Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, dilaporkan sedang merancang sebuah aturan untuk melakukan reformasi kepolisian, imbas dari kematian seorang pria kulit hitam di Minneapolis, George Floyd, akibat dugaan kekerasan polisi dan perlakuan rasisme.
Meski begitu, belum diketahui kapan Trump bakal mengumumkan isi rancangan keppres tersebut.
"Kami akan membuat rancangan kebijakan secara proaktif, dengan bentuk keputusan presiden atau rancangan undang-undang," kata Sekretaris Pers Gedung Putih, Kayleigh McEnany, hari Kamis (11 Juni 2020).
Untuk merumuskan rancangan keputusan reformasi polisi tersebut, Trump dilaporkan mengumpulkan seluruh penasihatnya, termasuk Kepala Staf Gedung Putih, Mark Meadows.
Baca juga: Terori Konspirasi Pandemi Virus Corona Dianggap Berita Palsu ?.
Baca juga: Update Floyd Protes - Madonna dipeluk Penggemar 'Tenang Saya Punya Antibody'.
Sejumlah penasihat Gedung Putih memperkirakan Trump bakal mengungkap soal apa saja prinsip rencana reformasi kepolisian yang dia buat dalam kunjungan kerja ke Dallas, Texas, pada hari ini.
Penasihat Senior Presiden sekaligus menantu Trump, Jared Kushner, serta Ja'Ron Smith dan sejumlah petinggi Gedung Putih lainnya dilaporkan sudah menggelar rapat untuk membahas rencana aksi reformasi kepolisian, bersama sejumlah aktivis reformasi hukum dan kelompok lembaga penegak hukum.
Menurut Presiden Asosiasi Kepala Kepolisian Dunia, Steven Casstevens, dia dan Trump berdialog selama satu jam membahas tentang isu reformasi kepolisian dan beberapa hal yang meliputi. Antara lain soal ide membuat pusat data nasional yang bisa melacak rekam jejak para petugas yang dinilai bermasalah, serta perumusan standar panduan teknik -teknik bagi polisi secara nasional.
Sejumlah aktivis dan para petinggi Partai Demokrat yang menjadi oposisi pemerintahan Trump mendesak untuk dilakukan reformasi kepolisian, sebagai bentuk reaksi atas kematian Floyd dan sejumlah kasus kekerasan polisi terhadap masyarakat.
Sebelum ide itu digulirkan sempat muncul wacana untuk menghentikan anggaran dan bahkan membubarkan kepolisian di seluruh AS.
Di sisi lain, aksi unjuk rasa di AS sudah berlangsung selama 16 hari sejak kematian Floyd pada 25 Mei lalu. Demonstrasi tersebut kini berjalan damai, meski di awal sempat terjadi kerusuhan dan penjarahan.
Sampai saat ini sudah ada 12 kota dan kotapraja di AS yang melarang penggunaan teknik mengunci leher oleh aparat kepolisian. Sebab, teknik tersebut yang membuat Floyd meninggal saat ditangkap karena dilaporkan membeli rokok dengan uang palsu sebesar US$20.
Kota-kota yang melarang polisi mereka menggunakan teknik itu adalah Phoenix, Los Angeles, Sacramento, San Diego, Broward County (Florida), Miami, Chicago, Washington, DC, Minneapolis, New York City, Denver, dan Houston.
Sedangkan Prancis adalah negara yang melarang penggunaan teknik tersebut oleh polisi mereka.
No comments:
Post a Comment