Thursday, 2 September 2021

Harga Sayuran Anjlok akibat PPKM, Petani Biarkan Selada Siap Panen Mengering

Harga Sayuran Anjlok akibat PPKM, Petani Biarkan Selada Siap Panen Mengering

Harga Sayuran Anjlok akibat PPKM, Petani Biarkan Selada Siap Panen Mengering


ILUSTRASI-Petani cabai di Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Minggu (30/5/2021). Mereka mengeluhkan jimplangnya harga jual cabai di tingkat petani dengan harga jual di pasaran. [Suara.com/Ferrye Bangkit Rizki]








Petani sayuran di Kabupaten Bandung Barat (KBB) mengeluhkan harga jual hasil pertanian yang rendah dan tak sebanding dengan ongkos produksi.





Menurut para petani, rusaknya harga sejumlah komoditis sayuran diperparah dengan adanya penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Padahal, kualitasnya cukup bagus.


"Harga-harga sayuran sedang murah, paling bagus cuma harga tomat yang masih tinggi sekitar Rp12.000 perkilogram, yang lainnya hancur," ungkap Ana (50) salah seorang petani asal Ana, Kampung Cisalasih, Desa Cikidang Kecamatan Lembang, KBB pada hari Kamis, 02/09/2021.


Ia menyebutkan, ada beberapa jenis sayuran yang saat ini harganya murah di antaranya burkoli Rp.3000 perkilogram, selada atau lettuce Rp 500, buncis Rp 2.000 perkilogram dan cabe rawit Rp 10.000 perkilogram.


Normalnya, menurut Ana, harga sayuran seperti selada dijual dengan harga Rp2.000 dan burkoli Rp10.000 perkilogram. Dirinya harus gigit jari lantaran mulai dari menanam hingga panen butuh ongkos panen yang cukup besar.


Saking murahnya harga selada, petani lainnya malah membiarkan tanamannya tidak diurus hingga kering.


Bahkan ada pula petani yang kecewa terpaksa memberikan hasil panen untuk pakan ternak sapi.


"Harga itu juga cengek (cabe rawit) yang kualitasnya bagus, kalau jelek mah lebih murah lagi. Persoalannya, hasil pertanian tidak bisa masuk pasar induk, jadinya kita rugi besar," ujarnya.


Kendati begitu, ia tetap harus menjual hasil panen pertanian miliknya, meskipun hasilnya minim namun masih bisa mendapatkan penghasilan. Minimal sebagai ongkos lelah ketika harus berjibaku di kebunnya.


"Ada yang tetap dipanen, sebagian lagi masih diurus dan tetap disiram sambil menunggu harga kembali stabil," tuturnya.


Kepala Bidang Perdagangan pada Dinas Perdagangan dan Perindustrian KBB, Asep Azhar mengakui memang harga sayuran memang harganya anjlok baik di tingkat petani maupun pasar tradisional.


Ia mencontohkan harga cabai yang terjun bebas sejak beberapa pekan terakhir. Sempat menyentuh angka Rp 60-80 ribu per kilogram pada awal bulan Ramadan, harga cabai di KBB kini merosot ke angka Rp 22 ribu per kilogram.


Data itu didapat hasil pengamatan Dinas Perdagangan Bandung Barat di 7 tiga pasar yaitu Pasar Tagog Padalarang, Pasar Curug Agung, Pasar Cisarua, Pasar Panorama Lembang, Pasar Cililin, Pasar Batujajar dan Pasar Sindangkerta harga cabai rawit cenderung terus menurun sejak beberapa pekan terakhir.


"Harga cabai keriting terus turun dari harga Rp 28.000 pekan lalu, kini ke Rp 22.000 per kilogram. Untuk cabai biasa dari Rp 30.000 ke Rp 28.000. Penurunan harga cabai keriting ditandai dengan melimpahnya stok," ungkap Asep.


Menurut Asep ada berbagai kemungkinan merosotnya harga cabai di sejumlah pasar KBB. Seperti panen raya di sejumlah daerah penghasil sehingga menimbulkan stok melimpah.


Kedua disebabkan minimnya permintaan pasar karena PPKM tak mengizinkan sektor usaha makanan, acara pernikahan, dan perhotelan dibuka.


Pihaknya saat ini terus berkoordinasi dengan Pemprov Jabar membahas cara untuk mengendalikan harga cabai. Beberapa opsi akan dicoba salah satunya memberi jeda waktu panen atau mendistribusikan stok cabai ke daerah yang kekurangan

No comments: