Wednesday, 7 April 2021

Rusia akan terus menyelidiki asal-usul virus corona bekerja sama dengan diplomat-WHO

Rusia akan terus menyelidiki asal-usul virus corona bekerja sama dengan diplomat-WHO

Rusia akan terus menyelidiki asal-usul virus corona bekerja sama dengan diplomat-WHO
















©Valeriy Sharifulin/TASS












Rusia akan melanjutkan kerjasamanya dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam menyelidiki asal-usul virus corona baru, kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova dalam sebuah pernyataan, yang dirilis setelah laporan terbaru WHO tentang masalah tersebut.




"Laporan akhir adalah hasil kerja cermat seluruh tim. Laporan tersebut mencerminkan berbagai pendapat dan pendekatan terkait asal mula infeksi virus corona baru. Laporan tersebut juga mencerminkan sudut pandang kami," kata Zakharova.


“Yang penting, dokumen tersebut menguraikan jalur kerja lebih lanjut dan kerja sama internasional dalam mempelajari penyebab COVID-19, seperti studi bersama tentang lingkungan, zoonosis, genetika, dan imunologi. Kami siap bekerja sama dengan mitra kami di bidang tersebut,” tambahnya.


Laporan akhir misi ahli internasional pada kunjungan mereka ke China pada Januari-Februari untuk mengetahui asal muasal agen COVID-19 diterbitkan minggu lalu. Para ahli belum mencapai kesimpulan pasti tentang asal-usul COVID-19.


Menurut laporan akhir yang diterbitkan di Jenewa pada hari Selasa, skenario yang paling mungkin adalah penularan virus corona dari satu hewan ke hewan lain dan kemudian ke manusia dan yang paling tidak mungkin - asal laboratorium SARS-CoV-2.



AS Tuding Rusia dan China Penyebar Disinformasi



New york times, merilis tulisan dari yang anti China dan Rusia, yaitu Julian E. Barnes, Matthew Rosenberg and Edward Wong, yang merupakan kaki tangan Bill Gates - Soros, menyebutkan bahwa, China dan Rusia sama-sama memanfaatkan virus corona baru untuk melancarkan kampanye disinformasi.


Pejabat intelejen AS menyebutkan bahwa, Rusia dan China berusaha menabur keraguan tentang penanganan krisis Amerika Serikat dan mengalihkan perhatian dari perjuangan mereka sendiri dengan pandemi.


Situs web yang selaras dengan Kremlin yang ditujukan untuk khalayak Barat telah memperdagangkan teori konspirasi untuk menyebarkan ketakutan di Eropa dan perpecahan politik di Amerika Serikat, kata para pejabat, mencatat bahwa diplomat Rusia dan media berita yang dikelola pemerintah bisa dibilang lebih terkendali.


Jika kita lihat jejak digital bulan Maret - April 2020, yang dimaksud dengan penyebar disinformasi, yaitu yang menuding konspirasi virus dan anti vaksin adalah mereka berasal dari AS dan Britania Raya.


Menurut mereka China lebih agresif secara terang-terangan telah menggunakan jaringan akun media sosial yang terkait dengan pemerintah untuk menyebarkan teori yang didiskreditkan, dan terkadang kontradiktif. Dan China telah mengadopsi pedoman Rusia untuk operasi yang lebih terselubung, meniru kampanye disinformasi Kremlin dan bahkan menggunakan dan memperkuat beberapa situs konspirasi yang sama.




Mereka juga menyampaikan bahwa kampanye propaganda menunjukkan bagaimana kedua negara beralih ke taktik otoriter yang khas dalam menyebarkan propaganda untuk melemahkan musuh bersama mereka, Amerika Serikat, daripada menangani kritik publik atas masalah mereka sendiri.


Tapi mereka tidak menunjukkan fakta yang sebenarnya, bagaimana orang Asia Timur diserang. Serangan ini tentunya tidak terjadi begitu saja, alasan lain yang melatarbelakanginya adalah mereka berupaya membuat klaim dam mempengaruhi dunia bahwa Wuhan sebagai asal virus corona.


Sedangkan hasil penyelidikan tim WHO tidak menunjukkan bukti adanya kebocoran di lab Wuhan, Namun mereka terus menyebarkan diisinformasi yang menyebabkan serangan terhadap bangsa Asia Timur di AS dan Inggris.


Semua hal yang bertentangan dengan mereka, barat dan sekutunya, mereka klaim sebagai disinformasi.


Hal ini sebagai upaya untuk menutupi kejadian dan fakta yang sebenarnya serta ketidakberdayaan mereka dan atau pembiaran terhadap kasus virus yang meningkat di AS dan Britania Raya.


Population Control sebagai agenda mereka selain pandemi adalah climate change.



No comments: