Thursday, 29 June 2023

Idul Adha tanpa kurban di Masjid Niujie China

Idul Adha tanpa kurban di Masjid Niujie China

Idul Adha tanpa kurban di Masjid Niujie China




Sedikitnya seribu umat Islam dari berbagai latar belakang etnis di China menunaikan shalat Idul Adha di Masjid Niujie Beijing pada Selasa pagi. Sejak pukul 07.00 mereka berbondong-bondong ke masjid terbesar dan tertua di Beijing itu, meskipun rangkaian shalat Id baru dimulai pada pukul 08.30 waktu setempat.(M. Irfan Ilmie/Fahrul Marwansyah/Sizuka)






Suasana lalu lintas di Jalan Niujie pada hari Kamis pagi, 29/6/2023, sangat padat seiring dengan aktivitas warga Kota Beijing menuju tempat kerjanya masing-masing.







Laju kendaraan sangat pelan saat melintasi kawasan yang dikenal sebagai sentra kuliner halal China itu karena padatnya aktivitas warga.


Terlihat konsentrasi petugas keamanan, mulai dari tenaga sukarelawan partai berkuasa, personel keamanan swakarsa (bao'an), hingga petugas kepolisian berseragam atasan biru laut dan bawahan gelap di perempatan jalan raya itu.


Itu pun belum termasuk petugas keamanan berpakaian preman yang tersebar di berbagai tempat di kawasan permukiman Muslim terbesar di ibu kota China itu.


Di jalan menuju Masjid Niujie, petugas mendirikan dua tenda posko keamanan.


Para imam Masjid Niujie, Beijing, China, berjalan beriringan di antara jamaah sebelum memimpin rangkaian shalat Idul Adha, Kamis (29/6/2023). Suasana shalat Id di masjid berusia 1.027 tahun itu sudah seperti sebelum situasi pandemi COVID-19 yang diikuti sekitar seribu orang. ANTARA/M. Irfan Ilmie


Belasan petugas keamanan bersiaga di masing-masing tenda yang dilengkapi dengan alat pendeteksi metal.


Setiap orang yang melewati tenda itu diperiksa satu-persatu, termasuk barang bawaannya. Persis pada pemeriksaan calon penumpang pesawat terbang sebelum memasuki ruang tunggu bandara.


Jarum jam menunjuk angka 7 lebih 20 menit, namun suasana di dalam kompleks Masjid Niujie masih sepi.


"Shalat dimulai pukul sembilan," ucap seorang pengurus Masjid Niujie di sela-sela kesibukannya menggelar karpet di halaman dalam.








Meskipun sepi, sejumlah petugas keamanan dan pengurus partai berkuasa sudah bersiaga di beberapa sudut kompleks masjid itu. Di antara mereka ada yang berdiri, ada pula yang duduk-duduk dengan pandangan yang tertuju ke segala penjuru.


Jamaah datang bergelombang. Beberapa umat Islam dari berbagai ras dan negara berbeda turut mewarnai suasana menjelang shalat Idul Adha di masjid yang pertama kali dibangun pada tahun 996 Masehi saat China masih dipimpin Dinasti Liao itu.


Namun, suku etnis minoritas Muslim Hui mendominasi jamaah shalat Id pada pagi hari itu.


Petugas kepolisian mengamankan pelaksanaan shalat Idul Adha dengan mendirikan pos pemeriksaan keamanan terhadap jamaah sebelum memasuki kompleks Masjid Niujie, Beijing, China, Kamis (29/6/2023). ANTARA/M. Irfan Ilmie


Dari caranya berpakaian terlihat juga beberapa etnis minoritas Muslim China lainnya, seperti Uighur dan Salar, meskipun jumlahnya sangat kecil.


Umat Islam dari Indonesia yang didominasi kalangan pelajar juga menambah panjang daftar jamaah shalat Id di kompleks masjid yang luasnya mencapai 10.000 meter persegi di Distrik Xicheng, Kota Beijing, itu.


Selain latar belakang sejarah terbentuknya komunitas Muslim China, Niujie juga populer di kalangan warga setempat karena beragamnya kuliner halal yang dikenal juga dengan istilah qingzhen. Tidak heran, kalau antrean panjang pembeli di depan restoran atau toko makanan atau swalayan, menjadi pemandangan sehari-hari di sepanjang Jalan Niujie.


Masjid yang model bangunannya bergaya tradisional China didominasi warna merah bata dengan dua menara mirip kuil itu pernah dikunjungi Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur pada 2000 dan Presiden Joko Widodo pada 2017 sehingga pelancong dari Indonesia menjadikan Niujie sebagai salah satu tujuan saat berwisata ke Beijing.


Pemimpin dari berbagai negara Islam lainnya juga pernah menyinggahi Masjid Niujie di sela-sela kunjungan kenegaraannya ke China.


Hal itu tentu saja kadar popularitas kawasan yang telah dirancang sedemikian rupa sebagai etalase Muslim China bagi dunia itu makin bening.








Pascapandemi



Suara lonceng berdering saat jarum jam tepat menunjuk angka 09.00 waktu setempat (08.00 WIB) diikuti dengan lantunan takbir oleh seorang muazin yang berdiri di serambi masjid.


Sekelompok imam yang berjubah putih dengan serban warna senada sudah berbaris di sebelah menara utara. Sesaat kemudian mereka berjalan beriringan menuju bangunan utama masjid menapaki karpet merah yang .


Sekitar seribu anggota jamaah memadati bangunan utama masjid, serambi, lorong, dan halaman tengah sejak satu setengah jam yang lalu.


Salah satu di antara imam tersebut, memberikan tausiah tentang hikmah Idul Adha dengan menggunakan bahasa Mandarin yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit.


Shalat Id yang menjadi ritual utama rangkaian Idul Adha digelar pada pukul 09.30 waktu setempat (08.30 WIB) dipimpin seorang imam lainnya. Disusul kemudian dengan pembacaan khutbah Idul Adha dalam bahasa Arab yang berlangsung sekitar 20 menit.


Dari segi jumlah, jamaah shalat Idul Fitri di Masjid Niujie sudah setara bahkan mungkin melebihi situasi sebelum pandemi COVID-19.


Pada Idul Adha tahun 2021, masjid yang mampu menampung sekitar 1.000 orang tersebut menggelar shalat Id dengan menerapkan protokol kesehatan yang sangat ketat, bahkan setiap jemaah wajib menunjukkan hasil negatif tes usap (PCR).


Namun pada Idul Adha tahun 2022, shalat Id di masjid tersebut ditiadakan. Sama halnya dengan di masjid-masjid di Beijing lainnya karena pada saat itu otoritas setempat mengunci akses (lockdown) di berbagai kawasan. Bahkan sejak Januari hingga menjelang Kongres Nasional Ke-20 Partai Komunis China (CPC) pada Oktober 2022, otoritas kesehatan di Kota Beijing beberapa kali memberlakukan lockdown sehingga pergerakan masyarakat pun sangat terbatas.


Nah, baru pada Kamis pagi itulah Masjid Niujie kembali didatangi jamaah dalam jumlah yang masif seperti pada era sebelum pandemi COVID-19. Apalagi sejak kepemimpinan CPC yang baru telah menurunkan level prokes antipandemi sehingga memudahkan jamaah untuk melaksanakan shalat sunah muakadah tersebut meskipun dengan level pengamanan yang lebih ketat dibandingkan sebelum pandemi.


Perbedaan yang sangat mencolok di Niujie adalah ditiadakannya pemotongan binatang kurban sebagai bagian dari tradisi yang melekat di kalangan umat Islam China.


Pada era sebelum pandemi, ratusan kambing dan sapi yang hendak dipotong secara massal di halaman belakang menjadi daya tarik tersendiri bagi jamaah shalat Idul Adha di Masjid Niujie.


Faktor kesehatan hewan ternak yang menjadi prioritas utama otoritas China disebut-sebut sebagai alasan ditiadakannya tradisi potong hewan kurban secara massal dalam beberapa tahun terakhir.


Tak ada daging kurban, tak ada pula santap bersama di masjid itulah yang menjadikan semua restoran dan penjual makanan di Jalan Niujie makin disibukkan oleh para pembeli yang berjubel pada Kamis pagi hingga siang itu.


































































No comments: