebuah lingkungan dari masyarakat relative.


Dari sanalah muncul hukum relativitas pada teori fisika, kemudian dalam kaitan norma mac iver menggambarkan status sosial dalam satu kemasyarakatan yang disebutnya web piramidal.


Itulah aturan yang berlaku di dunia sekarang meski berbeda bunyi konstitusinya, berbeda sistimnya. Semua sama landasan berpikirnya. Berdasarkan teori kebenaran, teori relative. Teori yang tidak masalah jika kurang akurat.


Bandingkan dengan nilai kepastian, kalau 1 + 1 = 2, maka sampai 100 abad kedepan pun akan tetap 2, tidak akan berubah. Sedangkan Kebenaran mengikuti rasa dan logika yang berkembang pada saat itu.


Dalam uraian ini memang tidak jelas gamblang kearah mana yang dijadikan sasaran pokok pembahasan dan penjabarannya. Karena memang dibuat begini, sebagai orientasi terhadap apa yang menjadi alam pikir umat sekarang yang membentuk pola pikirnya. Jadi menjawab terhadap tantangan yang ada itu bukan tujuan utama dari uraian ini.


Ini hanyalah  konstatering atas apa yang menjadi alam pikiran sekarang yang dipuja oleh umat manusia di funia tentang kebenaran.




Ini adalah satu kepastian kenyataan hidup yang sudah, lagi, akan terjadi, bahwa kebenaran itu akan selalu jadi pedoman umat manusia. Meski kebenaran itu bukan kepastian, yang didalam nilai kebenaran nilainya benar- benar pasti, yaitu sebuah kebenaran tentang sesuatu yang bisa dikatagorikan pasti antara nilai benar dan salahnya menurut apapun aturannya, tapi belum bisa di stempel sebagai satu kepastian benar dan salah.


Oleh sebab itu, tidak salahlah bila setiap teori kebenaran yang berjalan gampang untuk dibantah, dikoreksi, diperdebatkan dan dipersungutkan dengan berapi-api diatas polesan jas with make up be a more young and happy or be a excellent performance from pujangga - pujangga politiktus layar kaca. Bahkan ketika dijalankan tidak jarang terjadi benturan atau ada yang tidak ter-cover dalam aturan. Kemudian mereka lakukan perubahan. Mengacu pada teori mav iver, demikianlah nilai


Kebenaran yang tidak diragukan lagi nilai benar dan salahnya, pasti benar kalau tidak salah, pasti salah kalau tidak benar adalah hanya dua barangkali;


  • 1. rasa alam, contoh gula itu manis, kopi itu hitam kecoklatan pahit, disatukan dilarutkan menjadi manis kepahit-pahitan. Yang lainnya

  • 2. Teori dariNYA.
    Kepastian kebenaranNYA, tidak diragukan (albaqarah ayat 1, 2), namun banyak ragu tapi slalu mengagung-agungkan. Tidak sedikit pula yang yakin betul, mengagung-agungkan tapi salah kapruk, salah kaprah.


Ini kebenaran saja, lagi pengen nulis, kebetulan juga belum ada kepastian jadi makan nasgor suhah apa tidak..


Dari pada menghitung kancing, lebih baik memastikan pilihan saja, aku pilih menulis sambil makan nasgor suhah.


Jadi kalau melihat situasinya kekejaman di tanah palestina, jadi teringat pada satu makna:
"Segudang kasih sayang tidak ada artinya bila tidak di kembalikan kebenaran pada khitah teori kepastian dari sang Pencipta..QS"


Kalau begitu, kebenaran bukanlah kebetulan, juga bukan pula kepastian.





on my Facebook:
http://www.facebook.com/ahmad.hanafiah/notes.

Tuesday, 1 December 2009

Haruskah Rakyat menjadi Tumbal Menuju Masyarakat Madani?

Haruskah Rakyat menjadi Tumbal Menuju Masyarakat Madani?

Tidak hanya pembagian BLT, pembagian ZAKAT, SEMBAKO MURAH, DUIT RECEH buat lebaran sampai ke DAGING QURBAN, bagaikan pesta para penjajah dalam kesenggangannya yang menyaksikan tontonan menarik anak jajahan / inlander. Sepertihalnya lomba panjat pinang, tarik tambang dsb adalah muara oleh - oleh dari hiburan kaum penjajah. seolah - olah diantara kedua kaum beda kasta sama - sama senang.. sama - sama suka cita.

Keadaan ini terjadi terutama melanda kota - kota besar di Indonesia. khususnya pulau JAWA. Dan pemandangan seperti itu tidak akan kita temukan di perkampungan atau pedesaan [kecuali para penghasut datang ketempat itu..]. Berbeda sekali dengan mereka yang tinggal dipinggiran kota Hilangnya harga diri menjadi bermuka tebal dari para mustahik. sementara para pencari pahala sibuk menyiarkan prestasinya, seolah kedua tangannya harus tahu harus tranfaran. biar semua orang tahu bahwa aku ini orang baik dan berbudi luhur... bagai pesta di atas bara api, yang bahan bakarnya rakyat yang lapar.

Menjadi nadir. Pemandangan yang menyakitkan mata menusuk hati. Moral bangsa hampir hilang, JENDRAL!!! siapa yang ber TANGGUNG JAWAB???

Kita semua sepakat dan berharap agar negara ini jaya, maju bermartabat, yang disegani di mata dunia, yakni menjadi masyarakat yang oleh para pakar ketatanegaraan menyebutnya MASYARAKAT MADANI. Namun tidak adakah jalan lain selain menjadikan rakyat sebagi tumbal untuk menggapai itu semua??

Seandainya ini benar, tentu rakyat sangat ikhlas dan siap menumpahkan segenap darahnya untuk kejayaan negeri ini hatta harus menjilat nasi di jalanan..

Sebaliknya, kalaulah ini akibat satu proses sistemik [ punten, sori, maap pinjem istilahnya bu Sri Mulyani ] dari pengisapan darah secara besar - besara sepertihalnya masa yang sudah - sudah.. tunggulah kehancurannya.

Semoga Niatan kita semua baik untuk negeriku satu. NEGARA REPUBLIK INDONESIA JAYA.