Thursday 6 January 2022

Harga Minyak Goreng di Korut 'Meroket' Jadi Rp718 Ribu per Liter

Harga Minyak Goreng di Korut 'Meroket' Jadi Rp718 Ribu per Liter

Harga Minyak Goreng di Korut 'Meroket' Jadi Rp718 Ribu per Liter


Kesibukan di Korea Utara. (AFP/Kim Won-jin)






Harga minyak goreng di Korea Utara melonjak hingga mencapai KPW45.000 atau setara Rp718 ribu per liter di tengah krisis pangan yang melanda negara itu.







Salah satu penyebab kenaikan harga ini ialah penutupan perbatasan dagang dengan China akibat pandemi Covid-19.


Sebelumnya, harga minyak goreng di Korut kurang dari KPW10.000 (Rp159 ribu) per liter. Namun, harga barang ini naik hingga sekitar KPW45.000 (Rp718 ribu) per liter.


"Kini (minyak goreng) dijual sekitar KPW45.000 (Rp718 ribu) dan sekarang ada masalah kelangkaan stok minyak goreng di stand karena jumlah yang tidak mencukupi di pasar, sehingga kadang masyarakat tak bisa membelinya," tutur salah satu warga di kabupaten Puryong, provinsi Hamgyong Utara kepada Radio Free Asia.


"Jika kamu tidak memiliki gula atau bumbu, kamu makan tanpa itu, tetapi minyak penting bagi diet kami. Meski demikian, sudah lama masyarakat bisa memasak menggunakan minyak goreng," warga tersebut menambahkan.


Sumber ini bercerita, ia baru-baru ini membeli sebotol kecil minyak goreng untuk Tahun Baru dan bertemu dengan sekelompok perempuan saat berjalan pulang ke rumah.


"Saya sangat kaget saat mengetahui mereka tak memiliki minyak goreng dalam waktu lama dan tak mengingat kapan mereka terakhir memiliki itu (minyak goreng)," ceritanya.







Seorang perempuan yang tinggal di sebelah saya mengatakan ia tak menggunakan minyak goreng sama sekali sejak musim gugur tahun lalu. Dia iri dengan minyak goreng yang saya punya."


Seorang warga lain yang tinggal di kota Manpo, provinsi Chagang, menuturkan minyak goreng kini jual dalam botol plastik kecil atau kantong plastik untuk 50-100 gram.


"Dan jika ada orang yang terlihat membawa minyak goreng sebanyak dua kilogram di kaleng, semua orang akan iri," tutur sumber ini.


"Saya membeli setengah botol minyak goreng, sekitar 500 gram, beberapa bulan lalu, dan saya menggunakannya sedikit demi sedikit. Ketika kamu melihat keluarga lain, jarang bisa kamu lihat mereka memasak makanan pendamping menggunakan minyak."


Sumber ini juga menyampaikan, otoritas Korut berencana menyelesaikan masalah minyak goreng ini dengan menanam tanaman penghasil minyak, seperti bunga matahari dan biji jarak. Namun kenyataannya, tak ada perkebunan yang menanam tanaman penghasil minyak tersebut.


Selain minyak, bubur kacang merah yang biasa disebut patjuk menjadi barang yang langka. Makanan populer di musim dingin ini sekarang tak bisa digapai karena kenaikan harga.







"Seperti tahun sebelumnya, banyak warga yang tak bisa membuat patjuk dan malah membuat bubur dari jagung. Hanya beberapa orang yang punya cukup uang yang bisa membeli kacang, tetapi bagi masyarakat awam itu adalah sebuah kekayaan," kata seorang warga dari provinsi Hwanghae Utara.


Menurut laporan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) pada 2 Desember, Korut membutuhkan bantuan pangan dari luar untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya.


FAO juga menilai Korut harus mengimpor 1,06 juta ton biji-bijian antara November 2020 hingga November 2021. Namun, perdagangan antara Korut dan China terhenti sejak Januari 2020 akibat Covid-19.















No comments: