IPerusahaan membutuhkan pegawai yang mampu mengharumkan nama perusahaan dalam event olahraga resmi. Efek lanjutannya di setiap kampung mulai giat berolahraga memanfaatkan betul lapangan yang ada. Ini selain bagus buat kesehatan mereka juga sangat baik bagi mereka, memberi jalan mereka untuk mendapakan pekerjaan. Sekarang yang seperti ini sudah tidak ada lagi, lapangan sudah identik dengan tidak ada makan siang yang gratis. Semua tempat hampir dipastikan berbayar.
Sunday, 5 August 2012
Tidak Ada Makan Siang Yang Gratis Itu Sampai Juga ke Lapangan
IPerusahaan membutuhkan pegawai yang mampu mengharumkan nama perusahaan dalam event olahraga resmi. Efek lanjutannya di setiap kampung mulai giat berolahraga memanfaatkan betul lapangan yang ada. Ini selain bagus buat kesehatan mereka juga sangat baik bagi mereka, memberi jalan mereka untuk mendapakan pekerjaan. Sekarang yang seperti ini sudah tidak ada lagi, lapangan sudah identik dengan tidak ada makan siang yang gratis. Semua tempat hampir dipastikan berbayar.
Friday, 3 August 2012
Krisis Keteladanan Kepemimpinan
Terakhir menyaksikan ganda campuran Lilyana Natsir dan Tantowi Ahmad disisa – sisa harapan menepis prasangka dan mungkin boleh dibilang sebagai bentuk kesetiaan dari penonton pada merah putih disisa kemungkinan meraih medali emas.
Ketika tumbang genaplah sudah sebagai bentuk kegagalan dari tidak punya arah yang jelas dari kepemimpinan SBY mengalir ke KONI dan Menpora hinggap di PBSI. Dicederai lagi oleh didiskualifikasi ganda putrinya. Hanya atlit angkat besi yang pulang dengan kepala tegap buah dari pusat pelatihan ditengah kampung, bukan hasil tempaan pelatda apalagi pelatnas. Namun diawal pembuka tulisan ini secara pribadi mengucapkan “selamat pada semua atlit yang berjuang di Olimpiade”.
Dan yang menarik adalah nanti pada saat pulang, mendengarkan bagaimana para pengurus nanti memberikan pernyataan – pernyataannya. Yang bakal menarik itu isi pernyataannya. Karena tidak akan jauh, isinya seperti nyanyian sentimental yang terinfluenze gaya seperti orang no.1 di Indonesia.
Kemudian dalam gayanya itu ditamengi pencarian kambing hitam, bakal menyalahkan factor ini dan itu. Tinggal dikasih nada saja setiap pernyataannya, maka isinya seperti sebuah lagu ratapan ngilu yang menyayat qalbu, yang pantasnya didengarkan oleh telinga sendiri bukan oleh telinga orang lain. Seperti kemaren ketika keputusan dikualifikasi muncul, malah sampai menyalahkan panitianya yang katanya begini dan begitu. Hak panitia meletakkan aturan itu mutlak, ketika menyalahkan panitia ini kan kebiasaan anak kecil membela diri sekenanya sambil tengok sana tengok sini cari dukungan kesalahan.
Lihat bagaimana sikap federasi China, mereka justru sebaliknya, menghujat dan akan melakukan pengusutan terhadap pengurus dan atlit yang melakukan fair play. Sangat kontras dengan pengurus di Indonesia, apalagi pemimpinnya, membela yang salah menonjolkan sikap pandirnya. Dalam kalimat pembukanya tidak pernah terlontar kalimat permohonan maaf bermakna gagal.
Beginilah kalau negara ini di asuh oleh kumpulan tupai dan tikus.
Terakhir, kegagalan kontingan Indonesia mempersembahkan medali emas di Olimpiade London 2012, murni bukan masalah sistim, tapi masalah Krisis Keteladanan Kepemimpinan, bukan krisis Keteladan Pemimpin. Karena kepimpinan ini sifatnya menular, ia adalah teori yang sudah menyatu kedalam sikap. Sedangkan pemimpin adalah orang. Kita tahu, bahwa Pemimpin itu banyak, namun tidak mudah menemukan pemimpin yang berkepemimpinan.
Wednesday, 1 August 2012
UU Partai Politik Menempatkan Parpol Semodel Badan Usaha
Tidak salah kalau yang disebut politikus bisa seperti kutu loncat. Itu karena UU Parpolnya pun sudah jauh panggang dari api. Uraian disana secara tidak langsung telah mendefinisikan dengan sengaja partai politik tak ubahnya badan usaha.
Disini tidak ingin membeberkan isi UU-nya, pasal demi ayat berikut dengan UU perubahannya. Kalau diurai satu persatu selain bikin pegel tangan juga bukan tempatnya. Sebab tempat untuk menguji kan di kantor MK. Lagian saya bukan bung Yusril, yang menangguk diair keruh.
Kenapa?
Karena masalah hukum dan ketatanegaraan di negeri ini bukan hanya satu dua masalah UU. Dan masalah UU Parpol adalah salah satu masalah dari ribuan masalah UU yang masih sudah saling tumpang tindih tak karuan. Ini yang harus ditertibkan.
Dimana dari semua masalah itu permasalahan besarnya bermuara pada UUD-nya. Karena itu UUD-nya harus ditinjau ulang dan direvisi. Apa sudah ada berlaku, telah membuat cita - cita bangsa yang tertuang didalam "Pembukaan UUD'45" tidak pernah sampai - sampai.
Mungkin ini ada korelasinya, waktu UUD itu susun dan disahkannya, dikerjakan dengan tempo yang sesingkat - singkatnya, tidak dilakukan pengkajian dengan seksama. Hal ini juga barangkali sekedar memenuhi persyaratan berdirinya satu negara, salah satunya harus punya konstitusi.
Kemudian pada perjalanan apa yang dibuat itu (konstitusi) seperti dikeramatkan untuk dirubah. Hingga kini diikuti kesininya mewariskan secara estapet, setiap membuat UU atau peraturan dilakukan dengan tempo yang sesingkat - singkatnya. Ini seperti ujud dari doa dari proklamasi.
Lihat saja meski baru tahun 1999 dilakukan revisi, melahirkan UUD45 yang diamandemen, isi dari bab penjelasan, bukan makin membumi malah dari sudut uraian semakin tidak menggunakan bahasa hukum. Membuat apa dibaca dari UUD45 yang diamandemen bisa mencerminkan latar belakang pendidikan dari para pembuat revisinya. Padahal ketika itu sudah banyak pakar hukum senior, apa tidak dilibatkan atau memang tidak sempat dilibatkan karena dikejar kebelet pipis?
Ujungnya membuat yakin ini adalah ujud dari doa proklamasi 1945. Namun jika sekalipun ini ada pengaruh dari doa proklamasi, setidak - tidaknya tidak kesusu, tergopoh - gopoh menyelesaikannya. Untuk membuat perubahan sebuah konstitusi dan sistim yang sudah jadi dibutuhkan interval waktu tidak sedikit, kurang lebih 10 tahun.
Sekalipun begitu harus segera melakukan dimulai tahapan pengerjaannya. Tidak seperti kemaren dirubah sekenanya langsung disahkan.
Proses pengkajian dalam cara pandang yang sama sekalipun pandangan berbeda dan proses kerjanya berangkanya pada satu titik pijak tantangan dan jawaban dari segala aspek hidup dan kehidupan bernegara berdasarkan visi, misi, arah dan tujuan dalam setiap menyusun satu UU, apalagi yang dibukukan sebagai kitab, sebelum membuat dan atau merubah. Jika itupun masih punya sekelumit itikad kesungguhan demi bangsa dan seluruh tumpah tanah air.
Dan dari hasil yang dibuat, disahkan yang sekarang berlaku, dapat disimpulkan, bahwa sekalipun dilakukan perubahan pada UUD-nya, itu tidak akan ketemu perbaikan yang benar - benar jitu menjawab persoalan bangsa ini, kalau tidak dilandaskan hati - hati yang memiliki rasa cinta kepada tanah air begitu besar.
Jadi tidaklah salah kalau banyak yang antipati terhadap anggota dewan atau para penyelenggara negara. Itu UU-nya melegalisir maunya nafsu setiap manusia, bukan membatasi dan atau menempatkan fungsi yang benar - benar proporsional berdasarkan rujukan rumusan yang sebenarnya. Ujungnya negara ini tidak akan mampu memerangi KKN siapa pun yang akan duduk menjadi orang no. 1.
Orang - orang juga karena tumpang tindihnya UU, kebanyakan mereka pesimis terhadap siapapun yang akan duduk di dpr dan di pemerintahan, bakal menjawab hidup mereka yang bertebaran hidup di setiap jengkal wilayah NKRI. Oleh karena UUD-nya tadi.
Inilah kenyataan yang kita hadapi, terus dibikin bising oleh bermacam - macam kejadian yang kontraproduktif ditambah tak ada hasil apa - apa kalau tidak dibilang stag dari kinerja orang - orang di senayan dan di istana. Matanya seperti diberi sepasang penutup kaya penutup mata kuda, yang dilihatnya cuma satu meributkan apbn. Apa saja muncul masalah, kemudian diapungkan bermacam solusi ujung - ujungnya minta anggaran atau minta nambah anggaran.
Dan situasi Indonesia kini ceritanya akan terus berlanjut mencapai titik nadir, kebuntuan.
Selamat bersantap sahur!
Adios.
Tuesday, 31 July 2012
Petani Indonesia Museum Nasional
Nasib petani Indonesia dari masa ke masa tetap sama, tak pernah ada peningkatan significant pendapatannya bagi perbaikan kesejahteraan hidupnya. Kalaupun ada, paling cuma 1 % dari total petani di Indonesia, baik sebagai pemilik lahan, pemilik dan penggarap lahan, penggarap atau buruh tani.
Padahal tidak sedikit yang mengepung mereka dengan judul "memberikan bantuan dan pembinaan", dari kementan, kemenkertran, kemen - kemen yang lainnya, balai - balai riset, ditambah lagi fakultas di hampir perguruan tinggi negeri dan swasta ada jurusan itu, digenapi oleh program csr.
Bayangkan saja, jika melihat itu, betapa hebatnya jaringan yang ada yang berusaha menjalankan program - program pengembangan pertanian. Namun kenyataannya, petani ya sebegitu - gitu saja. Kalau ada kesalahan disana, bisa dikatakan kesalahannya bukan pada petaninya, mengingat unsur - unsur didalam tiap lembaga - lembaga itu punya background pendidikan tinggi, rata - rata mereka lulusan S3.
Kenyataan demikian, bisa dikatakan pula berbagai media yang mengepung petani "bukan dalam rangka meningkatkan perekonimian dari hasil pertanian, baik industrinya maupun taraf hidupnya". Lebih tepat dikatakan petani menjadi objek bulan - bulanan mereka.
Itulah petani yang tidak jelas kedudukan golongan produktivitasnya, jadi sebetulnya petani itu termasuk kedalam golongan sumber pendapatan yang mana?
Masih mending buruh punya gaji walau cuma cukup untuk hidup 1/2 bulan, sisanya bikin catatan bon. Disebut pengusaha juga bukan.
Tulisan ini sekedar mau melihat kedudukan petani dan pertaniannya dalam program pembangunan. Di era Orba, memang terasa keberpihakan pemerintahnya, namun tetap saja itu tidak membuat mereka menjadi lebih sejahtera dibanding setingkat gol c pns.
Pada saat itu pun mereka masih dianggap golongan manusia tak tangguh yang bisa hidup dengan makan apa saja dari areal pertaniannya, seperti pada pemberian lahan dalam program transmigrasi. Di lokasi mereka serta merta langsung bisa menggarap lahan, tapi mereka harus membuka/membongkar lahan dulu sebelum lahan bisa digarap.
