Harga Kedelai Mahal, Pengrajin Tempe Perkecil Ukuran
Harga kedelai melambung tinggi hingga mencapai Rp 10.000,00 ribu per kilogram (kg), Pengrajin tahu tempe menjerit RT 01/06 Kampung Kamurang, Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor.Kenaikan harga lantaran tersebut membuat para pengrajin tahu tempe telah mengurangi ukuran demi bertahan memproduksi dan meraup keuntungan.
Salah satu pengrajin tahu tempe, Sofian menyebutkan bahwa dirinya dan rekan rekannya sangat kewalahan adanya kenaikan harga kedelai dan terus melonjak.“Kami disini sangat kewalahan kenaikan kenaikan yang melambung tinggi, dan Kami pun terpaksa mengurangi ukuran tempe perbungkusnya hingga sekitar 2 ons, untuk mendapatkan keuntungan, ”katanya.
Dirinya menuturkan bahwa kenaikan harga kedelai mulai dirasakan dari sebelum bulan puasa.“Dari sebelum bulan puasa harganya sekitar Rp 700.000,00-Rp 800.000,00 ribu rupiah per kwintalnya kacang kedelai namun sekarang sudah mencapai Rp 1.100.000,00 juta rupiah,” ungkapnya.Sofian pun mengaku saat dimasa tengah pandemi Covid-19 ini, penghasilan yang dikeluarkan pun ikut menurun.“Sebelum adanya pendemi, dalam sehari saya dapat membuat 1500 lebih untuk perbungkusnya.
Namun sekarang saya hanya dapat membuat sekitar 800 perbungkusnya dalam sehari,” ujarnya.Dirinya berharap kenaikan harga kedelai ini dapat normal kembali, dan pemerintah memperhatikan pengrajin tahu tempe. “Seharusnya pemerintah memperhatikan pengrajin seperti kita, apalagi ditengah kondisi seperti ini. Untuk kebutuhan apapun sulit jika harga kedelai terus melonjak tinggi, dan semoga harga kedelai dapat kembali normal karena yang berdampak bukan hanya satu orang dua orang melainkan ribuan orang,” harapnya.
Sementara itu para pengrajin tahu dan tempe di Tasikmalaya melakukan aksi mogok produksi. Aski itu dilakukan sebagai bentuk protes atas tingginya harga kedelai di pasaran. Salah satunya seperti yang dilakukan oleh pengrajin tahu dan tempe di Karangpawitan, Mangkubumi, Kota Tasikmalaya. Mereka berencana menggelar aksi mogok produksi selama 3 hari mulai hari Jumat, 28/05/2021 hingga hari Minggu, 30/05/2021.
"Mulai hari ini sampai Minggu kita mogok produksi pak. Ini protes kita karena harga kedelai naik terus sementara harga tahu tempe di pasaran enggak naik-naik," ucap Imin Muslimin, salah seorang pengrajin tahu saat ditemui di pabriknya, pada hari Jumat, 28/05/2021.
Suasana pabrik tahu terlihat sepi, hanya menyisakan tumpukan alat produksi yang belum dibersihkan. Puluhan bungkus tahu sisa penjualan dibiarkan tidak dipasarkan lagi.
Selain itu, sebanyak 22 orang karyawan juga terpaksa dipulangkan. Mereka libur selama tiga hari tanpa mendapatkan penghasilan.
Mogok produksi dilakukan, pengrajin tahu tempe sebagai bentuk protes harga kedelai yang terus naik hingga mencapai Rp 11 ribu per kilogram. Kondisi itu membuat para pengrajin kebinungan untuk menyesuaikan harga jual tahu dan tempe yang dibuatnya.
Upaya menaikan harga sudah sempat dilakukan namun justru berujung kerugian lebih besar. Banyak konsumen yang mengurungkan niat membeli tahu tempe dengan harga baru. Akibatnya, omzet penjualan turun 50 persen dari biasanya 1.000 bungkus hanya 500 bungkus.
"Saat karyawan membawa 1.000 biji nyisa 500 biji, karena kan harga dari pabrik naik otomatis ke konsumen juga harus naik, tapi konsumen tidak mau membeli dengan harga yang naik, jadi nyisa barangnya. karyawan balik enggak ada penghasilan di sini juga," ucap Imin.
Produsen tahu tempe berharap, agar pemerintah bisa mengendalikan harga kedelai dengan melakukan operasi pasar.
Sementara itu, para pedagang tahu di Pasar Induk Cikurubuk Tasik masih berjualan. Mereka juga berencana akan mogok jualan pada Sabtu, 29/05/2021 hingga hari Minggu, 30/05/2021.
Pedagang mengaku menjual tahu hasil produksi, Kamis (27/50 kemarin. Harga jual tahu di pedagang masih antara Rp 2.000 sampai Rp 2.500 per bungkus. Meski murah, minat konsumen juga terus berkurang.
"Masih jualan hari ini mah. Tapi besok sampai Minggu enggak jualan. Malahan dalam surat edaran kalau ada yang nekat jualan bakal diperiksa diambil tahunya," ucap Ina, pedagang tahu di Pasar Cikurubuk.
Pedagang mengaku menjual tahu hasil produksi, Hari Kamis kemarin, 27/05/2021. Harga jual tahu di pedagang masih antara Rp 2.000 sampai Rp 2.500 per bungkus. Meski murah, minat konsumen juga terus berkurang.
"Masih jualan hari ini mah. Tapi besok sampai Minggu enggak jualan. Malahan dalam surat edaran kalau ada yang nekat jualan bakal diperiksa diambil tahunya," ucap Ina, pedagang tahu di Pasar Cikurubuk.
Di Komplek Kampung tahu kabupaten Pekalongan, pengrajin tempe dan tahu, mengeluhkan kenaikan harga kedelai hingga berkisar Rp11.000 per kilogram (kg).
Para pengrajin tersebut terpaksa bertahan di tengah keterpurukan tersebut dan tetap memproduksi tempe dan tahu dengan keuntungan yang menipis.
Kenaikan harga kedelai impor tersebut disebabkan harga kedelai impor yang semakin mahal. Hal ini sudah berlangsung sejak Ramadhan hingga dua pekan setelah Lebaran, dan sampai saat ini belum ada tanda-tanda menurun.
Sebelumnya, hampir setiap rumah di kampung tersebut memproduksi tahu dan tempe. Namun kini tinggal tujuh rumah dan itupun hanya memproduksi setengahnya.
Dampak kenaikan harga ini, pengrajin tempe harus mengurangi ukuran tempe yang biasanya satu kilogram, menjadi sepuluh bungkus saja agar bisa tetap produksi dan memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari.
Mereka pun tetap mematok harga tempe dengan normal yaitu Rp2.000. Harga tempe per buahnya belum mengalami kenaikan karena pengrajin takut sepi ditinggal pelanggan.
"Kenaikan harga kedelai tertinggi yaitu dari Rp8.000 sampai Rp11.000," kata Mohammad Hadi, pada hari Sabtu, 29/05/2021.
Untuk bertahan agar tetap mendapat keuntungan, Hadi memperkecil ukuran tahu pada setiap papan. Tiap papan yang biasanya berisi 80 buah tahu, kini pengrajin memperkecil ukuran hingga berjumlah 90 buah.
Serupa dengan para pengrajin tempe, Hadi tidak berani menaikkan harga tahu perbuahnya karena takut tidak ada pembeli, sehingga dia mengurangi ukuran untuk menekan harga produksi.
Sementara menurut penuturan pengurus paguyuban Kampung Tahu Siswandi menjelaskan hanya tersisa tujuh pengrajin tahu dan tempe saja di desanya dari semula yang berjumlah 25 sampai 30 pengrajin saat harga kedelai tidak tinggi.
Mereka kini beralih pekerjaan karena selalu rugi menjual tahu dan tempe.
Para pengrajin tahu dan tempe berharap pemerintah mengerti apa yang dialami mereka atas kenailan harga kedelai impor.
No comments:
Post a Comment