Sunday 1 October 2017

Tingkat Kesadaran Masyarakat Sudah Matang II

Tingkat Kesadaran Masyarakat Sudah Matang II



Sebelum melanjutkan uraian kedua tentang "Tingkat Kesadaran Masyarakat Sudah Matang II", saya kutip dulu pada tulisan "Tingkat Kesadaran Masyarakat Sudah Matang" :


"... Penting diusulkan kepada pemerintah oleh dokter gigi, bukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk pergi ke dokter gigi. Tapi mendorong pemerintah melalui IDI untuk memperluas industri yang menyerap banyak SDM.. Sehingga memudahkan kerja untuk meningkatkan kesadaran masyarakat pentingnya menjaga kesehatan gigi..."

Kerja, mendapatkan penghasilan yang bisa mencukupkan biaya hidup, menafkahi diri dan keluarga, membiayai pendidikan dan keterampilan diri dan keluarga. Penghasilan dari pekerjaan yang jelas pengelolaannya, akte pendirian, produk yang dijual dan pasarnya.


Jika sebagian besar tidak mendapatkan itu, maka kemiskinan akan dijadikan alat untuk saling menistakan. Penistaan bahan bakunya kemiskinan. Penistaan menaburkan hidup saling memiskinkan. Homo homoni lupus, untuk memakan manusia yang lain, alatnya orang miskin. Orang diberdayakan untuk kepentingan politik individu / kelompok / kepartaian.


Isi politik yang bisa merebut hati rakyat, yaitu kalimat retorik yang seolah sedang "membela kaum miskin". Itulah yang dimaksud kemiskinan bisa menjadi alat homo homoni lupus. Namun demikian nilai benar dan salah sebagai satu karunia dariNYA sejak manusia itu diciptakan, yang membuat setiap manusia mampu melihat, merasakan dan menilai mana yang benar dan mana yang salah menurut nilai - nilai kemanusiaan dan menurut instingnya. Jika seolah masyarakat dibutakan dengan kodratNYA, itu disebabkan karena dominasi kemiskinanlah yang menghantui hidupnya sehingga beban itu membuatnya mudah berkhayal dan berhalunisasi.




Sejak NKRI merdeka, tingkat kesadaraan masyarakat sudah matang, dominasi kemiskinan yang membuat kesadaran itu menjadi resesip menggayai hidupnya. Sementara orang - orang yang homo homoni lupus, kenyataan demikian, beranggapan masyarakat masih bisa dikibuli.


Kita lihat kadar kejujuran mereka terhadap keberpihakan terhadap masyarakat miskin. Mereka berusaha seolah sedang menjadi manusia yang shaleh ditengah 80% umat islam. Namun sepandai - pandai tupai melompat akan jatuh jua, lihat saja mereka memaksakan diri bersolek, sampai ketahuan di depan umum tidak bisa mengucapkan "laa haulaa walaa quwwata illaabilahil'aliyil'adziim". Terus yang baru lalu tidak becus sekedar mengucapkan " shalallahu 'alaihi wasaalaam".


Dan berbagai tindakan yang timpang, itu berani dilakukan dengan terbuka karena dianggapnya, kemiskinan masyarakat itu akan membuat mereka tidak menyadari dengan apa yang dilihatnya dari apa yang sedang diperbuatnya. Contoh, mereka bilang penangkapan itu berdasarkan laporan. Tapi sampai dengan hari ini si viktor laiskodat meski sudah ada kelompok yang melaporkan, bebas saja. Tapi si jonru tiba - tiba mendengar kabar ditangkap. Jadi Mereka tidak sadar kalau rakyat miskin menyadari ini. Dan mereka tidak sadar, situasi seperti ini akan berulang, akan terjadi ledakan yang luar biasa.


Meski satu tingkat masyarakat miskin gampang diajak kemana saja asal bisa mencukupi hidupnya, entah diajak untuk melakukan yang benar atau pun yang salah. Tapi hati, pikiran dan jiwanya tidak akan mengelabui perbuatannya. Yang pertumbukan ini jika terus menerus terjadi dalam dirinya, berujung manusia yang mati suri, yakni merasa halusinasinya menuntunnya kejalan yang benar, yang itu mengkristal menjadi manusia yang fanatik, yang sulit untuk diperbaiki.


Mereka seolah membina dan menciptakan manusia yang fanatik, yang tidak paham dengan diri mereka sendiri. Namun manusia fanatik yang mereka bina dan ciptakan pasti akan memakan mereka sendiri. Seperti anjing kelaparan memakan tuannya.


Salaam

No comments: