Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur (Jatim) akhirnya mengeluarkan surat yang memperbolehkan salat berjemaah pada ramadan dan Idul Fithri di masjid. Salah satunya untuk masjid terbesar di Surabaya, yakni Masjid Al Akbar.
Padahal kasus positif virus corona (Covid-19) di Jawa Timur kian meninggi. Jumat (15/5) tercatat ada 1.921 pasien. Dan 945 di antaranya berasal dari Surabaya.
Surat itu bernomor 551/7809/012/2020, berisi tentang aturan Kaifiat Takbir dan Shalat Idul Fithri. Surat tersebut ditandatangani oleh Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Jatim, Heru Tjahjono
"Selama empat hari rapid test massal di 18 pasar induk, sebanyak 204 pedagang yang dinyatakan reaktif untuk selanjutnya mengikuti program wisata Covid di hotel," kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Makassar, Naisyah Tun Asikin Naisyah Tun Asikin, di Pasar Butung, Makassar, Jumat, (15/5).
"Shalat Idul Fithri, Takbir, Tahmid, Tasbih serta aktivitas ibadah lainnya sebagai ibadah di Bulan Ramadhan boleh dilaksanakan secara berjamaah dengan tetap melaksanakan protokol dan mencegah mencegah terjadinya penularan," bunyi surat tersebut, yang diterima CNNIndonesia.com, hari Jumat, 15 Mei 2020.
Saat dikonfirmasi Heru pun membenarkan bahwa surat itu resmi dari pihaknya. Ia mengatakan, kebijakan memperbolehkan masjid untuk menggelar ibadah shalat berjemaah itu, adalah masukan dari sejumlah tokoh agama kepada Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.
"Ini adalah melihat ada beberapa tokoh agama, kelompok agama yang menghadap ke Ibu Gubernur, dan kami mendapatkan beberapa masukan," kata Heru di Gedung Negara Grahadi, Surabaya.
Selain masukan, kebijakan itu juga diambil setelah pihaknya memperhatikan Fatwa MUI Nomor 28 tahun 2020, tanggal 13 Mei 2020, tentang panduan Kaifiat Takbir dan Shalat Idul Fithri Saat Pandemi Covid-19.
Lebih lanjut, meski memperbolehkan masjid menggelar shalat berjemaah di Bulan Ramadhan dan Idul Fithri nanti, Heru mengatakan ada beberapa protokol yang harus diterapkan pengelola masjid.
Pertama, pengaturan alur masuk masjid. Lalu saf salat yang akan diberi jarak 1-2 meter. Deretan jemaah saat shalat pun akan diatur zigzag, agar lebih renggang.
"Contohnya Masjid Al Akbar, jadi mulai masuk sudah dipisah, antrenya diarahkan, setelah itu jaraknya (shalat) 1-2 meter. Saya sudah diskusi dengan ahli ini nanti akan kita ubah safnya menjadi zigzag," kata Heru.
Kemudian, alas kaki atau sendal para jemaah juga harus dibawa masuk ke dalam masjid dengan kantong kresek. Hal itu dilakukan untuk menghindari kerumunan jemaah saat mengambil sendal usai shalat.
"Sandal tidak boleh tinggal di luar harus dibawa masuk karena proses pengambilan pada saat selesai salat itulah yang mulai berjubel. Jadi kita sudah siapkan kreseknya, sandalnya dibawa masuk, pulangnya juga diarahkan ada pembatasnya jadi langsung pulang," ucap dia.
Heru mengatakan pemberian jarak juga dilakukan di tempat wudu. Jika biasanya jemaah berjejer, maka kini dibatasi antara pancuran satu dengan yang lain. Hal itu untuk menghindari percikan air.
Kemudian, pihaknya juga meminta agar imam masjid mempersingkat waktu bacaan shalat dan memperpendek khotbah agar tak memakan waktu yang lama.
"Terus khotbahnya juga tidak boleh terlalu panjang, jadi itulah yang harus dilakukan," katanya. Selain itu, protokol kesehatan lainnya seperti pemakaian masker, cuci tangan, pengecekan suhu badan juga harus tetap dilakukan.
Heru mengungkapkan surat itu sendiri sementara ini ditujukan kepada Masjid Al Akbar Surabaya. Sementara, masjid lainnya ia menyerahkan hal itu kepada pemerintah kabupaten/kota. Yang pasti protokol yang diterapkan harus sama seperti yang sudah dibuat Pemprov Jatim.
"Itulah, karena bagaimana pun juga kalau saya ngelarang salat terus dosa saya tambah banyak. Kalau masjid di daerah saya serahkan ke kabupaten/kota masing-masing, tapi protokolnya seperti ini," kata dia.
No comments:
Post a Comment