Lahan yang mereka terima itu masih berupa hutan belantara. Setelah dibuka hutan menjadi lahan bertani oleh para transmigran, barulah dibuatkan infrastruktur diareal lahan tersebut oleh pemerintahnya ( bukan pada pemukimannya, sebab kalau yang ini sudah disediakan meski setengah jadi).
Lalu seperti didalamnya ada azas manfaat tenaga murah oleh pemerintah untuk membongkar lahan guna kepentingan lain yang tidak ada hubungannya dengan nasib petani. Karena kenyataannya, lahan - lahan yang sudah dibongkar itu kemudian sebagian besarnya digarap oleh perkebunan kelapa sawit yang terus menggila semenjak kejatuhan rezim orba.
Seringkali dalam rangka memancing minat orang jawa bertransmigrasi. rezim Orba memblow up para petani sukses bertransmigrasi. Sukses setelah membakar kalori membabat kayu yang kayunya dibawa ke jakarta oleh orang - orang dilingkaran rezim orba. Ini hampir mirip punya kesamaan dalam pendekatannya adalah model militer perang dalam memanfaatkan tawanan perang.
Satu segi memang dengan model seperti itu terbilang sukses tercapai swasembada pangan. Namun disegi yang lain nasib petani trans yang kalau diukur pengorbanannya bagi penguasa saat itu ( tidak bagi nusa dan bangsa), tidak punya kepastian masa depannya, begitu juga dengan pertaniannya yang dalam banyak unsur terlibat mengembangkannya.
Maka setelah tumbang rezim Orba, terjadilah kondisi yang kian tiada jelas arah dalam konsep bertani dan pertanian. Kemudian jadilah dosen - dosen pertanian dan peneliti lebih gandrung bikin buku dibanding mengembangkan ilmunya. Dan lihatlah hasilnya malaysia sebagai muridnya dulu, kini lebih maju mengembangkannya.
Sekarang yang dihadapi, ketika setiap muncul masalah kepermukaan kelangkaan komoditas pertanian termasuk kedelai yang lagi hangat - hangatnya, pemerintahnya dibuat terkaget - kaget. Lalu solusinya cenderung keputusan - keputusan yang sifatnya situasional.
Lebih lucu lagi ketika Esbeye kelihatan baru engeuhnya, meminta bumn menanam kedelai. Tapi itu seperti pernyataan situasional juga, masih dalam koridor himbauan permintaan. Kesemua ini makin mempertegas tidak adanya konsep jelas dalam pembangunan. Dan itu menambah keyakinan kalau petani itu sudah seperti museum nasional. Sekedar ada, mengingat latarbelakang budaya jauh diabad - abad yang lampau.
Sunday, 1 July 2012
Euro Cup 2012 Itu Green Talk
Penyegaran terhadap lahan rusak, air sungai terkontaminasi limbah oleh kerja pemanfaatan dan pembuangan dalam industri, dimana itu kemudian disehatkan lagi dengan macam - macam model perlakuannya, seperti 4R, sebagai langkah kearah penghijauan kembali. Jadi Green talk disana tentang penghijauan, penghijauan dalam rangka supaya dapat sehat dan menyegarkan. Cuma, hati - hati, tidak semua yang disebut hijau itu sehat, kaya yang ada dilubang hidung.
Itu tidak masalah, yang penting mari go green, green talk..sampai peluit pertama dibunyikan.
Go..go..go..green.. go Italia.!
Go green for healthy..
Friday, 29 June 2012
Eurocup 2012: 2 Gol Membenamkan German Sejak Babak Pertama
Pertandingan klasik sedini tadi, tentunya selalu menarik jika 10 tahun kedepan diurai lagi dengan cerita - cerita yang mendramatisir kejadian moment permoment dilaga itu. Dimana itu bisa mengundang luapan emosi, antusias dan kekaguman.
Namun pertandingan klasik itu pada ujungnya harus dihadapkan pada hasil akhir, ada yang menang dan yang kalah. German harus tersingkir, meski semangat diesel tim panzer telah berhasil mengurung Italia di area finalti, hingga di detik - detik terakhir peluit panjang ditiupkan.
German yang selalu tampil impresive, harus kandas ditangan Italia. Dan inipun sama, seperti sudah diduga sebelumnya. Kekhawatiran akan ada pengaruh besar, beban cerita susahnya mengalahkan Italia dikepala pemain - pemain German, dimana itu nantinya akan banyak mempengaruhi permainan mereka jadi tidak setenang dan se-impresive seperti dilaga - laga sebelumnya, terjadi.
Dan akhirnya kekhawatiran itu pun terjadi. Ini mirip kaya Indonesia mau menghadapi Thailand, seperti dibutuh ekstra konsentrasi dan ketenangan dibanding dengan lawan - lawannya yang lain. Dan buat German dua gol itu seperti buah imbalan atas beban mentalnya itu.
Berbeda dengan Italia, bermain lebih lepas. Perbedaan ini pun sepertinya dipengaruhi juga oleh beban cerita mudahnya mengatasi German. Lebih pasnya diuntungkan oleh sejarah. Baloteli ternyata bukan bolabekel atau pun bola plastik. Layaknya yang suka melekat di pemain - pemain yang punya kelebihan bakat, suka ada saja yang bikin aneh - aneh, itupun melekat pada baloteli. Dini hari tadi menjadi arena pengukuhan kembali namanya sebagai bintang sepakbola dan bintang bagi Italia.
Final nanti, lawan Spanyol. Ini pertandingan yang tidak akan mudah buat Italia, mengingat ada cacat Italia saat melawan Inggris. Seperti Inggris kalah tragis oleh Italia dimana sebelumnya ada cacat saat melawan ukrania.
Seperti German kalah di putaran piala Dunia 2010, yang sebelumnya ada cacat saat laga melawan Inggris kala itu. Meski cacat itu adalah keputusan wasit.. Ini seperti menjadi sebuah karma dalam sepakbola.
Adios
Eurocup2012: 2 Bintang 2 Tahun Lagi
Nama - nama besar pesebakbola dunia, nama mereka tetap besar hingga kakek - kakek setelah sukses mempersembahkan gelar juara. Sedang mereka yang hits dimasanya, hilang ditelan bumi. Mungkin hanya kalangan tertentu saja yang masih bisa mengingat, ya siapa lagi kalau bukan penggila bola dan media - media. Berbeda dengan pemain top yang mempersembahkan juara, mereka akan diingat oleh semua kalangan.
Tentu hal ini akan menjadi tantangan tersendiri bagi mereka berdua dan bukan tidak mungkin, kalau keduanya juga masih menyimpan obsesi itu, kalau tidak percaya, silahkan sms saja langsung sama mereka berdua. Dan khusus bagi CR7, dini hari tadi, Fabrecas telah meluluhlantahkan impiannya. 5 tahun berjuang, 3 kali melaju kebabak elit, harus tumbang lagi dan lagi. Bagi Portugal, hasil laga semifinal kemaren itu tidaklah lebih menyakitkan dibanding hasil torehan di laga final lawan Yunani, EuroCup 2006. Tapi lain bagi CR7, semifinal itu, mungkin lebih menyakitkannya. Mengingat sebelumnya selalu gagal membawa klubnya di Liga Champion. Melihat usianya yang kian bertambah, sepertinya harapan itu sudah pupus, seiring dengan kecepatan dan sentuhannya kian menurun. Tapi di dunia ini tidak ada yang tidak mungkin sepertihalnya tidak ada yang mungkin jika tidak mungkin. Dua tahun ke depan ada laga lagi sebagai ajang pembuktiannya, final PD. Meski rata - rata diusia 20-25 tahun top peak penampilan bagi seorang pemain, usia yang masih gesit, lincah dan lagi mengkel- mengkelnya.
Akan tetapi tetap masih ada asa bagi L.Mesi dan Ronaldo. Final Piala Dunia 2014 adalah arenanya, 2 tahun lagi, artinya 2 Bintang itu masih punya asa paling tidak 2 tahun lagi. Mungkin saja itu menjadi batas dari batasan asa mereka berdua. Jika ternyata nanti gagal lagi, setidak - tidaknya keduanya telah menyumbangkan daya tarik yang luar biasa diajang sepakbola, selama satu dasawarsa di jagad sepakbola dunia.
Bravo buat keduanya dan pecinta pro - kontra keduanya.
Sunday, 24 June 2012
Lomba Nyanyi Calon Penyanyi
Dan yang terpenting buat calon - calon pesertanya, memberi harapan terwujudnya impian mereka. Namun, event festival yang marathon, sangat tidak menguntungkan buat pesertanya. Mereka dituntut untuk bisa membawakan lagu - lagu dengan berbagai genre.
Satu segi bagus sebagai tantangan, di sisi lain, ini tentunya menurunkan kemampuan menyanyi penyanyi, yaitu kekhasannya, dimana itu sebetulnya nilai jualnya.
Nilai jual penyanyi dalam festival, memang dibutuhankan suara diatas rata - rata yang sanggup menimbangi suara musik orkestra. Nah, kebanyakan dari penyanyi suka memaksakan diri mengeluarkan nada tinggi dengan sekeras - keras bahkan suka memaksakan diakhir nada dipanjangkan seolah - olah punya napas panjang.
Ujungnya membuat nyanyian tidak mampu menyentuh nada nadi disetiap pendengar. Karena nada nadi pendengar itu bisa bergetar dan hanyut oleh nada suara penyanyi yang padu dengan musiknya.
Saya sebagai pencinta musik dangdut sejati, memandang festival semacam itu berat buat bagi penyanyi yang punya suara dan karakter musik khas. Kalau diambil sample, Chrisye, suaranya mantap dijalurnya. Broery Marantika/Pesolima, suaranya jagonya dilagu-lagu pop dan festival. Vina Panduwinta, punya suara khas. Mereka ini jawaranya dijalur Pop.
Saya sebagai pencinta musik dangdut sejati, pernah melihat dan mendengar bagaimana George Michael mantap membawakan too love somebody-nya Queen. Tapi tetap saja ada yang tidak pas kalau bukan Freddie Mercury. Saya sebagai pecinta musik dangdut sejati, tidak pernah mendengarkan yang meniru the Beattles bisa menyamai the Beattles, baik dari suara maupun musik sekalipun sudah mati - matian berusaha dimirip - miripin.
Jadi uraian ini hanya sekedar sharing saja, bahwa event festival itu harus diambil oleh mereka yang punya impian menjadi penyanyi namun jangan dijadikan target juara. Jadikan sebagai parameter kemampuan menyanyi sebagai penyanyi dijalur apa.. Yang ngpress suaranya juga nekad berani, jadi kenapa takut.
Ayo kita ramaikan boyfriends and girlfriends dangdut sejati.
Friday, 15 June 2012
Sekelumit EuroCup2012 Pola Aneh Catenaccio
Karena gaya permainan seperti itu, itulah yang membuat pola ini tidak disukai pecinta bola dan dibenci pemain lawannya. Oleh karena penilaian itu, di Euro Cup 2012, Italia dinilai oleh pengamat bola, tidak lagi menerapkan pola itu, karena mereka bermain lebih terbuka. Tapi menurut pengamatan penulis, Italia masih mempertahankan gaya catenaccio-nya.
Catenaccio di EuroCup 2012, memang agak sedikit berbeda, terutama pada pola serangnya. Namun tetap sama pada gaya bertahan dan karakter pemain catenaccio. Pemain bertahan solid dalam menjaga daerahnya, dibantu oleh pemain libero dan pemain tengah sebagai pengganggu penyerang lawan.
Ketika menyerang, mirip dengan pola lama juga, mereka tidak mengandalkan penyerangnya, tapi kemampuan pemain tengah dalam mengirim bola dan menendang jarak jauh ke gawang lawan. Bedanya, pemain belakang kiri dan tidak selalu ikut dalam menyerang.
Dan yang terpenting dalam Catenaccio adalah karakter petarung pemainnya. Dengan karakter ini Italia tidak membutuhkan pemain bintang didalam timnya. Malah kalau ada pemain bintangnya, Italia tidak juara. Jadi inilah kenapa Catenaccio itu disebut gaya aneh. Gaya yang bisa menyulitkan tim top dunia, bahkan German sendiri sulit menaklukannya.
Maka tak heran, Italia bisa Juara Dunia. Tapi gaya ini juga mudah dipatahkan oleh tim - tim bukan unggulan, salah satunya Korea Selatan dan Jepang. Juga oleh tim - tim dari daratan Amerika Latin, tapi belum sampai ke timnas Indonesia.
Apapun itu, yang namanya penilaian, bersifat subjektif, jadi jangan mudah cepat percaya.. Yang harus dipercaya, siapkan cemilan dan kopi sebelum pertandingan, supaya tidak mengganggu, mencari cemilan pas gol..hilang deh moment pentingnya.
Demikian sekelumit cerita seputaran Euro2012 dari pasar anyar bogor.. Salam dari tukang cendol dan tukang parkir yg tetap bergairah bekerja ditengah gegap gempitanya EuroCup2012.
Adios
Tuesday, 12 June 2012
Sok Intelek
Seperti di kota Bogor ada spanduk terpampang tulisan Botani Garden. Saya tanya dimana itu, kata tukang asesoris, kebun raya.
Aduh..! Bayangkan kalau semua tempat disamakan padanan katanya dengan bahasa asing?
Ntar Gunung gede jadi big mountain, Cisaat menjadi drain river, dsb. Sampai nama sekolah, misalkan Sekolah Analis Kimia, biar keren mungkin jadi Analyst of Chemist Snappish High School dan banyak lagi contoh - contoh yang semodel itu yang sering kita jumpai dilihat, dibaca dan kita dengar.
Kalau nama tempat boleh dirubah menurut padanan bahasa, maka tentunya boleh dong liverpool jadi orang empang. Rocky mountain jadi gunung batu, jadi kalau dalam Pendidikan murid menjawab soal dari gurunya, liverpool fc dengan klub sepakbola orang empang, guru tidak boleh mencontreng salah. Terus New York jadi york baru.
Inilah bahagian dari kebiasaan dan menjadi ikutan pula oleh mereka yang ikut - ikutan yang tidak mengerti sama sekali maknanya, yang kalau sudah menyebutkan serasa sudah sejajar masuk dalam barisan orang - oramg intelek. Kebanyakan orang seperti ini suenang dipuja puji. Jadi jangan heran, karenanya banyak bangsa lain, negara lain senang di negara kita, karena gampang dikibulin. Sampai bangga terpingkal - pingkal bisa menulis west java, midle java, east java. Merasa punya jati diri sebenarnya sudah tidak punya jati diri.
Monday, 28 May 2012
Pusaran Sahara Timnas
Buramnya prestasi ini tidak baik bagi perkembangan sepakbola itu sendiri, juga bagi pengembangan motivasi para pemain untuk meningkatkan skill mereka dan kerjasama tim. Hadirnya klub - klub besar dunia tak akan membawa manfaat yang significant buat timnas, karena pemain - pemainnya terpecah tadi, tidak dalam satu kesatuan hasil seleksi yang benar - benar objektif. Kehadiran klub - klub besar hanya mendatangkan hiburan bagi pecintanya dan mendatangkan duit buat pengelolanya. Dan buat pemain cuma mendatangkan kebanggaan karna bisa berlaga dengan klub itu.
Kebanggaan ini tentu bisa sebagai nilai lebih yang diserap sebagai bekal kemampuan individu dan mental bertandingnya, namun sulit diterap dalam satu tim, terbangunnya kebersamaan, kebersamaan yang bisa menyeiramakan kerjasama didalam tim.
Ya, bagaimana bisa terbangunnya kebersamaan tim, sekarangnya saja sudah dipastikan walau sulit dibuktikan, bahwa telah terbangun kecemburuan, kecemburuan yang bisa menjadi cikal bakal bentuk penanaman ketidakpedulian secara tidak langsung, munculnya sikap antipati secara tidak sadar.
Kenapa bisa terjadi kemungkinan seperti itu?
Begitulah pusaran sahara timnas, nasib prestasinya diombang ambingkan oleh kekacauan di tubuh PSSI itu.
Dan yang disebut Tubuh PSSI, yaitu pengurus formal PSSI dan pengurus formal tandingannya, KPSI.
Sedangkan yang disebut pecinta bola, yaitu SPKTI, saya pecinta kopi tubruk Indonesia.
The end
Thursday, 24 May 2012
Mendidik Melayang Tiada Pijakan
Keinginan besar dari pikiran orang tua untuk mengaplikasikan satu model pendidikan ideal pada anak tapi menjadi kontradiktif. Kontras antara rasa sayang yang berlebihan dengan aturan disiplin yang sedang diterapkannya. Rasa sayangnya membuat orang tua slalu berusaha memenuhi kebutuhan tersier apa saja yang menjadi trend pada usia anaknya dengan mudahnya, tapi disisi lain ingin punya anak yang disiplin dan punya kreativitas. Kemudian dalam aplikasinya buah pikirannya, apa yang dibelinya untuk anak, boleh digunakan diwaktu tertentu terutama di hari libur, sementara orang tuanya boleh setiap hari. Dalam hal bermain diluar rumah juga dibatasi waktu dan aturan - aturannya. Bahkan mungkin lebih banyak larangannya. Dan lucunya, kreativitas yang diharapkan itu adalah kreativitas yang diinginkan orang tuanya, bukan dorongan keinginan / kesukaan awal dari anaknya. Dan itu diimplentasikannya melalui kursus - kursus keterampilan, seperti serasi namun ada yang timpang disini.
