Warga sekaligus jurnalis Palestina meningkatkan kewaspadaan di sosial media, Facebook, usai merasa 'dibungkam' dan mendapat perlakuan tak adil oleh platform tersebut.
Pada 4 Desember lalu, koresponden TV Palestina, Christine Rinawi, mengunggah video di akun Facebook yang berisi pasukan Israel menembak salah seorang laki-laki Palestina dan membunuhnya. Insiden itu terjadi tak lama usai orang tersebut menusuk warga Israel.
Unggahan yang terhapus itu bukan kali pertama dialami Rinawi. Ia mengaku haknya bermedia sosial telah dibatasi usai membagikan rekaman serangan November lalu di Yerusalem.
Wartawan Palestina mencatat beberapa insiden yang mereka gambarkan sebagai penyensoran
Salah satu outlet berita online populer, Maydan Quds News, bahkan mungkin harus memecat wartawan setelah halaman utama Facebook dengan 1,2 juta pengikut dihapus, kata seorang sumber.
Dalam kedua kasus tersebut, Facebook telah melakukan intervensi karena video itu dianggap melanggar standar aturan media sosial besutan Mark Zuckerburg itu.
Juru Bicara Facebook mengatakan kebijakan yang mereka miliki dirancang untuk memberikan suara kepada siapa saja sembari menjaga keamanan mereka.
"Kami menerapkan kebijakan ini untuk semua orang secara setara, terlepas dari siapa yang mengunggah," kata jubir itu seperti dikutip AFP, pada hari Kamis, 30/12/2021.
Juru bicara itu mengatakan mereka memiliki tim khusus, yang mencakup penutur bahasa Arab dan Ibrani.
"(Mereka) fokus menjaga keamanan komunitas kami dengan memastikan kami menghapus konten berbahaya," katanya.
Hal ini dilakukan untuk mengatasi kesalahan penegakan apa pun secepat mungkin sehingga orang dapat terus berbagi apa yang penting bagi mereka, katanya lagi.
Di tengah pertempuran antara Israel dan faksi-faksi bersenjata di Jalur Gaza pada Mei lalu, Facebook telah mengakui penghapusan besar-besaran unggahan warga Palestina. Mereka menganggap sebagai bug teknis yang harus diperbaiki.
No comments:
Post a Comment