Prancis dan Qatar terus menelusuri perselisihan yang terjdi antara Airbus (AIR.PA) dan Qatar Airways mengenai pesawat A350 yang dilarang terbang karena adanya kerusakan.
Perselisihan tersebut, yang telah dibahas sejak Desember tahun lalu dan menjadi pertempuran di pengadilan, masih belum menemukan solusi. Hubungan kedua perusahaan pun terputusm sehingga berdampak pada perjalanan yang dibatalkan.
Ketika Presiden Prancis Emmanuel Macron berkunjung ke Doha pada Desember tahun lalu, ia melakukan pembicaraan dengan Emir Tamim bin Hamad al-Thani mengenai hal ini, tetapi penyelesaian menemukan titik buntu.
“(Kami) mengkonfirmasi bahwa topik tersebut telah diangkat bersama dengan aspek lain dari hubungan ekonomi bilateral,” kata pejabat itu, berbicara atas nama kantor Macron, seperti dikutip dari Reuters.
Kantor komunikasi pemerintah Qatar menolak berkomentar tentang masalah ini.
Pejabat Prancis itu menanggapi pertanyaan Reuters tentang email yang sebelumnya tidak dilaporkan yang dirilis bulan lalu dalam dokumen pengadilan sebagai bagian dari pertempuran pengadilan Inggris antara Qatar Airways dan Airbus atas klaim bersama atas kerugian hampir 2 miliar dolar AS.
Email tersebut diberikan kepada maskapai oleh Airbus sesuai dengan prosedur penemuan hukum menjelang uji coba yang dijadwalkan pada pertengahan 2023.
Pada Kamis (10/11), sebelum sidang prosedural baru di sebuah divisi Pengadilan Tinggi di London, Airbus menolak berkomentar.
Maskapai itu mengatakan retakan cat yang meluas mengungkapkan kerusakan permukaan yang lebih dalam pada jet, menyebabkannya berhenti menerima pengiriman. Regulator nasional Qatar juga secara bertahap mengandangkan 29 pesawat untuk alasan keamanan selama setahun terakhir.
Macron bertemu dengan emirnya, Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani, lima hari sebelumnya untuk menandai 50 tahun hubungan kedua negara.
No comments:
Post a Comment