Wednesday 16 May 2012

Mei Dan Reformasi

Mei Dan Reformasi

Tak terasa sudah 12 tahun peristiwa reformasi telah berlalu. Dan yang teristimewa puncak peristiwanya terjadi di bulan mei 1998. Bulan mei seperti "may" dalam bahasa inggris diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia menjadi semoga atau mungkin atau boleh, sehingga dapat diidentikan bulan mei itu sebagai bulan yang harapan dengan berbagai kemungkinan upaya penerobosannya.

Menyambungkan satu makna pada kata yang berbeda yang hampir mirip sebagai asumsi dibolehkan menurut logika berpikir yang memenuhi nilai - nilai kemanusian. Barangkali begitu, jika ini dilihat dari peristiwa sejarahnya bangsa Indonesia, yang terjadi di bulan mei 1998. Teristmewanya lagi adalah dihiasi dengan terjadi peristiwa – peristiwa tentang pembentukan jati diri bangsa.

Satu peristiwa pembentukan jati diri bangsa, diawali oleh peristiwa sejarah yang disebut dengan perintis kemerdekaan, sebagai satu bentuk keinginan yang bulat untuk hidup bersama kedalam satu bangsa, yaitu berdirinya Boedi Oetomo, ini juga terjadi di bulan mei. Kemudian lahirnya organisasi kebangsaan itu diperingati sebagai hari kebangkitan nasional, setiap tanggal 20 mei .


Selanjutnya, lahirnya Bapak Pendidikan nasional, Ki Hajar Dewantoro juga di bulan mei, tepatnya setiap tanggal 2 mei, peringatan Hari pendidikan Nasional itu dijadikan momentum sebagai semangat kebangsaan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dengan mencontoh kepada semangat dan pergerakannya yang telah dirintis oleh Ki Hajar Dewantor, dengan satu semboyannya yang sangat indah, tajam dan sarat keteladanan, yaitu “ing ngarso sung tulodo ing madyo mangun karso tut wuri handayani”.


Semboyan itu adalah sebagai bentuk dari buah pikirnya selama mengabdikan dirinya didalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Kemudian semboyan itu dijadikan semboyan bagi Pendidikan Nasional hingga sekarang.


Sampai disini dari dua peristiwa itu, telah sedikit memberikan gambaran satu keinginan yang sama dari semua komponen bangsa, yaitu keinginan bersama, maju bersama dalam satu ikatan bangsa dan negara, didalamnya saling menjaga martabat dan kerukunan hidup yang menjunjung nilai – nilai keteladanan hidup dalam satu bingkai yang sama, yaitu mencapai tujuan dan cita – cita yang sama.


Kemudian juga dari dua peritiwa itu, dilihat dari sisi lain, berangkat dari keinginan luhur diatas, adalah sebagai bentuk pemberontakan. Pemberontakan secara Ilmiah, yang mengedepankan nilai – nilai Logika berpikir, bukan diatas dorongan semangat frontal yang radikal, anarkis yang non Illmiah. Pemberontakan terhadap realita yang dihadapi dari segala bentuk pembodohan dan penindasan masal intelektual, terhadap saudara sebangsa dan setanah airnya, yang telah memperkosa nilai – nilai yang memenuhi harapan kemanusiaan.


Hal yang mei atau mungkin perlu diperingati adalah ketika nilai – nilai kemanusiaan ini mulai dilanggar dan ketika pula pergerakan – pergerakan perlawanannya mulai dominan memenuhi setiap isi kepala di setiap kepala anak bangsanya, maka ledakan itu tak kan bisa dielakkan lagi. Seperti Peristiwa Reformasi selusin tahun yang lalu, juga di bulan mei, terlepas dari berbagai pernak – pernik yang melatar belakanginya dan hasil dari reformasi selama selusin tahun itu lebih, dari tahun 1998 sd sekarang, baik atau buruk atau stag.


Itu intinya. Sebab sebagai manusia mahluk sosial adalah mahluk yang paling mulia, yang ingin dimulyakan dan memulyakan hidup, dirinya dan orang lain.


Bulan mei seperti awal pembukaan dan penutup disetiap perjalanan bangsa Indonesia, seperti dijalur pendidikan nasional, pendaftaran dan kenaikan kelas, tingkat terjadi diantara bulan mei.

Sunday 13 May 2012

Final Piala Champion 2012

Hampir seluruh pecinta sepakbola sejagad sudah memprediksikan final piala champion nanti bakal mempertemukan Real Madrid vs Baecelona, tak terkecuali saya dan pengurus FIFA.  Pengurus FIFA  sudah memplot kocokannya dengan sangat cantik waktu mau masuk ke babak perempat final, dimana kedua tim favorit tidak bertemu hingga partai final. Namun apa dikata, harapan berkata lain. Chelsea dengan mengadopsi  strategi catenacio sukses membendung Barca dan Bayer  berhasil memaku ronaldo Cs.

Banyak yang terpaku,, banyak yang  tak mengira, banyak yang kecewa, banyak juga yang senang.  Tak sedikit  jua diantara mereka yang senang  tim kesayangannya menang maupun yang kecewa jagoannya keok, tak sedikit yang dibumbui dengan memberikan argumentasi - argumentasinya dengan bebagai alasan yang tidak masuk, lebih karena diatas penilaian rasa kecintaannya. Sama seperti komentator yang cakap bicara tapi tak pernah berbuat yang sama , bahkan prestasi yang sama. Komentator yang tidak lagi sekedar sebagai sejawat reporter yang membuat pertandingan tidak dingin dan sepi,  tapi sudah seperti pernah mengalaminya ataupun seolah selalu ikut bersama pelatih dari tim yang sedang bertanding, ketika pertandingannya berlangsung.

Pertandingn langsung final piala Champion nanti juga sudah dipastikan bakal diramaikan kembali oleh para komentator dengan komentar – komentarnya yang berapi – api yang tak ada apinya. Tapi yang pasti laga Final akan digelar kalau tidak ada aral dan rintangan.  Laga Final  nanti tetap bakal menarik, meski tidak ada  pemain mega bintangmya. Inini  adalah final Ideal .

Final  Chelsea dan Bayer Munchen, laga  yang akan dibumbui oleh perseteruan dendam lama antara tim Inggris dan German.  Satu catatan saja, melihat dari jalannya semifinal kemaren dan pertandingan   dari kedua tim. Chelsea  mengedepankan focus dan seriusnya, sedangkan  dan Munchen dengan mengedepankan ketenangan. Keduanya sama – sama dipecundangi di laga lokalnya.

Bayer Munchen sedikit lebih diunggulkan diunggulkan karena menjadi tuan rumah.  Tapi bagimu, terserah apa katamu, mana yang kan kau pilih ataupun tidak memilih. Izin kan saya untuk  meng-unggulkan Bayer Munchen. Bagimu terserah apa katamu.. Namun pilihan itu akan terus berubah sampai dengan hari ha.  Satu yang tidak akan berubah pisgor dan kopinya.

Thursday 10 May 2012

Amoral Seorang Bapak

Amoral Seorang Bapak

Dari semua peristiwa tindak kejahatan, yang paling tidak bermoral adalah kejamnya seorang bapak menghamili anak kandungnya sendiri. Biadab.


Membaca berita ini, membuat makan tak berselera, ingin rasanya memecahkan kepala si bapak yang amoral itu. Meski anak itu bukan anak kandung saya, bukan saudara sedarah ataupun sanak familiy. Tapi kemarahan dalam ikatan satu bangsa.








Apa yang menimpa anak sekecil itu, terasa menusuk ulu hati. Dan Si bapak berhak melemparkan ayat - ayat setannya sebagai alasan pembelaannya, tapi itu tidak akan mengubah stempel amoralnya, biadabnya. Perbuatannya tak termaafkan.


Perbuatan seperti itu, tidak bisa disalahkan oleh karena pengaruh external oleh eforianya sex bebas, prilaku sex menyimpang dan problem penyaluran sex, tapi sekalipun demikian, tidak bisa dipungkiri itu juga ikut mewarnai yang melatarbelakangi birahinya.


Didalamnya sudah bertumpuk antara minimnya bekal pendidikan, status sosial, perlakuan sosial dan pengaruh sosial. Dan itu tidak bisa diurai lagi untuk dibedah, mencari yang menjadi penyebab utama prilaku menyimpang yang amoral.Itu sudah satu kesatuan yang melebur seperti makanan baru yang bantat, keras dan kesat rasanya.


Walaupun hukuman berat sudah dijatuhkan sebagai ganjaran, namun itu tidak akan mampu mengembalikan suasana kejiwaan anaknya hingga ia tumbuh dewasa.


Walaupun semua pihak telah menyaksikan imbalan hukum, mereka semestinya sadar ini adalah masalah besar yang tersembunyi yang bagaikan gunung es.


Tindakan yang diperlu kedepannya, yang terdekat adalah menyelamatkan anak sebagai korban. Memulihkan traumanya, membangkitkan semangat hidupnya, meyakinkan kembali harga diri dan keceriaannya yang telah hancur meledak berkeping - keping oleh kebiadaban seorang teroris terhadap kedaulatan keluarga, yang seharusnya melindungi, mengayomi dan menafkahinya jika memang tidak bisa mendidik dan membina.


Langkah kedua, si anak juga harus dioperasi, mengangkat janin jika ada yang jadi, sama seperti mengangkat tumor, bukan membiarkan anak yang didalam kandungannya dibiarkan tumbuh. Sebab itu malah akan merusak perkembangan kejiwaan si anak yang mau dipulihkan kepercayaan dirinya.


Ketiga, andil besar Pemerintah dalam kasus seperti ini adalah segera membuat program konkrit pemerataan kebutuhan pendidikan dan penghidupan ke segala pelosok di wilayah NKRI, melibatkan semua struktur aparat dan komponen masyarajat. Jangan ada satu warga negara pun yang luput dari perhatian.


Perhatian dalam kebijaksanaan bukan diatas keprihatinan ataupun kecurigaan atau atas nama kemanusiaan a, c ,d pada pelaku. Sebab ini adalah masalah bangsa yang konkrit, masalah generasi.




Wednesday 9 May 2012

Peranan Orangtua Mendidik Dan Membina Anak

Peranan Orangtua Mendidik & Membina Anak

Judulnya sudah tidak aneh ya... Sudah sering didengar, sering dibaca, bahwa dalam mendidik anak tidak cuma cukup hanya sekedar memberinya kebutuhan hidup saja. Bahkan mungkin diantara kita juga pasti ada yang sudah menerapkannya dengan baik.






Tapi tidak apa - apa juga kan kalau menulis lagi tentang ini?


Mudah - mudahan ada manfaatnya, ada sesuatu yang baru yang bisa diambil dalam tulisan ini.


Dan tulisan ini juga menyambung dengan tulisan saya tentang "Insting Bringas", judul itu berangkat dari kegetiran membaca berita atas peristiwa pembunuhan kakak kandung sama adik. Pada tulisan disini lebih diperjelas ke sasarannya, tapi bukan tentang peristiwanya yang mau dikupas, tekanannya pada sebab akibatnya.


Nah dalam hal ini mau mengupas tentang bagaimana peranan orang tua mendidik dan membina anak menjadikan si anak kelak besar berlaku seperti doa orang tua ketika anak baru lahir.


Peranan orang tua didalam mendidik dan membina anak itu menjadi sangat menentukan didalam pembentukan mental dan kepribadiannya. Walaupun ada juga pengaruh besar dari lingkungan dimana si anak tumbuh besar ( baik yang buruk maupun yang baik ), serta sifat - sifat yang melekat bawaan lahir.


Pengaruh - pengaruh itu bisa dikelola dengan baik jika orang tua memberikan porsi besar mengambil peranannya dalam mendidik dan membina anak. Sebaliknya jika tidak begitu, maka si anak akan digulung dengan pengaruh - pengaruh luar yang tiada henti datang bertubi-tubi dari segala penjuru, lingkungan, media. Bersyukur kalau yang diserapnya pengaruh baik saja, tapi kalau pengaruh buruk ?


Bisa - bisa sesal kemudian tak mungkin dikembalikan. Disini yang harus diperhatikan dan dipahami adalah pengaruh - pengaruh dari luar ini tidak bisa dihindarkan. Dengan begitu, kita sebagai orang tua dapat menyadari, dalam mendidik anak itu tidak cepat memberikan batasan - batasan geraknya atau dicecar dengan larangan yang ujungnya jadi sering mengumbar kata - kata larangan. Ini selain tidak akan menghasilkan terbentuknya karakter anak yang kelak besar siap mamdiri pada saat memasuki usia sekolah, sebaliknya hanya akan membuat kita jadi uring - uringan dibuatnya.


Kenapa demikian?


Sebab semakin sering kita menanamkan pada anak larangan, itu akan mematikan kreativitasnya yang sedang tumbuh dan mesti diasah. Tumbuh berkembangnya kreativitas pada anak itu tidak akan berjalan dengan sendirinya, harus ada yang lain yang menuntunnya,  harus ada orang lain yang membantunya, hingga si anak terlatih dan terasah. Itu yang disebut diarahkan bakat dan


Dalam mengarahkan ini dibutuhkan kesabaran yang luar biasa. Dan kalau kita kurang sabar dan telaten, jangan kaget nantinya. Sebab tidak jarang malah akan membuat si anak tidak betah dengan apa yang sedang dikerjakannya, karena pada usia tersebut apa yang dilakukan anak itu sekedar coba - coba, sekedar ingin tahu saja. Jika pada fase ini jika terlewati jangat kaget lalu si anak menjadi lebih mengakrabi pengaruh dari luar.


Sederhananya, ada beberapa point yang harus diupayakan untuk dihindari sebagai langkah:


  1. Tidak membanggakannya atau mengeluhkannya pada orang lain, apalagi didepan si anak.

  2. Tidak memarahinya didepan saudaranya apalagi didepan umum

  3. Tidak ikut campur apalagi membelanya ketika si anak berkelahi dengan temannya.

  4. Membiasakan kepada si anak untuk segera minta maap pada temannya jika lagi berselisih.



  5. Perhatikan perkembangannya dari kejauhan, tidak lekas curiga dengan aksi perubahan sikap si anak dan menegurnya.

  6. Jangan terlalu sering memerintahkan anak untuk belajar.

  7. Berikan hukuman jika si anak melakukan kesalahan, tapi tidak memberatkannya disesuaikan tingkatan usianya, diikuti dengan memberikan peringatan.

  8. Jangan sekali - sekali keluar kata perintah kepada si anak ganti dengan kata permohonan "bisa tolong / bantu"


Demikian, semoga ini bisa diterapkan oleh orang tua dengan segala status sosial ekonominya. Tapi poin - poin diatas juga akan gugur bila tidak ada ketauladan dari kedua orang tua dan tidak ada kerjasama yang baik dari ayah dan ibunya dengan kadar sayangnya yang tidak seiring diantara keduanya.

Friday 27 April 2012

Rumah Tinggal

Pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia yang pesat sebagai tanda tegaknya kedaulatan Negara. Kedaulatan ini harus di imbangi dengan arah pembangunan yang jelas bagi terciptanya perputaran ekonomi yang dinamis dengan memaksimalkan sumber alam dan sumber daya manusianya yang didalamnya didorong oleh sistim pengupahan yang layak hidup kearah sejahtera. Jika tidak, Kedaulatan itu hanya sebatas kemerdekaan tinggal dan berserikat. Mendorong rakyat untuk berkompetisi adalah baik dan sangat dianjurkan, sebab itu dapat memacu peningkatan kemampuan potesinya. Namun, membiarkannya berkompetisi tanpa ada pembinaan, arahan dan kontrol dari pemerintah, memicu terciptanya hukum rimba, manusia satu dengan yang lain saling bergesekan tak terkendali. Satu tingkatan kondisi itu dapat menguntungkan pemerintah, mengurangi beban. Tapi pada 3 tingkatan diatasnya, dalam jangka panjang, membuat dinamika ekonomi menjadi stag, berkutat dilingkaran tertentu. Tentunya ini memberikan peluang besar bagi terciptanya persaingan yang kian tidak sehat, menumbuhkan bibit gangster - gangster yang siap membunuh siapa saja. Dan ini sudah terjadi, contoh - contohnya banyak, Parpol salah satu gangsters formal. Itu semua adalah hasil dari pembangunan sebelum - sebelumnya. Dan ujungnya terus terjadi tolak tarik.

Tolak tarik pembangunan sudah pasti menghambat cita - cita Negara, membuatnya tidak pernah menunjukkan peningkatan yang significant, slalu tertinggal 2 langkah dengan negara tetangganya, bahkan oleh negara Vietnam sekalipun. Disamping itu memperburuk norma - norma kaidah hidup yang selaras etika peradaban yang memenuhi harapan kemanusiaan dalam ikatan berbangsa dan bernegara. Kembali muaranya adalah akibat tidak jelasnya arah, tumpang tindihnya pengaturan, hingga mengabaikan jeritan suara rakyatnya.

Bagi Rakyat, negara menjadi rumah tinggalnya. Yang dibutuhkan mereka bukan dibuatkan tempat tinggal, sebab tempat tinggal itu adalah hak asasi. Berdirinya tempat tinggal sepadan dengan kesejahteraannya, artinya ditentukan oleh tingkat kemampuan finansialnya. Kemampuan finansial ditentukan oleh pekerjaannya. Berikan pekerjaan yang diupah pantas layak hidup, bukan alakadarnya diatas belas kasihan (sisthm upah buruh harian/bulanan lepas yang menyayatkan) dan mengukur tingkat pengabdiannya ( sistim upah honorer cpns yang menganiayakan). Sebab itu adalah bagian dari bentuk penyelewang Pemerintah pada Negara, melakukan pembiaran dan pengabaian terhadap satu unsur dari negara, sdm.

Tuesday 24 April 2012

Tawuran Bagian Dari Budaya Bangsa

Tawuran Bagian Dari Budaya Bangsa
Perkelahian masal atau akrab sering disebut tawuran, jadi sering terjadi. Tawuran bukan lagi satu - satunya menjadi milik pelajar. Ada tawuran antar kampung di beberapa tempat masih dianggap rawan terjadi letupan - letupan. Ada tawuran antar suporter bola, suporter bola dengan warga. Tawuran antar geng. Dan yang semodel dengan tawuran, pertikaian sengketa lahan... dan masih banyak lagi.. dengan bermacam peristiwanya. Itulah potret sisi kelam di negeri ini.

Melihat kenyataan sisi kelam ini, layak untuk kita berlapang dada, kalau tawuran itu diakui sebagai bagian dari budaya bangsa kita. Tawuran merupakan expresi dari bentuk semangat kebersamaan, peleburan dari rasa solidaritas. Tentunya, ujud dari kebersamaan, kebersamaan  pada sisi negatif dari sebuah kehidupan sosial budaya, yakni sebagai bentuk penyimpangan dari kaidah normatif yang telah dinormakan. atau penyakit buruk prilaku sosial atas sebuah pemahaman rasa solidaritas.

Pengecualian untuk tawuran antar pelajar dan tawuran antar suporter, secara umum, inti yang melatarbelakanginya adalah persoalan adanya ketidakadilan atau menganaktirikan. Dan mudahnya mereka terpancing kedalam kemarahan masal oleh sedikit letupan (gampang terprovokasi) diatas semangat kebersamaan pada sisi negatif, secara kasat mata bisa dilihat suasana keseharian dan ruangan di wilayahnya. Secara umum adalah masalah status sosial dan tingkat taraf ekonominya, diatas kondisi itu terbentuk rasa yang sama senasib seperuntungan, dimana rasa ini mudah sekali meledak kapan saja ketika menyentuh ke persoalan rasa dan harga dirinya. Kemudian diterjemahkannya kedalam tindakan  masal sebagai ungkapan kekuatan harga dirinya, yang mereka sebut itu adalah bentuk  dari rasa solidaritas.

Doeloe ada tawuran antar kampoeng yang sudah terus menerus dari generasi ke generasi, sudah seperti tradisi musim - musiman. Tapi sudah tidak lagi, setelah sebagian besar warga di kedua belah pihak, hidupnya sejahtera. Jadi sepertinya, dari sedikit gambaran diatas, ada korelasi antara tingkat kemakmuran dengan semangat tawuran. Cuma hipotesa ini masih mentah, karena ini seolah terpatahkan oleh adanya tawuran antar pelajar, tawuran antar suporter, tawuran antar geng, kemudian tontonan itu dilengkapi oleh bagaimana sikap para anggota dewan, kalau mereka ketemu sidang yang alot, deadlock, tidak ada kata sepakat, maka membahanalah keluar gemuruh sorak cemooh disana, kesemuanya sadar atau tidak sadar memberikan contoh membentuk karakter yang sama pada generasi berikutnya. 

Berkaca dari gambaran di atas, dilihat pada status sosialnya. Dimana sebagian besar dari mereka itu, apalagi anggota dewan, bukanlah kelompok dari golongan orang  - orang yang minim taraf hidupnya, bahkan daiantar mereka, rata - rata diatas lebih diatasnya lagi diatas rata - rata hidup sejahtera.

Lalu apa esensi dari tawuran ini kalau kita tak sudi mau berikhlas hati, mengatakan itu adalah bagian dari budaya bangsa? 

Exploitasi kemarahan yang membabi buta secara masal, amuk masa tak terkendali tiada mampu diredam jua, dihati - hati mereka, sekalipun pendidikan moral/ahlak slalu dikumandangkan dimana -mana? Belum lagi gaya petangtang petengteng karena mentang - mentangnya. Jika kita ada disana, ditengah - tengah amukan, seperti berada di ruangan angker, kaya di alam liar, bringas dan buas. Seperti sebuah negara yang tak bertuan, negara yang tidak ada negaranya.

Setiap negara memiliki dasar negara sebagai titik pijaknya disaat akan melangkah. Salah satu dasar dari dasar negara kita, adalah kerakyatan sama dengan kebersamaan semangat bergotong royong, bermusyawarah untuk mufakat, kemudian kata khidmad memberikan pembatasan bagi tumbuhnya semangat kebersamaan yang negatif dan anarkis, dengan kata lain semangat keinginan mau menegatifkan sikap solidaritas negatif. Tapi apa mau dikata, secara tidak sadar, banyak yang memberi contoh bagi tumbuhnya semangat mufakat kearah negatif, membuat persekutuan - persekutuan yang memancing saling berbisik saling menghasut, walau awalnya mungkin tidak sampai kearah itu, tapi mungkin pula lupa, sebab siapa yang membendung kebiasaan berbisik dalam persekutuan?

Ini baru satu, belum dikaitkan lagi dengan dasar - dasar dari dasar negara yang lainnya. Maka dibutuhkanlah sebuah teori/ ajaran yang mampu menjawab dari semangat yang terkandung dalam dasar negara kita. Sayangnya semua sudah menerima kalau dasar negara ( Pancasila) itu Ideologi. Yang padahal itu adalah visi yang melekat dengan misi yang mulia.

Kembali pada masalah kebersamaan pada sisi negatif, jika dilihat pada manusia sebagai mahluk sosial, ia sama dengan mahluk lainnya. Essensi mahluk sosial itu hidupnya berkelompok dalam mencari makan, menjaga lingkungannya batas kekuasaan. Jadi setiap mahluk hidup bisa bringas ketika wilayahnya dinganggu. Begitu dengan manusia, bringas pada manusia itu insting untuk menunjukkan kekuatannya, sama kaya mahluk lain, homo humini lupus.  Yang membedakan manusia dengan mahluk lainnya, selain sebagai mahluk sosial, manusia juga sebagai mahluk budaya. Budaya inilah yang memberikan penilaian "kebersamaan pada sisi negatif" pada hal - hal kehidupan yang tidak beradab atau biadab. Sedangkan kehidupan biadab jika dilihat dari sisi mahluk sosial ansih, itu kebersamaan yang semodel itu tidak biadab tapi alamiah, gerak ilmiah semua mahluk sosial.

Maka essensinya disini adalah pada persoalan budaya. Pembentukan budaya itu melalui proses pendidikan.
Jadi berbagai hiruk pikuk aneka tawuran yang sampai dengan hari ini terus saja muncul itu muaranya pada persoalan pendidikan.

Dalam hal ini bukan mau menampikkan hasil pendidikan. Dan memang tidak semuanya buruk dari hasil penyelenggaran pendidikan di negeri kita.. Tapi tengoklah sudah berapa lama negara ini berdiri?

Menulis Bukan Profesi

Menulis Bukan Profesi
Setelah sering secara sekilas melihat beberapa judul dan isi dari tulisan seputar tentang nulis menulis dan profesi menulis. Mendorong saya untuk menyampaikan sesuatu, yang mudah - mudahan bisa menjadi sesuatu.

Setiap kali membaca, intinya hampir sama, kesemuanya didorong oleh motivasi kalkulasi uang. Tidak salah  tentunya jika penulis memberikan penilaian, kebanyakan sebagian orang tergiur untuk jadi penulis, salah satunya oleh pengaruh iming - iming hitungan duit, dari situ kemudian mencoba dengan kerasnya menulis, agar terwujud hasil segera seperti dalam gambaran dari kalkulasi uang, dengan kata lain impiannya.

Ketika hasil ternyata tidak sesuai dengan harapan, banyak yang patah arang. Sedangkan yang bertahan berusaha menengkan hatinya sendiri, biasanya untuk sekedar menjaga rasa kecewa terdalam dari jerih payahnya tidak terus menyakiti hidupnya, muncullah kata - kata kiasan pembelaan : "walau penjualan minim saat ada yang membeli adalah saat terindah seperti melahirkan bayi yang disenangi orang lain", " tidak masalah belum ada yang beli, kami senang ketika tulisan kami sudah beredar di etalase toko - toko buku", dsb. Beginilah semisal ungkapan bilamana menulis didasari motivasi imbal balik.

Maka seperti merek roti eceran silih berganti nama merek menghiasi etalase elang warung - warung di pinggiran jalan, jadi seperti main judi, untung - untungan. kalau laku tenar kalau tidak meratap mengelus dada, seperti kaum urban mencari peruntungan. Seperti serangan fajar multi - multi level marketing menjanjikan kemegahan dari orang - orang yang rindu dihormati sebagai pemimpin. Membuat Tulisan kehilangan ruh-nya.

Menulis adalah menuangkan buah pikiran, guratan hati, gagasan, menguraikan pengalaman, melukiskan imajinasi, untuk dibagi dan berbagi. Isi tulisan menyampaikan pesan dan tulisan dapat mempengaruhi peradaban. Dengan begitu menulis sama dengan menjaga kelangsungan peradaban, baik dalam dunia satra, perkembangan sosial budaya maupun Ilmu Pengetahuan. Sehingga menulis bukan profesi, hasil adalah akibat atau efek samping bukan sebagai pendorong orang untuk giat menjadi penulis.

Sebutan profesi pada seorang penulis adalah sebutan dari para pembacanya bukan dari si penulis itu sendiri yang menyebutkannya, bahwa dirinya berprofesi sebagai penulis. Semakin banyaknya media untuk menuangkan tulisan banyak yang membuat tulisan. Ini baik bagi perkembangan daya nalar. Mereka jadi gemar menulis sekedar hobi, kebutuhan dan aneka macam latarbelakangnya.

Dari sekian banyaknya talenta baru bermunculan, namun tidak sedikit yang kandas ditengah jalan. Masalahnya juga macam - macam, ada karena kesibukannya, ada juga karena minimnya informasi kaidah menulis yang dimiliki, karena upah, pendapatan yang diterima penulis tipis dan lain sebagainya.

Sebaliknya tidak sedikit pula yang menghindar untuk menjadi penulis setelah melihat, membaca  tulisan tentang minimnya pendapatan yang diterima si penulis dari upahnya menulis.

Sekalipun demikian tidak menyurutkan calon talenta untuk tetap dlgiat bikin tulisan. Tidak menjadi sesuatu yang tabu jika sekarang banyak juga yang terdorong menjadi penulis oleh desakan ekonomi, susahnya mendapatkan penghidupan.

Nah, kalau dibolak balik ketiganya sama, motivasinya adalah hasil akhir. Dan motivasi inilah yang menentukan isi tulisan itu berkualitas atau biasa - biasa saja.

Tulisan berkualitas mampu merubah paradigma, mampu mempengaruhi logika berpikir, mampu membangkitkan emosi, bahkan bisa membuat sebuah trend. Itu adalah Nilai sebuah tulisan, akan tetapi bila nilai itu dapat melemahkan semangat menulis, sama dengan masih terjebak kedalam motivasi akhir.

Menulislah apa yang dirasa, kegundahan yang dipunya dan uneg - uneg yang ingin disampaikan atau sekedar berbagi informasi dan pengetahuan adalah menularkan kecerdasan wawasan, pengetahuan dan keterampilan. Sedangkan hasil akhir hanyalah akibat, seperti menanam sesuatu, maka panen adalah akibat dari tujuannya, yaitu berusaha mengetrapkan teori dan praktek bercocok tanam. Hasil akhirnya seberapa jauh tulisan diterima oleh pembacanya.

Memanglah tidak mudah membuat kesesuaian pesan antara apa yang dibenak dengan hasil menggoreskan sebuah tulisan. Jadi teruslah berproses, hingga proses itu semakin matang dalam kesesuaiannya, jangan dulu berpikir tentang pembacanya, berpikir saja apa yang ingin dituangkan.. Tulis..
Menulis.. Tulis.. Menulis.. Penulis..

Sunday 1 April 2012

Tela'ah atas Sikap Presiden RI terhadap Hasil Sidang Paripurna

Mendengarkan paparan resmi pidato Presiden atas hasil sidang paripurna  DPR, 29 Maret 2012, walau tidak menyimaknya dengan tuntas, perlu diketahui, tidak menyimak dengan tuntas itu bukan karena  tidak menghormati Beliau, dimana sebagai warga negara yang baik, selayaknya mau mendengarkan dengan seksama dengan penuh perhatian.  Dan juga bukan karena sudah terbentuk apriori atau tidak suka secara pribadi oleh faktor a atau b atau c atau d atau z, padanya. Itu  semua dikarenakan oleh sebab paparan awalnya.

Setelah menyimak beberapa kalimat awal dari paparannya, isi paparannya itu sudah cukup menggambarkan sikap Presiden atas hasil akhir rapat sidang paripurna DPR kemaren itu, dan juga sudah cukup mewakili semua uraian yang akan disampaikannya saat itu secara keseluruhan. Dan tentunya disini yang menarik adalah sikap Presiden dari mulut, mimik dan motoriknya

Sikap Presiden, dari sisi pribadi Beliau sebagai pribadi dalam setiap menyikapi norma tata tertib dalam bernegara, sudah dipastikan dapat menerima. Dari sisi sebagai  Pengemban mandat pemerintahan yang didalamnya memiliki rencana, menerima walau agak pilu diwajahnya.. Sedangkan sebagai bagian dari kelompok partai birunya, nah ini yang paling menarik, Beliau condong memperlihatkan geramnya dengan menyebut - nyebut sebutan kata koalisi di perparah, oleh karena, dari sudut penilaian penulis, tidak siap kalah dan tidak siap solusi pemecahannya, kalau naik ataupun tidak, maka yang ditonjolkan adalah membangga - banggakan diri atas prestasinya sendiri selama di daulat menjadi Presiden RI, ini lebih lucu dibanding lawakannya sule.

Sikap Presiden ini, kemudian disikapi dengan bermacam penilaian dari semua masyarakat Indonesia, jumlah yang menyeruak antara pro dan kotra bisa dikatakan  cukup berimbang, hanya yang diam saja yang sulit untuik  ditelaah berimbang tidaknya dengan jumlahnya orang menghujatnya, sebab yang diam bisa pro bisa kontra. Dan sikap Presiden ini semakin memperburuk wajah Indonesia berdasarkan penilaian dari telaah sikap Presiden sebagai bagian dari pemegang mandat pemerintahan dan sebagai baju biru..

Dan juga memang tidak penting membahas ini, seperti yang khalayak umum bisa merasakan sendiri, pencitraan menjadi headline setiap gerak langkanya. Namun bagi penulis menjadi Penting kalau beliau bersikap dalam menyikapi keputusan itu adalah bersikap sebagai pribadinya, karena itu lebih jujur dibanding kedua tadi. Implikasinya kedepan, rakyat membelanya sebenar - benarnya membela..

Saturday 17 March 2012

Tingkat Kesadaran Masyarakat Sudah Matang

Tingkat Kesadaran Masyarakat Sudah Matang

My note at Facebook, March 18, 2012.at 02:44



Membaca tulisan lugas seorang calon dokter, terdorong untuk membaca sekilas dari sk permenkes. Keduanya sangat intelektual dalam uraiannya, apalagi yang satu uraian sebuah SK, tentu uraiannya lebih sistimatis, meski secara umum SK, isinya slalu begitu, tidak mudah untuk dipahami sekalipun oleh praktisi hukum apalagi orang awam, bahkan kebanyakan juga dipastikan si pembuatnya sendiri pun belum tentu clear benar mengerti isinya, ini bukan mau mengecilkan kemampuannya, namanya juga model SK peninggalan prasejarah.




SK semodel itu, biasanya si penanggung jawab SK akan ketahuan tidak tuntas memahami apa yang dibuatnya kalau SK itu, muncul masalah dalam pelaksanaannya, yaitu ada gugatan hukum yang menarik-narik untuk mengkaji uraian SK tersebut. Dan jika sudah begitu, dalam perdebatannya, untuk menguatkan argumentasi ilmiahnya dari si penanggungjawab pembuat SK, biasanya akan melebar kemana-mana. Dan biasanya lagi, yang bukan yang bertanggungjawab / wali penanggungjawab / advokat / penasehat hukum malah suka melebihi takarannya dalam berargumentasi. Maap sedikit melebar ke model SK.


Kembali ke tulisan menarik dari seorang calon dokter, dokter gigi, tentang ruang lingkup kerja dokter gigi dengan permasalahannya berhadapan dengan para tukang gigi yang dibatasi oleh SK pencabutan praktek tukang gigi, kurang lebih begitu.


Saudara-saudara, kata "tukang" sudah menjadi kesadaran bangsa Indonesia,mungkin sejak zaman firaun, ditujukan pada keahlian sebuah profesi. Sehingga secara harafiah kata Tukang itu, sebuah profesi. Kemudian dalam perjalanannya, sejalan dengan berkembangnya tingkat pendidikan, status sosial dan persentuhan sosial, mulai sedikit dibedakan maknanya dalam status sosial, antara tukang dengan profesi yang berstatus profesinya, profesional. Pembeda ini selain sebagai pamor gengsi juga menunjukkan pada strata-nya dengan label titelnya. Padahal kalau dilihat makna asalnya, keduanya adalah sama alias tidak beda. Tukang = ahli/pandai, Profesional = ahli/pandai.


Nah dengan begitu, dokter gigi juga bisa dikatakan tukang gigi.


Kemudian tukang gigi yang bukan dari dokter gigi, di SK disebut kata tukang gigi, ini bisa kena juga kepada dokter gigi. Sebaiknya jika yang dimaksud oleh SK tersebut adalah tukang gigi yang bukan dari lulusan dokter gigi, harusnya dicantumkan kata setelah tukang gigi, bahasa sederhananya "tidak bersertifikat dokter gigi" atau "bukan anggota IDI". Cuma karna perkataan tukang itu sudah dianggap mafhum oleh kalangan umum, mungkin menurut si pembuat SK, jadi dengan "Tukang" saja sudah bisa mengena pada sasarannya. Meski dari sudut hukum bisa menimbulkan lahan /celah, memancing gugatan balik kalau dikemudian hari muncul masalah secara massive.


Terakhir yang menarik ya tulisan dokter gigi itu. Menariknya karna sistimatik dalam mengurai masalah, harapan dan pemecahan solusinya.


Sebagai penutup sedikit tentang kenyataan Masyarakat Indonesia sekarang. Bahwa masyarakat Kita sekarang sudah cukup matang dalam menentukan pilihan hidupnya, juga dalam menentukan alternatif pengobatan kesehatannya. Kalaulah diantara mereka itu masih banyak yang lebih memilih tukang gigi yang bukan lulusan dari dokter gigi, ini jauh kaitannya dengan tingkat pendidikannya. Tapi lebih kepada kemampuan financialnya.




Bayangkan saja, ada juga seorang sarjana S2 pun banyak yang tidak ke dokter gigi karna belum bekerja, atau pun bekerja tapi masih pekerja lepas harian dalam arti belum menemukan pekerjaan yang menghargai S2nya.Jadi yang harus dibenahi, dimulai dari pembangunan Pendidikan yang beriringan dengan meningkatkan sumber2 Industri baru dengan terobosan baru dan berani, yang pemerintahnya bukan mendorong-dorong masyarakatnya untuk menciptakan lapangan kerja.


Penting diusulkan kepada pemerintah oleh dokter gigi, bukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk pergi ke dokter gigi. Tapi mendorong pemerintah melalui IDI untuk memperluas industri yang menyerap banyak SDM.. Sehingga memudahkan kerja untuk meningkatkan kesadaran masyarakat pentingnya menjaga kesehatan gigi.

Saturday 7 January 2012

Awal Tahun 2012

Awal Tahun 2012
Permulaan awal tahun, diawali dengan cuaca yang sedikit tidak bersahabat. Cuma kalau dibeberapa lokasi di DKI dan sekitarnya akibat cuaca, pohon - pohon pada tumbang, papan reklame rubuh dan terjadi longsor di jalan tol, itu bukan peristiwa kejadian alam, tapi musibah akibat kesalahan manusia, lebih tepatnya bentuk ketololan dari, baik yang menanam dan membangunnya juga yang terlibat didalamnya, baik secara langsung maupun tidak. Jadi tidak menarik untuk didalami lebih jauh. Nah, yang paling menarik adalah diawal tahun ini terjadi bentrokan antar warga/kampoeng dibeberapa tempat di wilayah Republik Indonesia ini.

Republik Indonesia, masyarakatnya masyarakat pancasila, kehidupannya berpancasilais.Lihat saja lima butirnya didalamnya adalah menggambarkan kehidupan sosial budaya dari kekhasan setiap etnis dan bangsa - bangsa( bhineka ) dalam keutuhan bangsa sebangsa kedalam satu ikatan setanah air, Republik Indonesia. Lima dasar menjadi kata kunci sosial budaya, kata kunci yang ingin ditampilkan kepermukaan dari kenyataan bentuk tatanan hidup bangsa Indonesia sejak kakek-kakekku kakek-kakekmu bisa berdiri. Kemudian ini menjadi satu bentuk dogma, berlanjut hingga kini terus dibangkit-bangkitkan kembali sebagai bentuk penawaran dogma, hidup berPancasila.

Kehidupan masyarakat Pancasila digambarkan terlalu berlebihan. Sebagai harapan sih oke - oke saja, tapi kalau sudah menyentuh dogma ini menjadi timpang, sebab Pancasila itu sendiri merupakan gambaran khusus ( penonjolan sisi baiknya) dari kehidupan sosial budaya bangsa Indonesia. Hal yang dilupakan didalam jiwa pancasila adalah satu kenyataan yang terpendam dibalik lima butir sebagai kata kunci tadi, yaitu mudah diajak musyawarah mudah pula disulut masalah. Apalagi kalau dijejer setiap butirnya, dari ketuhanan..sampai keadilan, masing - masing butir, ada yang tersembunyi dari kenyataan negatif/buruk dari watak & kebiasaan-nya. Belum nanti ini digandeng dengan pengaruh pendidikan dan pergaulan dengan dunia luar. Apalagi kini, era sudah banyak berubah drastis, jaringan sosial dunia maya telah membuat dunia satu bangsa.

Kembali ke masyarakat Pancasila, bayangkan satu bentuk budaya asli bangsa pada sisi negatifnya yang ingin dinegatifkan dalam kenyataan sosial, dimana yang perlu disadari, bahwa, yang negatif itu takkan pernah hilang, sebab itu bersemayam didalam dada bangsa Indonesia. Kemudian masuklah dunia politik dalam arti, arti politiknya menurut pemahaman politik dari para politisi dan pengamata politisi. Maka, masyarakat ini akan mudah dijadikan objek dengan model pemicu macam2 dalam situasi & tujuan apa saja.

Hal yang paling fundamental untuk menghilangkan kebodohan adalah dengan pendidikan.Namun yang teramat sangat fundamental adalah Negara ini tidak pernah serius membangun pendidikan. sebuah Kontruksi Pendidikan Pembebas Kebodohan Masal.