Direktur Indonesia Development and Islamic Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono menanggapi soal pemerintah yang tetap menargetkan kemiskinan ekstrem 0 persen pada 2024. Target tersebut serang disampaikan oleh beberapa menteri, termasuk Presiden Joko Widodo alias Jokowi.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisaksi Jakarta, Trubus Rahadiansyah, menilai pemerintah enggan memperbarui garis kemiskinan yang direkomendasikan Bank Dunia karena citranya. Dia berpendapat, pemerintah akan malu jika angka kemiskinan ternyata lebih tinggi.
Menurut dia, pemerintah tidak boleh mengingkari kenyataan. Standar Bank Dunia tidak salah arah karena merupakan standar internasional yang dibuat melalui studi.
“Pemerintah jangan sampai mengabaikannya. Jangan menyangkalnya. Malah memperburuk citra Indonesia, bahwa kita miskin tapi tidak mau mengakuinya,” kata Trubus. “Standar Indonesia sudah kadaluarsa. Situasi pasca-pandemi juga telah berubah.”
Satu Kahkonen, Country Director Bank Dunia Indonesia, menyatakan bahwa selama 20 tahun terakhir, Indonesia telah mencapai kemajuan yang luar biasa dalam kehidupan ekonomi masyarakat. Kemiskinan ekstrim negara itu mencapai 1,5 persen pada tahun 2022
Namun, untuk mencapai target ambisiusnya menjadi negara berpenghasilan tinggi, Kahkonen berpendapat bahwa Indonesia harus memperluas kebijakannya untuk menjaga kemajuan pengentasan kemiskinan dan mencapai pendapatan yang lebih tinggi serta ketahanan ekonomi bagi masyarakatnya.
“Bila kita menerapkan definisi kemiskinan yang lebih luas, satu dari enam orang Indonesia atau sekitar 40 juta adalah miskin,” kata Kahkonen dalam peluncuran laporan Kajian Kemiskinan Indonesia di The Energy Building, SCBD, Jakarta, Selasa, 9 Mei 2023.
Selain itu, hampir 120 juta orang Indonesia tidak aman secara ekonomi. Artinya, mereka bisa jatuh miskin saat terkena guncangan, seperti pandemi COVID-19. “Kami di sini untuk membahas apa yang bisa dilakukan untuk mendukung 160 juta orang ini mencapai ketahanan ekonomi,” kata Kahkonen.
Menanggapi hal tersebut, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa Indonesia tidak harus mengikuti garis kemiskinan Bank Dunia. “Seperti yang dikatakan Menkeu, kita masih berpegang pada [garis kemiskinan] US$2 per hari. Kita bisa menghitungnya berdasarkan PPI (Poverty Probability Index),” ujarnya di GBK Senayan, Minggu, 14 Mei 2018. “Jadi bisa berbeda dengan standar Bank Dunia.”
Namun menurut Yusuf Wibisono, Bank Dunia memberikan kritik atas target tersebut karena target angka kemiskinan ekstrem 0 persen ini adalah target yang dianggap "terlalu mudah" diraih. Alasannya karena ukuran garis kemiskinan yang digunakan untuk mendefinisikan kemiskinan ekstrem terlalu rendah.
“Target kemiskinan ekstrem 0 persen pada 2024, sudah lama mendapatkan banyak kritik, bahkan dari Bank Dunia (World Bank),” ujar dia saat dihubungi pada Rabu, 7 Juni 2023.
Untuk membandingkan angka kemiskinan antar negara di kategori lower middle income countries, Bank Dunia menggunakan ukuran batasan kemiskinan internasional berdasarkan US$ purchasing power parity (PPP). “Yakni sebesar US$ 1,9 PPP sebagai batas extreme poverty dan US$ 3,2 PPP sebagai batas poverty,” kata dia.
Dengan ukuran extreme poverty US$ 1,9 PPP, angka kemiskinan Indonesia pada 2022 hanya tinggal 1,5 persen. Yusuf menilai, ini adalah angka kemiskinan ekstrem, yang ditargetkan oleh pemerintah menjadi 0 persen pada 2024.
Ukuran US$ 1,9 PPP tentu target kemiskinan ekstrem 0 persen pada 2024 menjadi terlihat akan mudah tercapai. “Pemerintah sendiri menghitung angka kemiskinan ekstrem pada 2022 ada di kisaran 2 persen,” tutur Yusuf.
Bahkan, kata dia, Bank Dunia memberikan saran, untuk evaluasi kinerja penanggulangan kemiskinan yang lebih baik. Seharusnya Indonesia tidak lagi menggunakan ukuran US$ 1,9 PPP, namun menggunakan ukuran US$ 3,2 PPP.
“Menurut saya, rekomendasi Bank Dunia ini sangat baik dan relevan bagi Indonesia, yang kini digadang-gadang akan segera naik kelas dari lower middle income countries menjadi upper middle income countries,” ucap dia.
Dengan perubahan ukuran kemiskinan US$ 3,2 PPP, menurut dia, itu lebih relevan untuk Indonesia yang bersiap naik kelas menjadi upper middle income countries. Juga akan memberi implikasi penting untuk formulasi strategi pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif.
Namun, Yusuf menilai, pemerintah terlihat resisten dengan usulan Bank Dunia ini, dengan alasan utama karena menyebabkan jumlah penduduk miskin akan bertambah signifikan. “Secara politik hal ini tentu tidak menguntungkan bagi penguasa, terlebih menjelang pemilu,” ujar Yusuf.
Sebelumnya, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional atau Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menjelaskan soal target kemiskinan ekstrem tersebut. “Pemerintah optimis angka kemiskinan ekstrem di Indonesia pada 2024 mendekati 0 persen,” kata Suharso.
Sehingga, dia berujar, itu menjadi modal untuk strategi di dalam Rancangan Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045. Selain kemiskinan ekstrem, Suharso menjelaskan, di Indonesia juga ada kemiskinan lain yakni kemiskinan desil satu dan desil dua. "Itu kita lihat," kata dia.
No comments:
Post a Comment