Mei Dan Reformasi II
Reformasi, yang dimaksud disana kembali ke formasinya, sama dengan melakukan perbaikan, melakukan pembenahan, melakukan pembaharuan. Sehingga semangat gerakan reformasi adalah semangat gerakan pembaharuan. Orangnya disebut reformist, yaitu pendukung gerakan pembaharu.
Reformasi memberikan isyarat, bahwa sistim ketatanegaraan yang sebelumnya tidak baik, maka diperlukan perbaikan. Namun, di masa itu tidak mungkin perbaikan dilakukan dengan cara - cara yang intelektual melalui forum ilmiah sebagai sumbang saran, juga tidak mungkin memberikan saran dan masukan kepada penguasa ORBA dalam suasana keIndonesiaan, yaitu asas musyawarah, mengingat rezim yang otoriter.
Jadi gerakan Reformasi yang massive sebagai jawaban yang kondusif, di tengah - tengah suasana yang tidak kondusif, baik dalam politik, hukum, ekonomi, sosial budaya dan hankam, akibat krisis moneter global. Dan jawaban itu pas momentnya, ditengah - tengah krisis moneter, dimana kondisi ekonomi saat itu dititik nadir, mengalami keterpurukan yang luar biasa.
Reformasi ini juga sebagai tuntutan atas hasil diujung perjalanan rezim ORBA, dimana menjelang di penghujung perjalanan rezim-nya pada akhirnya tidak juga memberikan jawaban dengan PELITA-nya.
Satu rumusan empiris mac iver menngatakan, bahwa kesuksesan sebuah sistim pemerintahan akan terukur setelah mencapai 25 tahun berjalan. Ketika melewati masa 25 tahun keatas, jika tidak ada peningkatan kesejahteraan yang nyata bagi sebagian rakyatnya, maka akan selalu terjadi gerakan masa yang massive.
Sebagai satu pembuktian terhadap ketidaksuksesan sistim pemerintahan
dari rezim ORBA dengan PELITA-nya, yaitu diawali dengan munculnya percikan krisis moneter melanda Asia, pada saat itu rezime Soeharto tidak mampu mengatasi badai krisis moneter yang berimbas besar terhadap roda perekonomian yang sebelumnya begitu dibangga - banggakan dan disanjung - sanjung atas semua hasi pembangunan, baik berupa benda fisik maupun gaya hidup, peradaban dan kebudayaan.
Benda fisik, yaitu infrastruktur dan gedung - gedung megah di kota - kota besar. Dan gaya hidup, yaitu selera tinggi dalam standard hidup dan dalam orientasi pembangunan pabrikasi yang berskala internasional.
Walaupun dari kedua hasil pembangunan tersebut tidak ada yang salah, bahkan memang seharusnya begitu, sebagai tanda ujud dari sebuah keberhasilan.
Namun keberhasilan itu memberikan satu jawaban nyata sebagai sebuah kegagalan didalam pengelolaannya ketika itu berhadapan dengan masalah besar, yaitu krisis moneter. Pemerintah saat itu tidak mampu mengatasi serangan badai krisis dan laju pertumbuhan ekonomi pun benar - benar merayap.
Itu sebagai imbas besar akibat lumpuhnya roda perekonomian, dimana hampir sebagian besar perusahaan disemua jenis usaha, besar maupun berskala menengah, tidak mampu lagi bertahan dan bangkrut. Kemudian kondisi ini menjadi bagian dari "pemicunya" terjadinya gerakan reformasi.
Ekses dari setiap gerakan besar perubahan adalah selalu ada korban. Dan yang menjadi korban adalah rakyatnya. Sementara gerakan reformasi itu adalah gerakan yang menginginkan perubahaan terhadap sebuah sistim yang tidak lagi memberikan harapan, dimana rezimnya sendiri saat itu bertahan dengan status quo-nya.
Maka pergerakan dengan gerakan yang
sangat massive menjadi satu - satunya solusi kala itu. Jadi dengan begitu bisa dikatakan gerakan reformasi 1998 itu merupakan gerakan reformasi yang revolusioner. Karena sudah terpenuhi persyaratannya, yaitu gerakan untuk menjebol yang lama membangun yang baru.
Sayangnya gerakan ini setengah hati tidak tuntas, tak senilai dengan banyak korban berjatuhan. dengan kata lain dilakukan dengan aksi damai, yaitu diakhiri dengan kompromi.
Mungkin para reformis beranggapan dengan lengsernya Soeharto, perjuangan mereka sudah cukup dan final. Itu terbukti, ketika sambutan riuh membahana termasuk oleh para tokoh utama sesepuh reformasinya. Sehingga tidaklah salah kalau dikatakan, agendanya cuma menjatuhkan rezim Soeharto. Jadi tidak ada koreksi secara menyeluruh kepada akar masalahnya, yaitu peninjauan pada akar masalahnya.
Akar masalah ini pada sistimnya. Sistim yang telah melenakan Soeharto seperti di era orla, pengukuhan presiden seumur hidup telah melenakan Soekarno. Dan realitanya tidak pernah sistim yang ada ditinjau ulang dari berbagai sudut tinjauan.
Peninjauan ulang dan pembedahan sistim, mulai dari konstitusi yang menjadi ruh sistim itu sendiri, ketetapan sebagai perangkat hukum hingga regulasi di setiap institusi negara sampai pada tingkatan paling bawah yang ada di daerah.
Maka jangan heran, tidak ada perubahan sistim, sekalipun dilakukan amamdemen terhadap UUD-nya. Kenyataan inilah yang dimanfaatkan betul oleh para pengikut setia rezim 0RBA, yang mana hampir semua pengikut rezim, kemudian bermetamorfosi kedalam berbagai partai baru, seperti partai beranak pinak, seperti mutan yang bermutasi dalam ujud yang lain dengan niat yang sama mengejar singgasana dan pengaruh. Sedang yang sebagiannya memilih setia menetap dengan jubah kuningnya.
Kondisi seperti ini, bisa dikatakan status quo, yang menyebabkan tidak ada forum bedah ilmiah menuntut akar permasalahan kegagalannya dikupas dan dibuatkan jalan keluarnya. Tidak perlu harus cepat jika ini membutuhkan waktu, minimal ada usaha ke arah perbaikan.
Karena tidak ada perbaikan, maka yang terjadi adalah saling menahan diri dan melanjutkan saja. Pada masa ini mereka tindak lanjuti setelah lengsernya Soeharto seperti pembagian kue buat dedengkot reformis, amin rais jadi ketua mpr, gusdur jadi presiden dan mega jadi wakilnya. Dan orang - orang yang berjaya di era rezim soeharto, ikut masuk dalam barisan.
Pada masa inilah yang diklaim sebagai masa transisi, tepatnya ketika Habibie menjabat Presiden hingga laporan pertanggungjawabannya ditolak, dibalik layar mereka bikin kue kekuasaan seperti mendapatkan durian runtuh. Sementara diluar bersorak - sorai kegirangan seakan sejak dititik itu Indonesia akan lebih baik lagi kedepannya.
Kenyataan itulah, yang bisa dilihat sekarang setelah sudah lewat satu dasawarsa lebih, lebih dari selusin tahun, namun tidak ada perbaikan yang significant, bahkan kejahatan kerah putih kian merajalela yang hampir sama banyaknya dengan kejahatan dijalanan, itu tidak ada bedanya ketika di masa rezim 0RBA. Revolusi itu hanyalah menghasilkan Revolusi Balik Nama saja.
Mei dan reformasi, reformasi yang telah diteladani oleh Ki Hajar Dewantoro, dengan tekun mengabadikan diri selama hidupnya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Itu yang kian mengukuhkan kekuatan kesantunan dalam keseharian prilakunya, yang menobatkan kepada dirinya sebagai negarawan.
Untuk menjadi Negarawan seperti itu tidak dibutuhkan yang otak encer dan pandainya bersilat kata. Kecakapan budi pekerti melahirkan tutur kata yang bijak, memancarkan gerak yang santun bijaksana. Itulah gerakan reformasi dari Ki Hajar Dewantoro. Dan kerjanya dihargai oleh masyarakatnya dan tokoh - tokoh Nasional saat
itu.
Sedang kondisi sekarang cukup dengan jualan kecap sayur. Hanya dengan jualan kecap sayur mereka bisa dipilih jadi yang berkuasa.