Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor akan mengusulkan ke pemerintah pusat agar anak di bawah umur 12 tahun diperbolehkan masuk mal atau pusat perbelanjaan modern.
Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperdagin) Kota Bogor, Ganjar Gunawan mengatakan, dalam Imendagri Nomor 43 Tahun 2021 bahwa Kota Bogor belum diizinkan menerapkan aturan anak berusia di bawah 12 tahun masuk mal karena masih status PPKM Level 3.
Namun, bila merujuk dari hasil capaian vaksinasi di Kota Bogor saat ini sudah di angka 77 persen. Dengan begitu, Kota Bogor dapat disetarakan dengan PPKM level 2, meskipun status PPKM masih level 3.
Untuk itu, Ganjar akan mendorong pemerintah pusat agar melonggarkan batasan usia yang masuk ke mal di Kota Bogor.
Artikel lain:
Pengakuan Pelaku pembunuh Anggota TNI di Depok: 'Saya tusuk satu kali di bagian dada' | |
Anggota TNI di Depok dibunuh, Polisi sebut Pelaku sudah ditangkap |
“Kita (akan) dorong ke pusat, (agar) kita bisa uji coba. Koordinasi akan segera dilakukan agar minggu depan bisa uji coba anak-anak 12 tahun,” kata Ganjar.
Menurutnya, usulan anak di bawah 12 tahun bisa ke mal juga disampaikan Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI). Sebab, akan berpengaruh terhadap jumlah kunjungan.
Ia mengakui kebanyakan pengunjung datang ke mal membawa serta keluarga, di mana target mereka adalah mengakses tempat makan, bioskop, tempat bermain dan sebagainya.
“Itu berpengaruh (terhadap jumlah kunjungan). Makanya kita sedang koordinasikan, apakah kita ingin ada uji coba anak-anak masuk mal bisa masuk,” kata dia.
Terkait pengawasan, Ganjar mengaku pihaknya akan menyesuaikan dengan regulasi yang sudah ditentukan oleh pemerintah pusat.
Sementara itu, Lestiani (40) warga Baranangsiang, Kota Bogor tidak setuju anak-anak di bawah usia 12 tahun boleh masuk mal.
Menurutnya, hal yang paling penting adalah segera membuka pembelajaran tatap muka (PTM) di sekolah. Sampai saat ini Pemkot Bogor belum menerapkan PTM.
“Dibanding usul anak masuk mal mending sekolah dibuka. Pendidikan lebih utama karena menyangkut masa depan si anak dan bangsa. Kalau ke mal justru ngajarin konsumtif, hura-hura,” tutur Lesti.
Lestiani mengungkapkan semenjak sekolah daring anaknya justru jadi kegeranjingan smartphone sehingga jadi malas berinteraksi dengan lingkungan sekitar.
Tak hanya itu, setiap belajar daring selalu minta didampingi orangtua. Bahkan tak jarang ia sendiri yang harus menyelesaikan tugas sekolahnya.
“Belum lagi pas lagi belajar jarak jauh suka berebut HP sama adiknya. Beneran bikin stres. Jadi saya rasa lebih baik PTM deh, yang penting protokol kesehatan dijaga,” ujar ibu empat anak ini.
No comments:
Post a Comment