Pemerintah memberikan santunan bagi 44 ahli waris petugas ad-hoc pemilihan umum (pemilu) yang meninggal dan mengalami kecelakaan kerja/sakit, yang dibayarkan melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan dengan total anggaran hingga Rp2,6 miliar.
"BPJS Ketenagakerjaan memberikan manfaat Jaminan Kematian (Jkm) kepada 35 kasus dan manfaat Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) kepada sembilan kasus," ujar Menko PMK Muhadjir Effendy saat simbolisasi penyerahan bantuan di Kemenko PMK, Jakarta, Selasa.
Menko Muhadjir mengatakan mereka yang mendapatkan santunan adalah petugas yang terdaftar kepesertaannya di BPJS Ketenagakerjaan. Adapun keseluruhan petugas pemilu yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan sebanyak 1.061.428.
Dari jumlah tersebut yang terdaftar melalui KPU sebanyak 960.673 orang dan melalui Bawaslu sebanyak 100.755 orang. Sementara dari data Kemenkes, petugas yang meninggal sebanyak 114 orang.
Muhadjir mengatakan penyerahan santunan ini sebagai bentuk kehadiran pemerintah dalam memberikan penghargaan atas pengabdian para petugas ad-hoc pemilu.
"Serta untuk memastikan keluarga yang ditinggalkan dapat melanjutkan kehidupannya dengan lebih baik dan menghindari jatuh miskin, sehingga status kesejahteraannya tetap terjaga," ujarnya.
Sementara itu Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo mengatakan pemberian santunan kepada ahli waris nominalnya berbeda-beda. BPJS Ketenagakerjaan membagi ke dalam tiga kategori yakni meninggal saat bertugas (14 Februari), meninggal sebelum bertugas, dan yang masih menjalani perawatan.
Untuk meninggal saat bertugas diberikan santunan sekitar 48 dikali gaji/upah yang diterima, sementara meninggal sebelum bertugas sebesar Rp42 juta/orang.
"Ditambah beasiswa pendidikan mulai dari pendidikan dini hingga jenjang pendidikan tinggi, bagi anak-anak yang ditinggalkan orang tuanya saat bertugas," kata Eko.
Sementara mereka yang tidak terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan dan meninggal atau mengalami kecelakaan akan diberikan santunan oleh KPU maupun Bawaslu.
Muhadjir minta seleksi petugas Pemilu sertakan tes kesehatan
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy meminta seleksi petugas Ad-Hoc pemilihan umum (Pemilu) menyertakan tes kesehatan, guna menekan angka kematian maupun sakit.
"Memastikan petugas Ad-Hoc harus ada seleksi kesehatan," ujar Muhadjir di Jakarta, Selasa.
Sebelumnya, berdasarkan data Kementerian Kesehatan terdapat seratusan petugas Pemilu yang meninggal dunia. Angka tersebut belum ditambah dengan mereka yang sakit.
Muhadjir mengatakan para petugas Ad-Hoc Pemilu harus memiliki rekam medis yang baik. Mereka harus dipastikan sehat, mengingat tugas-tugasnya selama Pemilu sangat berat. Bahkan, kata Muhadjir, terdapat sejumlah petugas Pemilu yang bekerja dari shubuh hingga shubuh.
Dari laporan yang diperolehnya, rata-rata petugas Pemilu yang meninggal memiliki penyakit komorbid. Dengan demikian, kesehatan petugas harus dipastikan sehat.
"Untuk mereka yang menanggung penyakit, komplikasi atau komorbid tertentu, tentu ada batas-batas tertentu. Mana yang bisa jadi petugas, mana yang tidak. Perlu jadi catatan, karena kerja petugas Ad-Hoc spartan. Endurance-nya tidak teratur, perlu kondisi yang prima," katanya.
Di samping itu, para petugas Ad-Hoc juga harus harus terdaftar di kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan. Hal itu dilakukan untuk menjaga diri dari berbagai kemungkinan yang tidak diinginkan.
"Pemilu ke depan, seluruh petugas Ad-Hoc Pemilu masuk asuransi ketenagakerjaan. Sehingga kalau ada sesuatu, ahli waris tidak diberikan beban," kata dia.
Sebelumnya, Pemerintah memberikan santunan bagi 44 petugas Ad Hoc pemilihan umum yang meninggal dan mengalami kecelakaan kerja/sakit, yang dibayarkan melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan dengan total Rp2,6 miliar.
"BPJS Ketenagakerjaan membatalkan manfaat Jaminan Kematian (Jkm) kepada 35 kasus dan manfaat Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) kepada sembilan kasus," ujar Muhadjir.
No comments:
Post a Comment