Wednesday, 1 July 2020

Gugus Tugas Klaim Covid-19 di RI Melambat

Gugus Tugas Klaim Covid-19 di RI Melambat
Tim pakar Gugus Tugas Covid1-9 Dewi Nur Aisyah. ©Istimewa


Kasus Covid-19 di Indonesia belum juga turun pasca ditemukan kasus pertama pada awal Maret lalu. Kasus pasien positif tembus 1.000 lebih setiap harinya.




Namun Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 meminta masyarakat tak perlu khawatir. Tim Pakar Gugus Tugas Nasional, Dr. Dewi Nur Aisyah menghimbau masyarakat agar tidak melihat dari angka bulatnya saja.


Menurut Dr. Dewi, memang jumlah angka positif Covid semakin melambung tinggi, bahkan beberapa kali tembus angka seribu, namun angka tersebut didapatkan karena jumlah test yang dilakukan pemerintah meningkat.


"Jangan melihat sesuatu hanya dari angka positifnya saja, kalau dilihat positivity rate-nya, sebenarnya berkurang," ujar Dewi saat live di kanal Youtube Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), hari Rabu, 01 Juli 2020.


Baca juga: Tips Beraktivitas Di New Normal.


Baca juga: Jam Kerja 2 Sif Jakarta, Berikut Aturan Yang Harus Dipatuhi.


Pada hari Selasa sore, 30 Juni 2020, penambahan kasus positif sebanyak 1.293 orang. Totalnya menjadi 56.385 orang, dengan jumlah pasien yang sembuh 24.806 orang. Angka yang meninggal dunia menjadi 2.876.


Berdasarkan data Gugus Tugas, jumlah penambahan kasus pada 30 Juni kemarin merupakan angka tertinggi ketiga sejak kasus pertama Covid-19 di Indonesia. Urutan pertama jumlah penambahan kasus tertinggi terjadi pada 27 Juni lalu yaitu 1.385 kasus per hari.


Dewi memaparkan, data perbandingan jumlah kasus pada bulan Mei dan Juni. Angka kasus Covid-19 pada bulan Juni memang naik dua kali lipat lebih dari bulan sebelumnya, namun angka positivy rate menurun.


Cara menghitung positivy rate adalah dengan membagi jumlah orang yang diperiksa dengan angka positif Covid-19. Bila presentasenya semakin kecil, maka tandanya keadaan semakin membaik.




"Pada pertengahan bulan Mei, ada 3.448 kasus positif dalam seminggu, jumlah yang diperiksa 26 ribu, maka positivity rate-nya 13%. Coba kita bandingkan pada data pekan terakhir, jumlah kasus positif seminggu mencapai 8.227, namun orang yang diperiksa mencapai 55 ribu orang. Maka positivity rate-nya menjadi 12%. Lebih rendah dari bulan Mei," terang Dewi.


Dari penurunan angka presentase tersebut, menunjukkan bahwa kecepatan penularan kasus Covid-19 di Indonesia saat ini lebih lambat. Pemerintah saat ini bukan hanya melakukan tes kepada orang-orang yang sakit atau yang memiliki gejala Covid-19 saja, namun juga sudah mengetes orang-orang tanpa gejala atau OTG.


Dewi juga menambahkan, contoh kasus sehingga masyarakat bisa mengerti agar tidak melihat angka positifnya saja. Ia mengibaratkan ada dua kota, kota A dan B yang jumlah kasus positifnya sama yaitu 60 kasus. Namun kota A hanya memeriksa 100 orang, sedangkan Kota B memeriksa 300 orang. Maka artinya positivity rate Kota A 60% dan Kota B 20%. Hal ini menandakan angka penularan Kota A lebih tinggi dari Kota B.


Positivy rate yang ideal menurut WHO ada 5%, cukup sulit bagi Indonesia untuk menurunkan sampai ke angka tersebut. Saat ini positivy rate di Indonesia 12%, namun ia menegaskan bahwa angka 12% tersebut merupakan angka nasional, bukan angka setiap provinsi maupun kabupaten/kota.


"Angka setiap kabupaten/kota berbeda-beda karena jumlah penduduknya berbeda pula," ujarnya.


Hal ini penting untuk dibahas, agar daerah-daerah dengan laju insidensi yang tinggi juga bisa mendapatkan penanganan yang serius dari pemerintah. Selain itu, menurut Dewi, masih banyak masyarakat yang tidak mengerti. Masyarakat akan merasa aman ke daerah yang jumlah positif Covid-nya sedikit, namun sebenarnya laju insidensinya tinggi. Padahal daerah dengan laju insidensi tinggi merupakan daerah yang berbahaya.


Ia memberikan contoh Surabaya yang sering disebut-sebut sebagai daerah dengan jumlah positif Covid-19 terbanyak ternyata tidak masuk ke dalam daftar lima kabupaten atau kota dengan insiden kasus tertinggi.


"Surabaya memang terbanyak kasus Covid-nya, tapi bukan Surabaya yang menempati urutan pertama," kata Dewi.




Lima kabupaten atau kota dengan laju insidensi tertinggi per 28 Juni menurut BNPB diduduki oleh Kota Jakarta Pusat, selanjutnya Kota Makassar dan barulah Surabaya yang menempati urutan ketiga. Urutan keempat ada Jayapura, dan kelima Kota Banjarmasin.


Sedangkan Lima provinsi dengan laju insidensi tertinggi masih diduduki oleh Provinsi DKI Jakarta. Urutan kedua ditempati oleh Provinsi Kalimantan Selatan, posisi ketiga Sulawesi Selatan, keempat Papua dan kelima Kalimantan Utara.


"Kalau kita lihat data Provinsi malah bukan Jawa Timur atau Jawa Barat yang masuk kelima tertinggi, soalnya harus dilihat jumlah penduduknya juga," ujar Dewi.















Update kasus virus corona di tiap negara




No comments: