Keputusan pemerintah pusat untuk memperpanjang Perberlakukan Pembatasan Kegiatan (PPKM) Level 4 di sebagian wilayah dirasa berat oleh hampir seluruh elemen masyarakat.
Bagaimana tidak, berbulan-bulan mobilitas warga dan sektor perekonomian nyaris mati hingga menimbulkan kerugian materil baik swasta juga para pelaku usaha kecil.
Pengamat hukum melihat, adanya kekhawatiran gugatan warga terhadap pemerintah terkait PPKM yang berlaku sejak Juli lalu sebagai upaya menangani pandemi Covid-19.
Menurut pakar hukum Fakultas Hukum Universitas Pakuan (Unpak) Bogor, Raden Muhammad Mihradi mengatakan, gugatan tersebut merupakan hak konstitusi warga apabila yang bersangkutan merasa dirugikan.
“Itu kan hak konstitusi setiap warga negara, namun dalam hak konstitusi itu kan pasti akan dilihat alasan dan urgensinya,” kata Mihradi melalui diskusi publik yang diinisasiasi PMKRI Bogor dengan tajuk “PPKM untuk Siapa?”, Selasa malam (10/8/2021).
Hanya saja, dia melihat, sejumlah aturan dan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dalam penanganan Covid-19 tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
Sehingga, lanjutnya, tidak sedikit publik yang bingung dalam istilah penamaan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Mihradi mengatakan dari sisi hukum, yang jadi persoalan adalah aturan pemerintah selalu mengeluarkan kebijakan penanganan Covid-19 dengan dasarnya tidak begitu kuat. Sebab aturan tersebut dikeluarkan tidak menggunakan dasar undang-undang kekarantinaan kesehatan, namun hanya berdasarkan peraturan pemerintah dan instruksi.
“Pemerintah membuat berbagai kebijakan yang sebenarnya dasar hukumnya tidak terlalu kuat, salah satunya PPKM ini yang awalnya kan ada PPKM mikro, darurat dan PPKM berbasiskan level. Boleh di cek, kebanyakan dasar hukumnya ialah instruksi Menteri Dalam Negeri, yang bersumber dari keputusan Presiden soal penetapan darurat Covid-19,” kata Muhammad Mihradi.
Mihradi menilai aturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah selama ini sifatnya hanya peraturan kebijakan dan dasarnya tidak kuat. Ia menyarankan pemerintah bisa kembali mengacu pada undang-undang kekarantinaan kesehatan dalam penanganan Pandemi Covid-19 ini.
“Berbagai instruksi, peraturan dan sebagainya yang sekarang digunakan dalam masa Pandemi Covid-19, itu banyak bentuknya adalah peraturan kebijakan. Dari segi hukumnya kurang kuat, dibanding peraturan perundang-undangan. Dari segi hukum administrasi dan ilmu perundang-undangan, saya menyarankan secara akademis sebaiknya gunakanlah istilah dalam undang-undang kekarantinaan kesehatan,” tuturnya.
Menanggapi perpanjangan masa PPKM Level 4, Kasatpol PP Kota Bogor, Agustian Syach yang juga hadir dalam webinar tersebut mengatakan, sejauh ini kasus covid-19 di Kota Bogor sudah menurun. Hal itu dapat terlihat dari kalkulasi data yang dimiliki satgas.
“Kasus harian sudah menurun dan bed occupancy rate (BOR). Memang kami akui ada kelemahan dengan jumlah pasien yang meninggal, tapi secara keseluruhan sudah menurun angkanya,” terang dia.
Meski jumlahnya sudah berkurang, di sisi lain Agus mengatakan Kota Bogor masuk ke dalam wilayah aglomerasi. Sehingga, meskipun wali kota sudah mengajukan adanya kelonggaran level PPKM kepada pemerintah pusat.
“Pak wali (Bima Arya) sudah mengajukan adanya kelonggaran untuk menurunkan level PPKM, hanya saja kita terikat dengan Jabodetabek, jadi meskipun angka covid kita baik tapi yang lain masih belum aman, pemerintah pusat pun tidak akan menurunkan level di Bogor,” tuturnya.
Dalam kesempatan itu juga dia menyampaikan kepada masyarakat agar terus menurunkan tensi di saat semua sedang berjuang mengatasi covid-19. “Saya harap semua bersabar, mudah-mudahan ada perubahan,” pesannya.
No comments:
Post a Comment