Ketimpangan dalam keseimbangan pemberian nilai pendidikan pada anak, tidak akan menghasilkan seorang anak yang persis seperti yang diharapkan orang tuanya. Mungkin kalau keterampilan pada si anak terbentuk, tapi tidak pada pembentukan karakternya. Karakter seorang ksatria yang memiliki rasa solidaritas lagi punya rasa kepedulian besar pada sesamanya (bagi anak laki) atau feminim yang bersahaja ( pada anaj wanita). Yang ada adalah melahirkan anak - anak yang egois, pemalu tapi sombong, pemberani tapi tak tau diri. Dan yang paling buruk adalah tidak memiliki pendirian yang agung dalam arti menjadi gampang ikut - ikutan.
Nah jika diminta untuk memilih diantara pengasahan bakat dan perkembangan jiwanya, tentu banyak yang lebih memilih bakat sebagai pilihan prioritas, sebab itu menyangkut penghidupannya kelak. Jadi itu adalah pilihan wajar. Namun pilihan itu menunjukan, mungkin ada hal yang terlewatkan yang tidak kalah pentingnya bagi para orang tua, bahwa manusia esensinya adalah mahluk sosial. Jadi dimana pun manusia berada, di tempat kerja, dalam keluarga, dalam organisasi dan di tengah - tengah masyarakatnya, ia tidak bisa melepaskan dirinya dari simpul - simpul ikatan itu. Dan simpul - simpul itulah yang akan membantu jalannya. Jalannya akan lebih mudah jika ia bisa bekerja atau diterima keberadaannya dengan baik. Sebaliknya simpul - simpul itu juga bisa mempersulit jalannya, jika ia tidak bisa bekerjasama atau tidak begitu diterima keberadaannya.
Alangkah lebih baiknya memberikan porsi disipilin menurut takaran usianya, porsi kreativitas menurut pilihannya, yang digenapi dengan keteladan dari para orang tuanya. Jika tidak ada keteladan, nilai pendidikannya tidak ada, buah usahanya mengetrapkan pendidikan menjadi sia - sia, seperti mendidik melayang tidak memberi titik pijakan, membuat anak melayang - layang dimainkan angin dan benang.
Barangkali ini bisa bermanfaat, kalau pun tidak sama sekali, ya abaikan saja dan habiskan kopinya…
Wednesday, 23 May 2012
Memaksakan Nilai Baik
"Hasil Pendidikan yang buruk adalah selalu mengajarkan nilai - nilai baik kepada peserta didik atau anak atau murid.. Sedangkan pendidikan yang baik mengajarkan nilai yang utuh, baik dan jahat, dengan segala akibatnya / ganjaran atas pilihannya"
Uraian pembukaan diatas sebagai kesimpulan dari realita yang ada, bahwa rusaknya moral sebagian besar anak bangsa akibat salah didik. Salah didik oleh karena pada orientasinya itu selalu mengedepankan pemaksaan nilai - nilai , yaitu hanya memaksakan nilai - nilai baiknya saja, tidak menyuguhkan dengan utuh dari sebuah nilai moral, yang baik maupun yang jahat, pilihan bagus atau pilihan buruk.
Pada orientasi pendidikan yang cendrung memaksakan nilai baik saja, kalaupun diberikan gambaran moral buruk, tekanannya lebih kepada untuk menakut - nakutinya agar si anak menjauh. Sementara dalam kenyataan hidupnya diluar dunia pendidikan, anak - anak disuguhi contoh riil ucapan, mimik / expresi, sikap dan perbuatan buruk, di jalan ketika pulang sekolah, ketika bermain, di rumah, dari internet, vcd dan media televisi.
Pendidikan timpang seperti ini memberikan andil besar juga didalam merusak mental bangsa, terutama kestabilan pilihan hidup dan dalam hal pengambilan keputusannya di setiap masalah. Karena tidak utuh mendapatkan informasi lengkap tentang akibat pilihannya, ujungnya mereka mencoba - coba apa yang tidak diketahuinya dan apa yang samar yang ia terima di bangku sekolah maupun dari orang tua.
Kita semua tahu, bahwa ada satu kenyataan riil dari satu cita - cita di setiap para orang tua, yaitu satu keinginan yang sama didalam mendidik anak, bahwa mereka berharap anaknya kelak memilih jalan yang baik didalam menempuh jalan hidupnya. Diatas dorongan keinginan seperti inilah yang kemudian menggerakkan setiap orang tua / pendidik / penyampai moral, didalam menanamkan nilai pendidikannya, menjadi cenderung dominan memaksakan nilai - nilai baik dengan segala perangkat pemagarannya.
Satu tingkat model pendidikan seperti ini seakan terlihat baik dan baik - baik saja ketika sudah berjalan. Apa yang dilakukannya sebagai pengukuhannya atas kesungguhan dari itikad baiknya. Disana orang tua/pendidik mau mengukir nilai baik, sama dengan mau memberikan penanaman pengaruh secara internal kepada si anak, agar kelak bisa tangguh ketika si anak berhadapan dengan dunia nyata, yaitu atas berbagai arus pengaruh eksternal, baik yang baik maupun yang buruk.
Maka atas dasar itu, tidak jarang orang tua/pendidik juga memasang perangkatnya sebagai bentuk pemagarannya, yaitu berusaha memagari si anak/murid dengan segala cara agar pengaruh nilai - nilai buruk/jahat/amoral tidak sempat masuk ke dalam penglihatan, pikiran dan hatinya.
Kenyataannya, hasil pendidikan semodel ini selain memperburuk dalam pembentukan jati diri kepada anak. Juga melelahkan bagi orang tuanya baik secara mental maupun kematangan berpikir.
Pendidikan yang dimaksud itu malah akan memperburuk pembentukan jati diri anak, oleh karena pada ujungnya nanti si anak itu sendiri yang nantinya menentukan jalan hidupnya. Ketika si anak ini masih dalam asuhan orang tua, dalam arti persentuhan dengan dunia luarnya masih minim dibanding dengan pengaruh dari orang tuanya, sebelum mencapai aqil baligh, si anak akan terbentuk dengan nilai - nilai baik itu dan dia akan menyenanginya, disamping si anak saat itu sudah tahu apa itu yang dimaksud dengan tidak baik dan ia juga tidak mau dengan itu.
Namun pembentukan karakter ini tidak akan bertahan lama, ketika ia diperkenalkan dengan pergaulan yang lebih luas, dimana pergaulan itu mulai mendominasi dalam kesehariannya didalam pergaulannya. Artinya waktu si anak bersama orang tua / pendidik-nya lebih sedikit dibanding pergaulannya.
Kemudian karena pergaulannya itu, mungkin saja yang tadinya buruk menurut pikirannya, yaitu pikiran dulu yang pernah ditanamkan oleh orang tua/pendidik secara memaksa, mulai ia ragu dan nyoba - nyoba sesuatu hal - hal baru atau yang dianggap tabu, ketika ia melihat itu pada sisi lain berdasarkan penilaian hasil dari pengaruh eksternalnya, baik dalam pergaulannya, ilmu pengetahuannya dan informasi - informasi yang berseleweran yang pernah ditangkapnya.
Dan ujungnya si anak mulai mencoba, mulai nyoba - nyoba menjajakinya dan akhirnya tidak sedikit yang memilih yang jahat baik, memilih apa yang dilarang sebelumnya oleh etika, norma dan agama secara terpaksa maupun karena kemantapannya.
Apa yang dilakukannya ini berangkatnya ada karena ketidak tahuannya, karena kematangan tingjat berpikirnya ia telah bisa menyimpulkannya sendiri tentang nilai jahat / buruk / amoral tersebut, ada juga karena benar - benar mencoba dan ketagihan ujungnya si anak terperosok dan sulit kembali ke keadaan semula.
Akibat pendidikan tidak lengkap ini, tidak sedikit pula, yang tadinya baik menjadi jahat. Walaupun ada juga yang tetap bertahan tidak mencobanya, itu bukan karena hebatnya pendirian yang telah terbentuknya, tapi kebanyakan itu oleh karena ketakutan - ketakutannya atau tepatnya karena keluguannya. Dan itu bukan karena diatas malunya.
Pendidikan seperti ini juga, bagi orang tua, sangatlah melelahkan, sangat menguras energi dan materi. Sebab meski mereka, para orang tua sudah memberikan pendidikan, namun tetap saja mereka selalu dihinggapi dengan kekhawatiranya atas arus luar yang akan mempengaruhi perkembangan bentuk berpikir dan kejiwaan si anak tersebut, yang karena kekhawatirannya malah membuat si anak terjerumus nantinya . Belum lagi nanti si anak menjadi sasaran pertanyaan - pertanyaan dari kekhawatirannya ketika si anak telat pulang, disamping ia juga terkadang sebagai sasaran empuk atas alibi dari dalih masalah pada pekerjaannya, yaitu si anak tak jarang menjadi korban pelampiasan orang tuanya atas segala masalahnya dengan pekerjaannya atau bermasalah dengan apa saja.
Pada Ujungnya untuk menjawab kekhawatirannya mereka para orang tua harus merogoh kocek lebih dalan lagi. Mereka akan memasukan anak - anaknya ke sekolah yang exlusive lagi expansive, yang memberikan garansi protektif pada si anak, selama di sekola, menuju dan pulang sekolah.
Pernah lihat Lady Gaga nyanyi?
Jadi tidaklah heran, kenapa konser Lady Gaga terus dijadikan polemik. Itu adalah hasil dari pendidikannya.
Terakhir dalam dunia yang tidak steril ini, dalam mendidik dan membina bukan berarti harus mensterilisasi si anak dari pengaruh - pengaruh tidak benar.
Dalam pendidikan yang utuh, nilai pendidikan itu harus teruji mempunyai kekebalan yang nantinya menjadi imun yang menghasilkan sterilisasi dengan sendirinya pada si anak..
Singkatnya itu saja dan terima kasih..
Semoga bermanfaat
Thursday, 17 May 2012
Mei Dan Reformasi II
Reformasi, yang dimaksud disana kembali ke formasinya, sama dengan melakukan perbaikan, melakukan pembenahan, melakukan pembaharuan. Sehingga semangat gerakan reformasi adalah semangat gerakan pembaharuan. Orangnya disebut reformist, yaitu pendukung gerakan pembaharu.
Reformasi memberikan isyarat, bahwa sistim ketatanegaraan yang sebelumnya tidak baik, maka diperlukan perbaikan. Namun, di masa itu tidak mungkin perbaikan dilakukan dengan cara - cara yang intelektual melalui forum ilmiah sebagai sumbang saran, juga tidak mungkin memberikan saran dan masukan kepada penguasa ORBA dalam suasana keIndonesiaan, yaitu asas musyawarah, mengingat rezim yang otoriter.
Jadi gerakan Reformasi yang massive sebagai jawaban yang kondusif, di tengah - tengah suasana yang tidak kondusif, baik dalam politik, hukum, ekonomi, sosial budaya dan hankam, akibat krisis moneter global. Dan jawaban itu pas momentnya, ditengah - tengah krisis moneter, dimana kondisi ekonomi saat itu dititik nadir, mengalami keterpurukan yang luar biasa.
Reformasi ini juga sebagai tuntutan atas hasil diujung perjalanan rezim ORBA, dimana menjelang di penghujung perjalanan rezim-nya pada akhirnya tidak juga memberikan jawaban dengan PELITA-nya.
Satu rumusan empiris mac iver menngatakan, bahwa kesuksesan sebuah sistim pemerintahan akan terukur setelah mencapai 25 tahun berjalan. Ketika melewati masa 25 tahun keatas, jika tidak ada peningkatan kesejahteraan yang nyata bagi sebagian rakyatnya, maka akan selalu terjadi gerakan masa yang massive.
Sebagai satu pembuktian terhadap ketidaksuksesan sistim pemerintahan dari rezim ORBA dengan PELITA-nya, yaitu diawali dengan munculnya percikan krisis moneter melanda Asia, pada saat itu rezime Soeharto tidak mampu mengatasi badai krisis moneter yang berimbas besar terhadap roda perekonomian yang sebelumnya begitu dibangga - banggakan dan disanjung - sanjung atas semua hasi pembangunan, baik berupa benda fisik maupun gaya hidup, peradaban dan kebudayaan.
Benda fisik, yaitu infrastruktur dan gedung - gedung megah di kota - kota besar. Dan gaya hidup, yaitu selera tinggi dalam standard hidup dan dalam orientasi pembangunan pabrikasi yang berskala internasional.
Walaupun dari kedua hasil pembangunan tersebut tidak ada yang salah, bahkan memang seharusnya begitu, sebagai tanda ujud dari sebuah keberhasilan.
Namun keberhasilan itu memberikan satu jawaban nyata sebagai sebuah kegagalan didalam pengelolaannya ketika itu berhadapan dengan masalah besar, yaitu krisis moneter. Pemerintah saat itu tidak mampu mengatasi serangan badai krisis dan laju pertumbuhan ekonomi pun benar - benar merayap.
Itu sebagai imbas besar akibat lumpuhnya roda perekonomian, dimana hampir sebagian besar perusahaan disemua jenis usaha, besar maupun berskala menengah, tidak mampu lagi bertahan dan bangkrut. Kemudian kondisi ini menjadi bagian dari "pemicunya" terjadinya gerakan reformasi.
Ekses dari setiap gerakan besar perubahan adalah selalu ada korban. Dan yang menjadi korban adalah rakyatnya. Sementara gerakan reformasi itu adalah gerakan yang menginginkan perubahaan terhadap sebuah sistim yang tidak lagi memberikan harapan, dimana rezimnya sendiri saat itu bertahan dengan status quo-nya.
Maka pergerakan dengan gerakan yang sangat massive menjadi satu - satunya solusi kala itu. Jadi dengan begitu bisa dikatakan gerakan reformasi 1998 itu merupakan gerakan reformasi yang revolusioner. Karena sudah terpenuhi persyaratannya, yaitu gerakan untuk menjebol yang lama membangun yang baru.
Sayangnya gerakan ini setengah hati tidak tuntas, tak senilai dengan banyak korban berjatuhan. dengan kata lain dilakukan dengan aksi damai, yaitu diakhiri dengan kompromi.
Mungkin para reformis beranggapan dengan lengsernya Soeharto, perjuangan mereka sudah cukup dan final. Itu terbukti, ketika sambutan riuh membahana termasuk oleh para tokoh utama sesepuh reformasinya. Sehingga tidaklah salah kalau dikatakan, agendanya cuma menjatuhkan rezim Soeharto. Jadi tidak ada koreksi secara menyeluruh kepada akar masalahnya, yaitu peninjauan pada akar masalahnya.
Akar masalah ini pada sistimnya. Sistim yang telah melenakan Soeharto seperti di era orla, pengukuhan presiden seumur hidup telah melenakan Soekarno. Dan realitanya tidak pernah sistim yang ada ditinjau ulang dari berbagai sudut tinjauan.
Peninjauan ulang dan pembedahan sistim, mulai dari konstitusi yang menjadi ruh sistim itu sendiri, ketetapan sebagai perangkat hukum hingga regulasi di setiap institusi negara sampai pada tingkatan paling bawah yang ada di daerah.
Maka jangan heran, tidak ada perubahan sistim, sekalipun dilakukan amamdemen terhadap UUD-nya. Kenyataan inilah yang dimanfaatkan betul oleh para pengikut setia rezim 0RBA, yang mana hampir semua pengikut rezim, kemudian bermetamorfosi kedalam berbagai partai baru, seperti partai beranak pinak, seperti mutan yang bermutasi dalam ujud yang lain dengan niat yang sama mengejar singgasana dan pengaruh. Sedang yang sebagiannya memilih setia menetap dengan jubah kuningnya.
Kondisi seperti ini, bisa dikatakan status quo, yang menyebabkan tidak ada forum bedah ilmiah menuntut akar permasalahan kegagalannya dikupas dan dibuatkan jalan keluarnya. Tidak perlu harus cepat jika ini membutuhkan waktu, minimal ada usaha ke arah perbaikan.
Karena tidak ada perbaikan, maka yang terjadi adalah saling menahan diri dan melanjutkan saja. Pada masa ini mereka tindak lanjuti setelah lengsernya Soeharto seperti pembagian kue buat dedengkot reformis, amin rais jadi ketua mpr, gusdur jadi presiden dan mega jadi wakilnya. Dan orang - orang yang berjaya di era rezim soeharto, ikut masuk dalam barisan.
Pada masa inilah yang diklaim sebagai masa transisi, tepatnya ketika Habibie menjabat Presiden hingga laporan pertanggungjawabannya ditolak, dibalik layar mereka bikin kue kekuasaan seperti mendapatkan durian runtuh. Sementara diluar bersorak - sorai kegirangan seakan sejak dititik itu Indonesia akan lebih baik lagi kedepannya.
Kenyataan itulah, yang bisa dilihat sekarang setelah sudah lewat satu dasawarsa lebih, lebih dari selusin tahun, namun tidak ada perbaikan yang significant, bahkan kejahatan kerah putih kian merajalela yang hampir sama banyaknya dengan kejahatan dijalanan, itu tidak ada bedanya ketika di masa rezim 0RBA. Revolusi itu hanyalah menghasilkan Revolusi Balik Nama saja.
Mei dan reformasi, reformasi yang telah diteladani oleh Ki Hajar Dewantoro, dengan tekun mengabadikan diri selama hidupnya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Itu yang kian mengukuhkan kekuatan kesantunan dalam keseharian prilakunya, yang menobatkan kepada dirinya sebagai negarawan.
Untuk menjadi Negarawan seperti itu tidak dibutuhkan yang otak encer dan pandainya bersilat kata. Kecakapan budi pekerti melahirkan tutur kata yang bijak, memancarkan gerak yang santun bijaksana. Itulah gerakan reformasi dari Ki Hajar Dewantoro. Dan kerjanya dihargai oleh masyarakatnya dan tokoh - tokoh Nasional saat itu.
Sedang kondisi sekarang cukup dengan jualan kecap sayur. Hanya dengan jualan kecap sayur mereka bisa dipilih jadi yang berkuasa.