Friday, 25 December 2020

Terancam PHK Massal, Perkumpulan Pengusaha Produk Tekstil Mengadu ke Wakil Ketua MPR

Terancam PHK Massal, Perkumpulan Pengusaha Produk Tekstil Mengadu ke Wakil Ketua MPR

Terancam PHK Massal, Perkumpulan Pengusaha Produk Tekstil Mengadu ke Wakil Ketua MPR









Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah menerima kehadiran Perkumpulan Pengusaha Produk Tekstil yang diketuai Chang Ahn Sub, Kamis (24/12), di Jakarta. Foto: Humas MPR.








Dampak sosial ekonomi akibat pandemi Covid-19, serta tingginya upah minimum kabupaten, telah mengancam tutupnya ratusan perusahan tekstil yang berakibat akan terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.




Persoalan ini menjadi materi pertemuan audiensi antara Perkumpulan Pengusaha Produk Tekstil yang diketuai Chang Ahn Sub dan Wakil Ketua MPR Ahmad Basara di kantornya, hari Kamis, 24/12/2020.


Juru bicara Perkumpulan Pengusaha Produk Tekstil Sariat Arifia mengungkapkan pihaknya sangat mengapresiasi pemerintah Indonesia menetapkan UU Cipta Kerja dalam rangka menciptakan lapangan kerja bagi rakyat.



Baca juga: Fakta Keterkaitan Tedros Adhanom, Faucy dan Bill Gates mengungkapkan: kesehatan dunia selama bertahun-tahun bergantung pada kepentingan mereka.


Baca juga: Perjalanan Panjang Kriminal Dr. Faucy.


"Namun dalam realitasnya para pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Perkumpulan Pengusaha Produk Tekstil Jawa Barat terancam gulung tikar dan pekerja terancam PHK massal dalam waktu dekat ini, dikarenakan penetapan pengupahan di luar kemampuan dan kepantasan," ujar Sariat.


Ia mencontohkan, sepanjang 2019 saja telah terjadi penutupan puluhan pabrik garmen di Kabupaten Bogor dan Purwakarta, dengan jumlah pekerja yang di-PHK kurang lebih 25 ribu.


Ia mencontohkan, sepanjang 2019 saja telah terjadi penutupan puluhan pabrik garmen di Kabupaten Bogor dan Purwakarta, dengan jumlah pekerja yang di-PHK kurang lebih 25 ribu.


Menurutnya, bila tidak dilakukan langkah penyelamatan yang serius, maka 2021 banyak perusahaan yang akan melakukan penutupan pabrik.




“Dalam hal ini asosiasi merasakan ketidakadilan dan diskriminasi dalam penetapan kebijakan pengupahan," urai Sariat.


Ketua Dewan Pengupahan Kabupaten Bogor dari unsur Apindo, Dessy menyampaikan kekecewaannya dengan penetapan upah minimum kabupaten yang tidak berdasarkan kesepakatan tiga unsur yaitu pekerja, pengusaha dan pemerintah.


"Hal ini sangat merusak keberlangsungan kehidupan perusahaan dan berisiko tinggi akan terjadinya PHK massal yang merugikan karyawan sendiri," ungkapnya.


Dessy menambahkan bahwa sebenarnya para pekerja ini intinya mau bekerja dan tidak menginginkan pabrik tempat mereka bekerja tutup. Apalagi, kata dia, saat ini pengangguran di Jawa Barat sangat tinggi. "Untuk pengangguran di Kabupaten Bogor sudah saja mencapai 14,26 persen,” jelasnya.


Ketua Dewan Pengupahan Asosiasi Perkumpulan Pengusaha Produk Tekstil Yan Mei menambahkan saat ini pengusaha dan para pekerja yang bekerja di perusahaanlah yang benar-benar mengetahui kondisi perusahaan masing-masing. "Belum tentu pihak-pihak yang mengatasnamakan asosiasi pekerja benar-benar memahami keinginan dan kebutuhan pekerja," ujar Mei.


Pihaknya betul-betul mengharapkan bantuan pimpinan MPR agar masalah ini bisa disampaikan dan diketahui, serta menjadi perhatian pemerintah pusat. “Khususnya Bapak Presiden Jokowi yang memang sedang gencar mengatasi masalah pengangguran dengan menciptakan lapangan kerja di Indonesia," ujar Mei.


Ahmad Basarah mengucapkan terima kasih kepada para pengusaha yang telah membuka lapangan pekerjaan di Indonesia, sehingga membantu pemerintah dalam mengatasi masalah pengangguran.


Basarah mengatakan sangat berempati dan prihatin dengan kondisi asosiasi perusahaan tekstil yang sudah berada di titik nadir yang bisa menyebabkan PHK massal sampai 300.000 orang.


Ketua DPP PDI Perjuangan itu menegaskan bahwa masalah ini perlu diselesaikan secara komprehensif, yang melibatkan baik pemerintah pusat maupun daerah.




“Saya akan berusaha untuk menjembatani komunikasi dengan seluruh pemangku kepentingan yang terlibat baik di tingkat daerah maupun di tingkat pusat,” ungkapnya.


Menurutnya, dalam situasi pandemi Covid-19 dan ekonomi nasional seperti ini, ia memahami kepentingan semua pihak terlebih lagi pemerintah agar bisa mempertahankan lapangan pekerjaan untuk rakyat sebanyak-banyaknya. Supaya pendapatan nasional bertambah dan juga terus mendorong penciptaan devisa melalui produk eskpor.


"Kami tentunya mendorong agar industri garmen ini bisa diselamatkan. Semoga masalah seperti ini dapat segera diselesaikan oleh pemerintah pusat dan daerah dengan bijak,” tutup Basarah.

No comments: